“Caranya adalah melakukan penyerapan yang maksimal. Disimpan dulu supaya tidak turun ke pasar dalam waktu yang sama. Petani dapat menjual saat nanti harga tidak terlalu murah,” himbau Gatot kepada petani.
Selain itu, pemanfaatan ke sektor lain dari hasil panenan jagung juga diyakini mampu menjaga kestabilan harga jagung.
“Tidak hanya sebagai pakan ternak saja tetapi untuk bahan industri dan pangan. Saat ini penggunaan jagung makin luas,” ujar Sumardjo Gatot Irianto menambahkan.
Diungkapkan, sebagai upaya membela patani dalam tataran nasional, kebijakan impor akan dipertimbangkan untuk tak dilakukan, namun tentu saja jumlah produksi dalam negeri harus berlebih.
“Kita penginnya ekspor. Tahun lalu sudah ekspor 380.000 ton. Semoga nanti meningkat hingga 500.000 ton,” harap Gatot.
Sementara itu, Ketua Gapoktan Desa Getas, Widadi melaporkan, lahan di Desa Getas yang telah ditanami jagung seluas 341 Ha. Untuk lahan yang ditanami benih jagung bantuan pemerintah seluas 190 Hektar.
“Hasil panen pada tahun ini dari benih bantuan pemerintah yakni 8,14 Ton per hektar,” ungkap Widadi.
Dengan begitu total perolehan panen jagung bantuan pemerintah sebanyak 1.522,66 Ton. Apabila dijual berdasar harga saat ini yakni Rp. 4. 000 tiap kilogram maka akan diperoleh hasil hasil sekitar Rp. 6. 090.640.000.
“Tapi tadi harga sudah turun, mudah-mudahan harga jagung batas limitnya pada kisaran Rp. 2.000 tiap kilogram,” jelas Widadi.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Gunungkidul, Badingah, menilai Kelompok Tani adalah penyokong utama dalam ketahanan pangan di Indonesia atau khususnya di Kabupaten Gunungkidul.
Dia berharap kinerja kelompok tani benar-benar dapat meningkatkan produksi pertanian, sebab pertanian merupakan penyokong pendapatan terbesar. Di luar itu karena pertanian juga menjadi tulang punggung sektor ekonomi warga di Gunungkidul.
“Pemerintah akan berusaha menfasilitasi para petani di Kabupaten Gunungkidul,” tandasnya. (Kandar)