
WONOSARI, (KH)— Kebutuhan berbagai perlengkapan masyarakat tidak selalu dipenuhi dengan membeli yang baru apabila yang dimiliki telah rusak. Jasa perbaikan yang hadir ditengah masyarakat menjadi solusi. Menjadi pilihan sesuai ukuran kemampuan atau sengaja menerapkan kebiasaan hidup hemat.
Keinginan melayani masyarakat kalangan menengah ke bawah menjadi salah satu alasan usaha jasa perbaikan sepatu, tas dan beberapa perlengkapan masyarakat yang lain, untuk tetap dijalankan. Sejak berdiri pada tahun 1992, lelaki yang akrab dipanggil Pak Nur ketika berada di kios ini mengaku tak pernah merasa usahanya surut atau terpuruk.
Sekian puluh tahun menjalani usaha selalu saja ada permintaan perbaikan, baik sepatu, sandal dan tas. Kemudian ditambah layanan jasa lain seperti perbaikan jok mobil, kursi, ikat pinggang, dan celana jeans.
Kepaiawaiannya atas jasa yang ditawarkan didapat saat ia bekerja di salah satu industri produk tas sepatu dan aneka jahitan lainnya di wilayah Yogya. Karena industri ditempatnya bekerja mengalami kemunduran, ia memilih berhenti lalu mendirikan usaha jasa tersebut.
Lelaki yang memiliki nama asli Warsono ini tak hanya memperbaiki sepatu dan sandal, tetapi dapat pula ia membuat sepatu. “Tidak semata jasa sol atau jahit, tetapi juga mampu membuat sepatu. Saya punya acuan, atau klebut,” katanya, Kamis, (2/3/2017) sembari menunjukkan benda berbentuk mirip kaki sebagai dasar ukuran dan bentuk sepatu atau sandal.
Selain melayani jasa di kios kecil kawasan ‘Penmas’ Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, dirinya juga melayani pembuatan tas dalam jumlah banyak. Karena keterbatasan tempat maka mesin dan pegerjaan pesanan partai besar akan dilakukan di rumahnya, di padukuhan Duwet, Desa Duwet, Kecamatan Wonosari.
Pelanggan yang biasa mempercayakan perbaikan sepatu, sandal dan tas datang dari profesi yang cukup beragam, mulai dari petani hingga para pegawai di sejumlah kantor instansi di seputar Wonosari.
“Dalam sehari dapat menyelesaikan 15 pasang sepatu atau sandal, serta beberapa jahitan perbaikan tas. Di kios saya dibantu dua orang yang masih ada hubungan kekerabatan,” terangnya.
Untuk imbalan atas jasa jahit yang diberikan ia mematok harga antara Rp.10 hingga 15 ribu, atau lebih tinggi jika ada penggantian bagian sepatu atau sandal. Sedangkan jasa pembuatan sepatu sangat beragam, harga ditentukan dari bahan dasar kulit dan ukurannya. Harga berkisar mulai dari Rp. 350 ribu, Rp. 750 ribu hingga Rp. 1 jutaan.
Ditanya suka duka melayani pelanggan, lelaki dua anak ini menyampaikan, terkadang ada pelanggan yang menggerutu mengenai harga yang dianggap terlalu mahal. Pelanggan membanding-bandingkankan harga sepatu atau sandal apabila beli baru malah jauh lebih muran dan sebagainya.
Hal tersebut tak membuatnya kecewa, ia tetap berusaha ramah untuk tetap melayani, bertahan atas usaha yang dirintis. Tak sekalipun ada niat berganti profesi. Sebab, ia akan memulai dari nol lagi apabila menjalani usaha yang baru.
“Dari usaha yang saya jalankan bisa membiayai anak hingga SMP dan SMA patut saya syukuri,” katanya lagi.
Tradisi sosial, budaya masyarakat desa dirasa begitu berpengaruh terhadap pendapatan Warsono. Sudah menjadi rutinitas, banyak pelanggan memsaukkan sepatu, tas atau barang lain untuk diperbaiki, namun ketika memasuki bulan-bulan baik untuk melangsungkan aneka hajatan, waktu pengambilan aneka barang mengalami kemunduran atau lebih lama, paling tidak setelah musim hajatan selesai. (Kandar)