Menurut keterangan Aji, proses bunting kelinci ini cukup singkat, yaitu hanya sekitar 1 bulan. Satu induk kelinci bisa beranak 5 sampai 10 ekor. Harga jual anakan kelinci sesudah sapih usia 45 sampai 60 hari laku dengan harga Rp 100 ribu. Dengan pemeliharaan yang baik nanti ketika umur 3 bulan Kelinci Kelinci bisa berbobot 2,5 sampai 3 kg dan dijual sebagai pedaging Rp 45 ribu per Kg kelinci hidup.
Jenis kelinci yang dikembangbiakkan sebagai pedaging adalah jenis New Zeland, Hayla, dan Haykul. Harga berbeda lagi ketika kelinci dijual sebagai indukan. “Satu ekor bisa mencapai harga Rp 500 ribu, tapi memang harus pandai pandai dan teliti memilih calon indukan yang bagus, yang tidak bagus dipakai indukan ya saya jual sebagai pedaging,” ujarnya.
Produk lain dari budidaya kelinci ini adalah urine dan kotoran kelinci. Menurut penelitian memang urine kelinci ini sangat bagus sebagai bahan dasar POC (Pupuk Organik Cair). Sistem kandang Kolektif yang di rancang Aji ini secara otomatis di buat untuk bisa mengalirkan dan mengumpulkan urine kelinci. “Satu hari terkumpul 20 liter urine, dan saya menjual per liternya 2 ribu rupiah. Saya juga mengolah sendiri urine kelinci ini dengan tekhnik fermentasi, saya jual per 1,5 liternya 15 ribu rupiah,” terangnya.
Harga POC yang dijual oleh Bumi Kayangan Farm ini tergolong sangat terjangkau dibanding harga POC produk pabrik yang dijual dengan label organic. “Saya pribadi punya keinginan, agar petani bisa membeli produk pupuk organik yang harganya masuk akal dan terjangkau, sehingga ke depan para petani bersemangat untuk bertani dengan sistem organik, dan secara bertahap mengurangi penggunaan pupuk kimia,” harap dia.
Dengan populasi sebanyak ini, Aji mengaku masih kewalahan melayani pesanan pasar, khususnya untuk Kelinci pedaging. Ada 3 pedagang tetap yang tiap bulan mengambil Kelinci secara rutin di Bumi Kayangan Farm, menurut cerita Aji, ada seorang pengepul daging Kelinci di Jogja yang tiap bulannya membutuhkan 1 ton daging Kelinci. “Permintaan pasar masih belum bisa tercukupi, rata-rata peternak Kelinci belum berskala besar, bahkan masih sekedar hoby atau sampingan,” kata Aji lagi.
“Di rumah saya memelihara 15 indukan, tapi jenis Kelinci hias, bukan Kelinci pedaging,” kata Anto (29), warga Regedek, Kapanewon Tepus. Saat KH datang kebetulan Anto bertandang ke Bumi Kayangan Farm siang itu. Dirinya berniat belajar serius tentang peternakan kelinci kepada Aji.
Tampak Anto sangat tertarik dengan obrolan soal peternakan kelinci ini. Menurut Anto peternakan kelinci ke depan sangat bagus prospeknya. “Saya yang cuma memelihara 15 indukan sebagai sampingan, per bulan bisa menghasilkan Rp 1,2 juta dari hasil menjual anakan kelinci hias,” imbuh Anto. Dia menjelaskan, bahwa penjualan kelincinya kebanyakan lewat online.
Setelah 3 tahun berjalan dengan segala pasang surutnya, BUMI KAYANGAN FARM yang di rintis oleh Satria Aji ini tampak semakin mantab di jalur peternakan. “Ke depan saya akan kembangkan ke bidang pertanian, peternakan unggas dan perikanan kolam, Integrited Farming. Sesuai slogan Bumi Kayangan Farm ini, akan saya terjemahkan ke praktek usaha pertanian terpadu, dimana setiap sektor baik itu pertanian, peternakan dan perikanan akan saling mendukung keberadaanya,” ujar Aji penuh optimis.
Aji bersemangat dan optimis memaparkan tentang usaha peternakan berorientasi pada profit. Walau sebenarnya usaha apapun memang berorientasi keuntungan, tapi dengan progres yang jelas, inovatif, profesional dan selalu belajar, maka hasilnya akan berbeda,. Sektor pertanian, peternakan, perikanan yang di Gunungkidul ini masih sebatas profesi sampingan, jika dikelola secara profesional tentu akan menjadi sebuah usaha yang berprospek cerah. “Saya sebagai pendatang sangat optimis, Gunungkidul walau terkenal daerah kering, tapi mempunyai iklim dan cuaca yang sangat bagus untuk usaha semacam ini,” tukasnya mengakhiri obrolan dengan KH siang itu.
[Edi Padmo]