Beratnya Perjuangan Bapak Tanpa Kerjaan Yang Rawat Anak Alami Holoprosenchephaly

oleh -2555 Dilihat
oleh
Huriyah Afiat mengalami Holoprosenchephaly (HPE). (foto: dok. keluarga)

SEMIN, (KH),– Akan merawat sepenuh hati dan sekuat tenaga. Demikian diutarakan Nur Rahmad (38) menyakinkan niat megupayakan yang terbaik terhadap buah hatinya, Huriyah Afiat yang mengalami Holoprosenchephaly (HPE).

Anak kedua hasil pernikahannya dengan Lilis Meliliana yang mengalami kelainan pada otak sejak janin itu kini berusia 7 bulan. Akibat kelainan yang diderita, kondisinya tak berkembang sebagaimana bayi pada umumnya. Belakangan gejala kejang masih sering dialami semenjak Huriyah lahir.

HPE terjadi ketika otak depan embrionik, tidak membelah menjadi dua belahan otak. Selain berdampak pada otak, cacat lahir yang dialami ini juga dapat menyebabkan ukuran kepala kecil dan bibir sumbing.

“Mulanya saat dalam masa kehamilan anak saya didiagnosa mikrosefali, ukuran otak tak berkembang. Sejak saat itu saya pulang dari merantau,” kata dia saat dihubungi KH, Kamis (6/3/2021).

Warga Dusun Pucung, Kalurahan Candirejo Semin, Gunungkidul ini praktis tak punya pekerjaan. Aktivitasnya di kampung halaman fokus merawat anaknya pasca lahir secara cesar. Karena kondisi kesehatannya terganggu diantaranya sering kejang, usai lahir putrinya mendapat perawatan di RSUD Wonosari hampir sebulan. Merawat bayi di rumah sakit menjadi hari-hari yang berat bagi Nur Rahmad dan Lilis.

“Sebulan di RSUD anak kami dirujuk ke RSUP DR SARDJITO. Di sana dilakukan scan Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala dan hasilnya mengalami Holoprosenchephaly itu. Keterangannya kelainan pada otak yang membuat tidak berkembang secara normal. Hal itu juga membawa beberapa komplikasi bawaan, sampai saat ini masih terjadi kejang dan harus rutin kontrol RS Sardjito,” papar Lilis menambahkan keterangan suaminya.

Adapun penanganan oleh rumah sakit terhadap anaknya ditanggung BPJS kesehatan. Namun, ada beberapa obat yang harus ditebus dengan uang pribadi. Biaya operasional selama bolak balik ke RSUP Sardjito termasuk jasa transportasi menjadi beban keluarga Nur Rahmad selama ini.

“Saya pernah meminta donasi melalui kitabisa.com tidak berhasil. Namun dicoba lagi melalui yayasan, karena belum ada sebulan belum tahu perkembangannya,” kata Nur sedih.

Untuk oksigen, obat, biaya ke rumah sakit, dan ganti peralatan medis yang dipasang melekat pada anak ia mengaku menghabiskan Rp 2 hingga 3 juta dalam sebulan. Sesekali bisa lebih dari itu. Dia berharap ada dermawan yang bersedia membantu persoalan keuangan yang ia alami tersebut. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar