SPAMDUS Tirta Raharja Pugeran Semin: Model Kemandirian Warga Kelola Air Bersih

oleh -3667 Dilihat
oleh
Tangki reservoir Spamdus Pugeran Karangsari Semin, ditempatkan di atas bukit, melayani permukiman dusun di bawahnya. Foto: Kandar.

SEMIN, (KH).- Spamdus Tirta Raharja Dusun Pugeran Kelurahan Karangsari Kapanewon Semin genap setahun beroperasi pada November 2020 ini. Pemenuhan air bersih yang dikelola secara swadaya pada tingkat dusun ini telah mampu memenuhi kebutuhan air bersih menjangkau seluruh wilayah Dusun Pugeran. Telah tersambung sebanyak 79 titik sambungan rumah tersebar pada 4 wilayah RT.

“Tinggal 2 wilayah RT yang belum tersambungkan, yaitu RT 5 dan RT 6. Itupun karena sudah ada rencana untuk kedua RT tersebut akan dibangun jaringan Spamdus sendiri. Tinggal menghitung ekonomis atau tidak. Sebenarnya kapasitas kami masih tersisa untuk kedua RT tersebut,” ujar Harsito (43), Ketua Kelompok Spamdus Tirta Raharja kepada KH, Sabtu (14/11/20).

Didampingi pengurus inti lainnya, Harsito membeberkan awal perjalanan rintisan kelompok swadaya pengelola air bersih di Dusun Pugeran. Sebelumnya, terang Harsito, Dusun Pugeran telah terlayani dengan pembangunan proyek Spamdes Karangsari pada tahun 2012 lalu.  Sayangnya, baru berusia 4 tahun, instalasi Spamdes yang mengambil air baku di Bendung Pakel (anak Sungai Oya) ini rusak dan dan tidak bisa beroperasi lagi.

Bubarnya Spamdes yang dikelola tingkat desa ini berimbas pada sulitnya warga mengakses air bersih. Warga desa yang tidak memiliki sumur dangkal benar-benar kesulitan mendapatkan air bersih. Belajar dari kesulitan mengelola air secara swadaya dalam tingkat desa tersebut, pada akhirnya lahirlah inisiatif kelompok swadaya tingkat dusun untuk mengelola kebutuhan air secara mandiri.

Kelompok swadaya di Dusun Pugeran Karangsari Semin ini jeli melihat potensi melimpahnya air tanah di wilayahnya. Dusun Pugeran diapit hulu Sungai Oya dan pegunungan di sebelah selatannya. Lokasinya memang terletak dalam pada cekungan sebelah utara imbuhan air tanah zone Gunung Panggung. Dengan bergotong-royong membuat sumur bor kedalaman 80 meter, mengangkatknya ke reservoar di bukit, dan membuat instalasi distribusi ke rumah warga, maka terbangun Spamdus yang dikelola secara mandiri.

“Untuk sumber air bersih, kami peroleh dengan melakukan pengeboran sumur dalam. Dua kali kami melakukan pengeboran, di titik pertama gagal, dan lokasi kedua sangat sukses. Air tanah kami temukan pada kedalaman 8 meter. Untuk memenuhi kebutuhan dalam lingkup dusun, kami lakukan pengeboran sampai kedalaman 80 meter, dan pompa pengangkat kami pasang pada kedalaman 40 meter,” terang Harsito.

Mengebor sumur dalam sampai 80 meter untuk mencukupi kebutuhan air hampir satu dusun 79 pelanggan air. Foto: Kandar.

“Dari titik pengeboran yang berlokasi di halaman salah satu warga dusun, air kami angkat dengan saluran pipa dan ditambung pada 2 bak tampungan di atas bukit. Kapasitas bak tampungan fiber itu 2x 5000 liter. Ketinggiannya kira-kira 40 meter dari lokasi sumur bor. Kami angkat pakai pompa sibel berkekuatan 1,5 PK, dayanya sekitar 1100 watt. Sedangkan untuk distribusi ke masing-masing sambungan rumah mengalir secara gravitasi. Tanpa pompa dorong sudah mengalir ke rumah warga pelanggan. Dan di rumah pelanggan dipasang meteran pencatat penggunaan seperti model PDAM,” lanjut Harsito.

Selama setahun berjalan, pengelolaan Spamdus secara swadaya masyarakat ini tidak menemui kendala yang berarti. Manajemen Spamdus dijalankan persis seperti model koperasi. Semua dirembug bersama oleh anggota kelompok untuk kepentingan seluruh anggota.

Pengurus Spamdus pun dibentuk oleh rapat anggota yang memilih dan menetapkan beberapa anggota sebagai pengelola. Pada saat ini kepengurusan yang telah terbentuk meliputi: Ketua Harsito (43), Sekretaris Haryanto (46), Bendahara Dwi Wahyuni (40), Teknisi Sriyanto (45), dan Pencatat Meteran Wiyanto (44). Pengurus juga didampingi Penasihat yang terdiri dari tokoh dusun setempat: Dukuh Pugeran Agus Setiawan, Pdt Anugrah Christian, Harmiaji, dan Warsito.

Bendahara Spamdus Pugeran Dwi Wahyuni menceritakan, pengelolaan air bersih secara swadaya kelompok dusun sampai saat ini berjalan lancar. Memasuki musim kemarau tahun ini pun tidak ada kendala kecukupan distribusi air ke warga yang menjadi pelanggan.

Yuni menambahkan, untuk tarif pemakaian air bersih ditetapkan berdasarkan kesepakatan warga melalui pertemuan yang rutin digelar setiap bulan. Untuk tarif yang belaku saat ini sebesar Rp 3.000,00 per m3 pemakaian ditambah biaya abonemen Rp 4.000,- per bulan untuk setiap sambungan. Tidak ada yang komplain terkait tarif yang ditetapkan tersebut, karena menurut Yuni tarifnya pun lebih murah daripada tarif PDAM atau SPAMDES yang dulu pernah beroperasi di Desa Karangsari.

Untuk tarif yang berlaku ini, Yuni menyatakan telah dihitung bersama pada saat rapat anggota. Perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan operasional kelompok yang terdiri dari: biaya tagihan listrik bulanan untuk pompa submersible, honor pencatat meter, honor pengurus, dan biaya rutin pemeliharaan instalasi.

“Pengeluaran bulanan dalam kisaran Rp 2,5 -3 juta. Yang paling besar untuk bayar listrik sekitar Rp 1 jutaan, kemudian untuk honor tenaga Cater, pemeliharaan rutin. Untuk pengurus berlima cukup Rp 250 ribu. Ini karena semua pengurus Spamdus tetap bekerja pada pekerjaan pokoknya masing-masing,” urai Yuni.

“Pengelolaan Spamdus Pugeran ini pada saat ini tidak menghitung komponen biaya investasi awal. Tidak memasukkan biaya pembuatan sumur, pembelian pompa 1,5 PK, pipa 1,5″ sepanjang 600 meter, dan 2 tangki reservoir masing-masing kapasitas 5.000 liter. Pembuatan sumur dan pengadaan peralatan hasil donasi dari berbagai pihak yang diupayakan oleh Pak Dukuh dan Pak Pdt Aan. Semua dihibahkan untuk dipakai kelompok pengguna air, sehingga biaya bulanan dapat terjangkau oleh seluruh pengguna,” tambah Yuni.

Meteran air salah satu rumah pelanggan Spamdus Pugeran. Foto: Kandar.

“Untuk pengeboran, waktu itu kami juga dibantu oleh warga yang pekerjaannya mengebor sumur. Kerja gotong royong semua warga yang menjadi pelanggan kami lakukan pada saat pemasangan pipa ke tangki di bukit dan saluran utama ke permukiman warga. Untuk setiap warga yang menjadi pelanggan ditarik biaya Rp 400 ribu untuk pemasangan sambungan rumah berikut meteran ukurnya,” imbuh Haryanto sebagai Sekretaris Spamdus.

“Setiap bulan kami melakukan pertemuan rutin anggota pelanggan air. Laporan pemasukan-pengeluaran selalu disampaikan, termasuk catatan meteran penggunaan. Pertemuan selalu dihadiri warga pelanggan. Pertemuan rutin ini ternyata menjadi wadah yang baik. Warga bisa melihat laporan keuangan secara rutin. Warga bisa mengetahui berapa kubik air yang dipakai. Ada warga yang merasa boros pengeluarannya, ternyata ketahuan lalai menutup kran air,” terang Yuni.

Yuni dan pengurus lainnya mengaku, dengan dijadikan pengurus Spamdus telah menjadikan mereka tambah pengalaman, tambah wawasan mengurus kebutuhan air sebagai kepentingan bersama. Saat ini yang dirasakan pengurus perasaan berguna, karena warga puas terhadap pelayanan Spamdus yang dikelola secara swadaya.

Pengalaman menarik lainnya seperti diungkap Harsito, ia merasa bersyukur dan bangga. Dirinya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu tidak menyangka dipercaya para anggota kelompok sebagai Ketua Spamdus. Ia menjadi tertantang untuk bekerja sebaik-baiknya menjaga keberlangsungan Spamdus swadaya ini.

Dihubungi terpisah, Pdt Anugerah Kristian yang bertugas sebagai pendeta di GKJ Pugeran Semin, selaku salah satu pembina Spamdus Pugeran ini menceritakan bagaimana membangun keswadayaan warga dalam pemenuhan air bersih di wilayahnya.

“Pertama, kami bersama warga Dusun Pugeran melihat potensi air tanah di tempat kami itu berlimpah. Tinggal bagaimana semua menyatukan kekuatan untuk membangun instalasi penyediaan air yang dapat digunakan secara bersama-sama dalam lingkup kecil sesuai kapasitas pelayanan,” terang Pendeta Aan.

“Itu awalnya, sehingga kami berani ngebor sumur, dan membangun jaringan perpipaan termasuk bak tampungannya. Modal utamanya kebersamaan warga dan ditambah donasi dari mitra jejaring telah meringankan beban warga, sehingga warga tinggal meneruskan dan menanggung beban biaya operasional bulanan. Warga senang, semua bahagia, masalah krusial air bersih terpecahkan dengan kekuatan warga sendiri,”imbuhnya.

Upaya pemenuhan air bersih secara swadaya dengan model Koperasi Spamdus ini juga telah direplikasi di beberapa daerah lainnya di Gunungkidul. Bersama mitra jejaringnya, Pendeta Aan telah mengembangkan Spamdus di 7 lokasi, yaitu: di Dusun Purwo, Dusun Kare, Dusun Kerdon, Dusun Dlisen Umbulrejo Ponjong, Pugeran Kalurahan Karangsari Kapanewon Semin, Dusun Beji Patuk, serta di Kapanewon Gedangsari.

Menurut Pendeta Aan, pemenuhan kebutuhan air bersih memang menjadi hal dasar bagi setiap warga. Menjadi semakin menarik ketika warga berhasil memecahkan persoalan memenuhi kebutuhan air secara mandiri dan memberdayakan diri baik tenaga, daya dan dana dari kocek sendiri untuk menjaga keberlangsungannya. Dirinya menekankan agar pemanfaatan air lebih diprioritaskan untuk konsumsi rumah tangga bukan untuk pertanian.

Dari keterlibatannya dalam membentuk Spamdus di Desa Beji Patuk bersama jejaringnya, ia juga mendapatkan pengalaman menarik, bahwa pengelolaan air secara swadaya membuat ikatan sosial warga menjadi lebih kuat. Ia menceritakan, di Beji Patuk ada suami-istri yang bertengkar gara-gara kesulitan keluarga mendapatkan air bersih. Setelah terbangun Spamdus yang dikelola swadaya, keluarga tersebut menjadi bersatu rukun kembali. (Kandar/Jj)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar