Pertengahan 2021, 22 Peristiwa Bunuh Diri Terjadi di Gunungkidul

oleh -271 Dilihat
oleh
tali
ilustrasi. Dhadhung, kala, jerat, tali. KH/WG

GUNUNGKIDUL, (KH),– Hingga pertengahan tahun 2021, di Gunungkidul telah terjadi 22 kali peristiwa bunuh diri. Data tersebut disampaikan oleh Kasubaghumas Polres Gunungkidul, Iptu Suryanto.

“Jumlahnya telah mendekati angka kasus bunuh diri selama 2020. Tahun lalu ada 29 peristiwa bunuh diri,” terang dia, Rabu (14/6/2021).

Rinciannya, dari 29 peristiwa itu, 26 diantaranya dilakukan dengan cara gantung diri, sementara 3 lainnya meminum racun.

Adapun peristiwa terakhir pada tahun ini terjadi pada Senin (14/06/2021) lalu. Warga di Kapanewon Semin ditemukan pada sore hari oleh saudara dan tetangganya gantung diri di atap rumah.

“Rumah pelaku sekaligus korban berjenis kelamin perempuan itu masih dalam kondisi gelap gulita meski hari beranjak malam. Saksi-saksi lantas curiga. Saat hendak masuk semua pintu dalam kondisi terkunci,” terang Iptu Suryanto.

Setelah saksi mendobrak pintu, perempuan berusia 56 tahun itu ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.

Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan ke pihak Polsek setempat. Petugas yang datang bersama pihak medis kemudian melakukan pemeriksaan.

Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemuka tanda-tanda penganiayaan. Peristiwa kematian warga tersebut kemudian disimpulkan murni akibat bunuh diri.

Dari penelusuran pihak Polsek setempat, korban pernah bercerita kepada saksi bahwa korban sedang dilanda kesusahan. Korban merasa sedang banyak pekerjaan, namun tidak ada orang yang membantunya.

“Bahkan korban pernah bercerita kepada saksi bahwa korban berkeinginan untuk mati,” imbuh Iptu Suryanto.

Dalam kesempatan berbeda, Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengklaim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) telah berusaha menekan angka bunuh diri.

“Kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi telah dilakukan untuk mengkaji fenomena tersebut,” ungkap dia.

Pihaknya mengakui, penanganan fenomena tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Selain bunuh diri, dirinya mengaku ada persoalan lain yang berusaha ditangani, yakni perseraian dan pernikahan dini.

Dalam sebuah kesempatan, Psikiater RSUD Wonosari, dr Ida Rochmawati Sp. KJ mengungkapkan, bunuh diri sering dijumpai pada mereka yang menderita gangguan mental. Prosentase terbesar dari gangguan itu adalah gangguan depresi (80%). Gangguan yang lain yakni berupa skizofrenia (10%), gangguan demensia dan delirium (5%). Sementara 25% lainnya memiliki ketergantungan dengan alkohol dan memiliki diagnosis ganda.

Lebih jauh disampaikan, untuk gangguan depresi, ada 3 gejala utama dan 7 gejala tambahan.

“Murung sepanjang waktu, kehilangan minat, dan mudah lelah, itu 3 gejala utamanya,” jelasnya.

Adapun untuk gejala tambahannya, diantaranya yakni; rasa bersalah, merasa tidak berguna, pandangan masa depan suram, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gangguan tidur, gagasan/perbuatan yang membahayakan diri, dan gangguan pola makan.

“Gejala depresi bisa dideteksi lantas dapat pula dilakukan upaya-upaya untuk menurunkan kondisi depresinya,” ujarnya. (Kandar)

***

Catatan Redaksi:

  1. Ayo bantu ringankan beban dan pulihkan keluarga terdampak bunuh diri, dan berhentilah mencemooh, mengolok-olok atau menghujat orang/keluarga penyintas dari bunuh diri. Kejadian bunuh diri adalah peristiwa kemanusiaan dan problema kita bersama, dapat menimpa siapa saja tanpa memandang status sosial, pendidikan, agama, jender, dan atribut-atribut lainnya.
  2. Ayo bantu cegah bunuh diri di Gunungkidul dengan cara peduli kondisi fisik dan kejiwaan anggota keluarga, sanak saudara, dan sesama. Berikan bantuan kepada sesama yang memerlukan dukungan permasalahan kejiwaan atau kesejahteraan mental.
  3. Menyambungkan sesama yang membutuhkan pertolongan problema kejiwaan dengan layanan kesehatan terdekat (Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit) atau layanan konseling kepada pemuka masyarakat dan pemuka agama setempat dapat menjadi upaya preventif mencegah bunuh diri.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar