Mujiyana kemudian bergeser masuk dengan cara ngesot. Kakinya tampak lemah tak berotot. Setelah dia membetulkan posisi duduk di atas bantal, kami memulai obrolan.
“Kabar baik, tapi kaki saya kambuh lagi. Lemah tak bisa lagi buat jalan,” demikian Mujiyana membuka percakapan.
Mujiyana merupakan Ketua Forum Komunikasi Disabilitas Gunungkidul (FKDG). Dia menjabat sebagai ketua pada kepengurusan periode ke dua.
Menurut kisah yang diceritakan lelaki berusia 47 tahun ini, mulanya ia bukan merupakan disabilitas. Mujiyana memiliki aktivitas bekerja dan mengelola rumah makan Padang. Pengalamannya bekerja di rumah makan Padang membuat beberapa pemodal mempercayakan pengelolaan rumah makan kepada dirinya.
Pemodal umumnya berasal dari kenalan atau kolega sedaerah. Orang yang percaya dan menjalin kerjasama sudah tahu kemampuan Mujiyana menjalankan bisnis kuliner. Sebagian yang lain merupakan pemilik lahan atau kios yang dijadikan tempat membuka rumah makan Padang.
“Yang bekerjasama ada yang sepenuhnya menyediakan modal, ada yang modal ditanggung berdua. Ada pula yang menyediakan lahan saja, saya yang modal dan mengelola. Jadi setiap kerjasama beda-beda bagi hasilnya. Ada yang 50%-50%, ada yang 60%-40%, atau 90%-10%,” rinci Mujiyana.
Tak hanya memperoleh keuntungan sebagai pengelola, Mujiyana masih mendapatkan hasil sebagai penyuplai bahan olahan menu masakan Padang.
Kini ada tiga lokasi rumah makan Padang yang dikelola. Di Sambipitu, di Patuk, dan di jalan Parangtritis, Kretek Bantul. Selama ini, dia juga yang menyuplai segala kebutuhan bahan olahan rumah makan. Mulai dari sayuran, cabai, bumbu, santan kelapa, beberapa jenis lauk terutama ikan air tawar dan lain-lain.
Selama mengelola rumah makan, ia pulang-pergi naik motor. Kesehatannya mulai menurun dirasakan sekitar tahun 2002. Gejalanya seperti masuk angin namun kategori berat. Setiap ‘nglaju’ dan kena angin, selalu sakit. Stamina benar-benar ia rasakan menurun drastis.
“Langsung ke dokter spesialis saraf. Dikasih obat dan fisioterapi. Seiring berjalannya waktu, stamina semakin melemah. Memasuki bulan ke 4 semenjak gejala terjadi, saya berhenti kerja dan berobat ke RS Sardjito. Di sana bahkan sakit saya diteliti oleh beberapa dokter, mencari tahu jenis sakit apa yang menyerang saya,” ungkap bapak dari 3 anak ini.
Diungkapkan Mujiyana, titik terang mengenai misteri yang melumpuhkan kakinya ketemu setelah ada kunjungan dari dokter RS Cipto Mangunkusuma Jakarta. Hasil lab menunjukkan di sumsum tulang belakang ada serangan penyakit, yamg kemudian disebut dengan istilah GBS. Kata dokter, sakit diakibatkan oleh virus.
Dalam literatur, Guillain-Barre Syndrome (GBS) merupakan sebuah penyakit autoimun yang cukup langka. Seharusnya, sistem imun melindungi tubuh manusia dari berbagai serangan penyakit. Namun dalam kondisi ini, sistem saraf perifer yang berfungsi sebagai pengendali gerakan tubuh justru mengalami gangguan akibat serangan sistem imun. Dalam kondisi parah, penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan.
“Sebulan dirawat di RS Sardjito, saya putuskan pulang dan menjalani pengobatan alternatif. Banyak yang saya tempuh dengan mengununjungi pengobatan alternatif di berbagai tempat,” tutur Mujiyana.
Tahun pertama sakit, saya menjalani pengobatan ke Jakarta, Purwakata hingga Banten. Banyak metode yang ditempuh termasuk diruqyah.
Genap 100 hari, yang semula berangkat berobat tidak bisa jalan, Mujiyana bisa pulang sendiri naik bus dan mampu berjalan. Ia merasakan kesehatannya kembali pulih setidaknya 80 persen. Tiap hari di rumah ia bersikeras agar kemampuan berjalannya kembali sempurna. Tiap hari dirinya berlatih dan memaksa mengajak tubuhnya berjalan. Rutin tiap pagi serta saat waktu senggang.
Sangat rutin Mujiyana melatih fisik agar mampu berjalan. Tiap hari rutinitas berjalan dilakukan mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB. Kemudian dilanjut dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Kadang di sekitar rumah dan komplek, terkadang juga di lapangan.
Dua tahun melatih fisik, ia merasakan kesehatannya membaik meski tak sempurna. Dia mengaku masih sangat beruntung, sebab pihak medis pernah meragukan kesembuhannya saat sakit Mujiyana cukup serius. Dimana tubuhnya menjadi kurus kering bahkan kemampuan berbicaranya nyaris hilang.
“Tetapi karena semangat dan dukungan keluarga, saya kembali bisa berjalan. Saya punya kenangan, selama melatih diri berjalan, anak pertama kebetulan juga sedang berlatih berjalan. Kami pun bareng sama-sama bisa jalan. Anak bisa jalan, saya juga bisa jalan,” sambung Muiyana.
Dia bersyukur mampu melewati cobaan yang berat selama dua tahun. Dirinya kemudian memutuskan untuk kembali bekerja dan mengelola rumah makan Padang. Selepas sekitar 10 tahun, sakit Mujiyana kambuh lagi. Tepatnya sekitar tahun 2013. Kembali selama dua tahun ia istirahat total sembari menjalani pengobatan dan terapi yang tiada henti.
Selepas dua tahun, Mujiyana bisa kembali aktif mengelola bisnis kuliner. Karena durasi perawatan cukup lama, ia kemudian kenal dengan kelompok penyandang disabilitas. Mujiyana mengaku sebelumnya dirinya tak menyadari bahwa sebetulnya telah masuk kategori penyandang disabilitas. 2015 Mujiyana lantas resmi bergabung ke fkrum dengan anggota penyandang disabilitas. Mujiyana lantas aktif berkegiatan di forum tersebut baik di tingkat kalurahan, kapanewon hingga kabupaten.
Keaktifan dan segenap kapasitas yang dimiliki, membuatnya dipercaya menjadi ketua Forum Komunikasi Disabilitas Gunungkidul (FKDG) pada tahun 2018. Banyak program yang telah dijalankan. Lebih-lebih untuk sekup kalurahan. Berbagai kegiatan usaha perekonomian telah dirintis oleh penyandang disabilitas. Mujiyana sepenuh hati meluangkan waktu berkegiatan bersama forum sembari menjalani rutinitas pekerjaan mengelola rumah makan.
Untuk forum disabilitas tingkat kalurahan, Mujiyana dan anggota kelompok bernama Mitra Mandiri telah merealisasikan program pemberdayaan melalui berbagai rintisan bidang usaha. Ada peternakan kambing, lele, lebah madu, dan olahan aneka makanan. Ada juga kerajinan rajut benang, keset kain perca, mainan limbah kayu, dan aneka mebelair.
Semenjak rutinitasnya lebih banyak di rumah akibat kekambuhan, Mujiyana bersama istri juga merintis usaha katering. Pesanan pun cukup banyak ia terima. Yang diingat momentum kebajiran order terjadi saat Pemilu 2019 lalu.
Mujiyana aktif mendorong rekan seperjuangan untuk tak menyerah. Meski kondisi memaksa ‘berbeda’ dengan orang pada umumnya, dirinya meminta anggota forum tak bermental peminta belas kasihan. Motto dan prinsip hidup tersebut ia tuangkan dalam pemilihan nama kelompok, yakni Mitra Mandiri.
“Kami ajak agar semua bisa mandiri. Pedoman saya, jangan cari pekerjaan, tetapi kerjakan apa yang bisa dilakukan. Tulus saja bekerja, nanti hasilnya pasti ada,” tandas dia penuh semangat.
Lagi-lagi terkait kapabilitas dan konsistensi Mujiyana dalam menjalankan usaha, di berbagai paguyuban dia menempat posisi penting. Seperti misalnya di Majelis Taklim Masjid setempat, dia menempati posisi koordinator bidang perekonomian. Bentuk usaha yang dijalankan yakni peternakan kambing sistem gaduh. Kemudian di kelompok tani hutan lebah madu, dia dipercaya sebagai ketua bidang pemasaran. Lalu di kelompok tani Wukir Mulyo ia dipercaya menjadi bendahara.
“Kebetulan di sini dicanangkan sebagai kampung madu. Dengan adanya kelompok tani hutan lebah madu, sedikit banyak mampu mendatangkan tambahan pemasukan bagi masyarakat umum serta diantaranya penyandang disabilitas dari hasil berjualan madu,” papar lelaki ramah ini.
Selain sibuk di berbagai paguyuban serta mengurus rumah makan padang, ia masih aktif mencoba berbagai jenis usaha secara mandiri. Mujiyana juga iseng menjadi pemasar tungku bara asal Lampung. Setiap bulan dia bisa jual antara 10-15 tungku dengan metode pemasaran online.
Kini, Mujiyana mengalami kekambuhan yang ke tiga. Sekitar setahun terakhir dia sulit berjalan. Dia berharap diberi kesempatan sembuh mampu berjalan kembali.
Meski terdapat momentum Hari Disabilitas International (HDI) yang jatuh tiap tanggal 3 Desember, dia meminta maklum kepada seluruh anggota FKDG dan segenap forum serupa yang lain atas tidak terselenggaranya seremoni peringatan. Selain dukungan dari lembaga terkait yang minim karena dampak Pandemi, situasi juga memaksa agar berbagai kegiatan masyarakat untuk dibatasi sementara waktu. Penyelenggaraan seremoni peringatan HDI oleh forum yang ia ikuti hanya akan diselenggarakan pada 19 Desember untuk tingkat kapanewon.
“Saya serahkan sepenuhnya kepada anggota atau komunitas lain yang akan menggelar peringatan secara mandiri. Kami turut bangga mendengar ada yang menggelar peringatan dengan aksi donor darah. Mari bekerjasama sesuai bidang masing-masing, meski ada hambatan pandemi kegiatan organisasi mari kembali diaktifkan lagi kita songsong 2022,” ajak dia. (Kandar)