“Ada yang 15 persen, 17 persen bahkan 20 persen. Contoh nominal uangnya seperti di Desa Kampung mencapai Rp. 126 juta, di Bedoyo Rp. 119 juta dan lain-lain,” kata kepala Desa Ngloro ini menyebutkan contoh besarnya pemangkasan anggaran.
Dampak pemangkasan dana desa, akan ada banyak mata anggaran yang terancam tidak bisa direalisasikan. Diantaranya insentif RT, RW, dan Rois. Selain itu ada banyak lagi dampak dari pengurangan pagu anggaran yang erat kaitannya dengan program bagi masyarakat.
Senada dengan Heri, Kades Pacarejo, Suhadi menilai dana desa merupakan bahan bakar bagi roda pemerintahan. Jika dikurangi besar kemungkinan jalannya pemerintahan akan macet.
Dirinya mengungkapkan, ada Ketua RT di sebuah desa memilih mundur jika jerih payahnya tidak dihargai. RT yang tidak mendapat dana operasional akan berhenti dari jabatannya.
“Ada RT yang akan mengambalikan cap ke desa. Ini mengerikan jika terjadi di seluruh Gunungkidul,” timpal Suhadi. Bahkan, ditambahkan, konsep surat pengunduran diri saat ini sudah disiapkan.
Menanggapi keluhan itu, Ketua DPRD Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih mengaku bahwa pemangkasan anggaran dana desa merupakan bagian dari situasi tanggap darurat Covid-19. Namun demikian pihaknya berjanji akan mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait.