KARANGMOJO, (KH),– Idap mioma selama lebih dari 2 tahun, Ngatirah (42) hanya mampu terbaring lemah di tempat tidur. Praktis, kondisi tersebut membuat warga Dusun Grogol 5 RT 3/ RW 5, Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul ini sangat tergantung dengan suaminya, Mudiyono (45).
Menurut keterangan Mudiyono, pada tahun 2019 lalu istrinya mengidap penyakit Mioma. Tindakan operasi dilakukan guna mengangkat penyakit itu. Namun, belum lama ini penyakit di rahim istrinya tumbuh lagi, lantas dilakukan operasi yang ke dua.
“Setelah operasi yang kedua, luka jahitan tidak bisa kering, tidak bisa menutup,” ujarnya kepada KH ketika, Selasa (6/10/2020) siang berkunjung ke rumahnya.
Mudiyono tergolong warga ekonomi lemah. Kondisi rumahnya teramat sangat sederhana. Berdinding bambu saja hanya separuh. Bahkan di beberapa bagian dinding ditambal dengan banner bekas. Dengan kondisi rumah yang demikian itu, air hujan terkadang masuk ke rumah karena terpaan angin. Banner bekas yang dipasang untuk menutup agar air tak masuk kini sudah robek termakan usia.
“Sudah setahun ini saya tidak bisa fokus kerja, saya harus mengurus istri saya, anak saya satu-satunya telah meninggal karena ada kelainan jantung,” tutur Mudiyono lirih.
Siang itu banyak tetangga dan saudara yang berkumpul di rumah Mudiyono untuk menjenguk istrinya yang baru saja pulang dari kontrol di rumah sakit di Jogja. Mudiyono menyebutkan, untuk biaya rumah sakit memang sudah ditanggung BPJS KIS.
“Tapi untuk obat-obat tertentu harus nebus sendiri di apotik, selain itu biaya transport mobil sangat memberatkan. Padahal tiap hari harus kontrol, mengganti perban di Puskesmas, terkadang harus kontrol di rumah sakit di jogja,” tutur Tulastri (50) kakak ipar dari Ngatirah mengungkap beban berat yang ditanggung sang adik.
Sebelumnya, Mudiyono bekerja sebagai pemandu wisata di Gua Pindul. Karena pengaruh COVID otomatis usaha jasa wisata sepi. Dampaknya sudah hampir setahun ini Mudiyono menganggur. Dilematis bagi Mudiyono. Apabila hendak kerja meninggalkan rumah seharian, tidak ada yang mengurus istrinya yang terbaring sakit.
Disinggung soal bantuan pemerintah, Mudiyono menerangkan, di samping memang ada BPJS KIS, dirinya juga merupakan keluarga penerima bantuan BLT Covid. Namun uang yang diperoleh Rp 300 ribu per bulan itu tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan keperluan berobat istrinya.
Pengeluaran yang tak sedikit itu pula yang membuat dirinya pasrah dengan kondisi bangunan rumah. Dia berharap, jika ada program bedah rumah, ia menjadi salah satu penerimanya.
“Mengurus anak yang sakit sampai meninggal, sekarang istri saya yang sakit. Saya tidak bisa fokus bekerja, untuk hidup sehari-hari rasanya masih kurang, apalagi untuk kebutuhan membangun rumah,” keluh Mudiyono menyampaikan rentetan persoalan hidup yang dihadapi.
Mudiyono berharap, jalan upaya yang ditempuh untuk kesembuhan istrinya mendapat kemudahan. Istrinya dapat berangsur sembuh dan mampu beraktivitas seperti sedia kala. (Edi)