Furniture Berbahan Limbah Laku Hingga Belanda

oleh -26564 Dilihat
oleh
Tukimin dengan produk Furniture berupa satu set meja kursi tamu. KH/ Kandar

SEMIN, (KH)— Siapa sangka, usaha dibidang furniture yang pernah diremehkan kini malah makin berkembang. Bahkan produk mebelair yang sarat dengan kreativitas dan inovasi rintisan Tukimin warga Padukuhan Kerdon, Desa Karangsari, Kecamatan Semin ini menembus pasar ekspor.

Saat KH bertandang, Tukimin mengaku, mulanya tak sedikit orang-orang pesimis produk mebelair yang dihasilkan dapat laku terjual. Namun karena kegigihan, dirinya membuktikan usaha yang ia rintis mampu bertahan dengan terus-menerus menerima order.

“Dahulu ada mebelair asal Jepara di sini, naum gulung tikar. Saat saya merintis ada yang pesimis,” kata lelaki yang menjabat sebagai dukuh di wilayah setempat membuka obrolan, Sabtu, (18/6/2016).

Di rumah sekaligus tempat produksinya itu, nampak tumpukan aneka mebelair siap finishing. Bahan baku belum terolah juga tersedia di sisi barat bangunan tipe limasan itu.

Beberapa pekerja terlihat sibuk. Mereka menggarap sesuai bagian pekerjaan masing-masing.

Mebelair bikinan Tukimin tak biasa. Bahan bakunya berasal dari kayu limbah dan ranting-ranting kecil.

Umumnya ranting kayu jati hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Namun, ranting-ranting itu ia buat aneka kursi dan meja bernilai artistik.

Tukimin bercerita, awal mula dibuatnya produk mebelair itu atas permintaan Walyono dan Ragil Sadari. Mereka berdua merupakan pegawai dan pekerja di perusahaan pemasar furniture di Yogyakarta.

“Saya diminta bikin sampel. Dari awal mebelair seperti ini yang dibuat,” kata Tukimin sembari menunjukkan meja oval.

Meja tersebut dibuat dari potongan ranting yang direkatkan menggunakna lem dan paku. Salah satu sisi penampang batang yang dipotong menjadi muka atas meja.

Potongan itu dijejer rapat ada media pembentuk berbahan triplek. Kemudian disela potongan kayu diisi/ dicor menggunakan bahan gypsum. Permukaannya kemudia diperhalus.

“Potongan kayu yang terdapat empulur (jawa,galih) dan gelang-gelang pada penampang batang kayu tak beraturan itu menjadi bagian yang diupayakan untuk terpampang jelas di sisi luar,” jelas dia.

Lanjut dia, olesan resin diberikan pada tahap finishing agar memberikan kesan mengkilap dan guratan kambium kayu agar lebih terlihat.

“Sejak awal permintaan produk seperti ini,” ujar Tukimin.

Meja berukuran 180 cm x 80 cm menjadi produk perdana yang ia buat. Dinilai layak jual, pesanan dari pemasar di Yogyakarta mulai datang menyusul sampel yang Tukimin kirim.

“5 bulan semenjak berdiri order semakin banyak. Kami rekrut tenaga hingga berjumlah 15 orang. Kami sempat kewalahan. Terkena denda karena tak mampu mengirim sesuai target jumlah pernah kami alami,” ujar Tukimin bangga dengan perkembangan usahanya.

Menariknya, karyawan pada usaha dibidang furniture ini lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Bahkan beberapa diantaranya masih remaja.

“Alasannya, perempuan lebih teliti dan rapi dalam menata pion/ potongan kayu. Sedangkan tugas karyawan laki-laki lebih pada tahap finishing,” imbuh dia.

Ia membayar pekerja dengan sistem borong. Adapun jasa borongan, jelas Tukimin, untuk satu unit mebel ukuran kecil sekitar Rp. 35 ribu.

Jumlah nilai borongan akan lebih tinggi lagi sesuai kerumitan dan ukuran produk.

Hasil yang diperoleh karyawan dinilai lumayan. Dalam sepuluh hari, pemasukan karyawan di tempat produksi Mebelair yang diberi nama Nunut Laku Furniture ini bisa mencapai Rp. 600 ribu.

Tukimin bersyukur, dengan jumlah penghasilan tersebut karyawan yang bekerja di insudtri mebelair yang ia dirikan sangat terbantu. Hasilnya bahkan dapat diandalkan guna pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga masing-masing.

Guna kelancaran melayani tingginya pesanan, kini Tukimin menggandeng indistri mebelair milik orang lain.

“Pesanan semakin banyak. 7 kubik bahan baku ranting kayu jati akan habis selama dua bulan. Informasi yang kami terima banyak laku ke Belanda,” tukas Tukimin. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar