Belum Sempat Mengakses Pengobatan Medis Yang Pas, Alip Sudarminto Bunuh Diri

oleh -
oleh
(ilustrasi) Ruas jalan raya di Kecamatan Tepus menuju Desa Sumber Wungu. KH/ Kandar.
iklan dprd
Ruas jalan raya di Kecamatan Tepus menuju Desa Sumber Wungu. KH/ Kandar.

TEPUS, (KH),– Rasanya belum kering basah bibir membicarakan kematian Syahrul, pelajar SMK asal Playen yang gantung diri. Berselang sehari saja, tepatnya, Senin, (28/5/2018) peristiwa serupa terjadi. Warga kelahiran Desa Sumberwungu, Kecamatan Tepus yang kemudian menetap bersama istrinya di Pekalongan, Alip Sudarminto, (40) menjemput ajal dengan cara yang sama.

Tindakan Alip menggemparkan suasana berbuka puasa warga Padukuhan Gude II. Ibunya sendiri, Tuminah (75) tak menyangka bahwa ucapan Alip hendak bunuh diri yang berulang kali terlontar merupakan keseriusan.

Menurut keterangan Kepala Padukuhan Gude II, Suradal, orang tua yang tak menghiraukan Alip mengaku hendak bunuh diri cukup beralasan. Sebab, kondisi Alip sedang mengalami kekambuhan gangguan kejiwaan.

“Dia memang mengalami gangguan jiwa sejak kelas 2 SMA. Sekolah tidak selesai karena sering kambuh,” tutur Suradal.

iklan golkar idul fitri 2024

Sesuai ingatannya, Alip menyandang gangguan kejiwaan sejak tahun 1995. Sepengetahuannya hampir tidak pernah keluarga membawa berobat ke dokter. Biasanya hanya diantar ke orang pintar atau dukun. Sembuh lalu kambuh lagi menjadi kebiasaan yang kerap terjadi.

Meski demikian, Alip tetap dapat melangsungkan hidup seperti orang lain pada umumnya. Ia menikahi gadis yang dicintai kemudian menetap di Pekalongan. Disaat hidup berumah tangga, Alip bekerja di pabrik teh. Cukup lama kondisinya baik-baik saja hingga Alip dikaruniai dua anak.

“Dua bulan lalu kembali ke rumah orang tua di Sumber Wungu karena kambuh. Seperti biasa ia diajak ke orang pintar atau dukun di kampung sekitar,” terang Suradal. Pengalaman dan ketidaktahuan menjadi alasan upaya medis belum ditempuh. Sebab sakit yang dialami berbeda dengan sakit fisik.

Menurut Suradal, disamping itu kondisinya memang tak begitu mengkhawatirkan. Saat tidak kambuh Alip biasa beraktivitas dan bepergian sendiri mengendarai sepeda motor. Setelah Alip merasa membaik ia ingat keluarganya di Pekalongan. Dirinya mengutarakan kasihan meninggalkan anak-anaknya terlalu lama. Ia lantas kembali ke Pekalongan.

Ternyata, hanya bertahan sekitar satu bulan, Alip kembali pulang. Kondisi kekambuhan sedikit memburuk. Alip disebut sempat mengamuk. Alip lantas berada di rumah orang tuannya selama kurang lebih hampir tiga minggu.

Seperti biasa, dukun masih menjadi andalan keluarga Alip. Tetapi karena kekambuhan Alip sedikit memburuk pihak keluarga berencana membawanya ke RS jiwa. Dorongan lingkungan sepertinya berperan terhadap niatan itu. Sayang, belum juga kesampaian Alip sudah melakukan gantung diri.

“Kalau menyampaikan niat hendak bunuh diri itu sering disampaikan. Sepertinya keluarga tak menganggap serius karena Alip mengalami gangguan jiwa,” imbuh Suradal.

Sesaat setelah Alip diketahui gantung diri, terdapat obat di kamarnya. Ternyata sebelumnya Alip baru saja berobat. Tetapi, Suradal menduga, Alip mendatangi dokter praktek umum bukan spesialis kejiwaan yang semestinya menangani kondisinya.

Terpisah, Programer Kesehatan Jiwa di Puskesmas Tepus 1, Retno Haryanti mengaku bahwa Alip belum pernah mengakses pengobatan di instansinya. Sebelumnya dirinya juga tak mendapat laporan dari kader kesehatan bahwa ada anggota masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.

“Kami sudah menyampaikan sosialisasi kepada kader kesehatan seputar kesehatan jiwa. Di dalamnya ada materi deteksi dini. Harapan kami kader dapat melaporkan ke kami jika ada warga yang dicurigai mengalami gangguan jiwa,” katanya saat ditemui di kantornya.

Dirinya menyebut, materi seputar kesehatan jiwa belum ditangkap dan dipahami dengan baik oleh kader. Memang diakui semenjak awal tahun 2018 ini kegiatan pertemuan secara khusus membahas materi kesehatan jiwa baru sekali saja dilakukan.

“Suport dana dari Dinas Kesehatan memang hanya sekali dalam setahun. Sekali dalam setahun itu sangat kurang,” jelas Retno Haryanti. Jika puskesmas secara mandiri mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut dirinya menilai cukup sulit karena anggaran yang terbatas.

Sehingga, harapan adanya sikap proaktif dari para kader kesehatan belum muncul secara maksimal. Salah satunya karena kepekaan dan pemahaman mengenai deteksi dini adanya gangguan kejiwaan. Sebagaimana kasus yang dialami Alip, pihak Puskesmas tidak akan tahu jika tidak ada laporan, terlebih Alip merupakan perantau yang lama tinggal di luar Gunungkidul kemudian belum lama datang.

Diungkapkan, data Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) termasuk pengidap epilepsi yang mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Tepus 1 ada 60 pasien. Sebagian diantaranya membutuhkan kunjungan rumah. Sementara sebagian yang lain mampu datang meminta konsultasi atau meminta obat secara rutin. Jika pasien tidak datang sendiri biasanya anggota keluarga yang berkunjung.

“Sayangnya ketersediaan obat-obatan bagi ODGJ terkadang terbatas. Sehingga mereka dirujuk ke rumah sakit,” sambung Retno. Menurutnya, hal tersebut juga merupakan kendala dalam pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat.

Pihaknya berharap ada tindak lanjut terkait rencana pengaktifan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) di Kecamatan Tepus. Dengan adanya dua puskesmas, tim bisa digabung untuk mmaksimalkan kinerja. Bahkan jika dibutuhkan pihaknya akan berusaha mendatangkan psikolog atau dokter jiwa sebagai langkah awal agar tercipta kesepahaman bersama dalam melihat ODGJ dan pentingnya menanganinya.

Sementara itu kepala Puskesmas Tepus 1, Heri Sudaryanto mengakui untuk penanganan ODGJ termasuk gantung diri puskesmas dalam hal ini dari bidang kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Namun dibutuhkan keterlibatan semua pihak. Dirinya mengklaim berbagai kegiatan sudah dilakukan termasuk penyuluhan namun belum optimal.

“Untuk itu dalam waktu dekat ini akan diadakan dukungan lintas sektoral melalui loka karya mini lintas sektoral tribulanan. Perlu komitmen bersama serta perlunya peran serta tokoh masyarakat di tingkat desa dan dusun. Kalau untuk sarana konsultasi, obat, dan rujukan sudah dilakukan,” tandasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar