GUNUNGKIDUL, (KH),– Peternak di Gunungkidul banyak yang resah. Pasalnya, pasca wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak utamanya sapi, kini muncul dan marak lagi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD). Masyarakat secara umum menyebutnya penyakit lato-lato. Penyakit ini sudah muncul di Gunungkidul beberapa waktu lalu.
Penyebutan nama penyakit dengan sebutan lato-lato tersebut nampaknya menyesuaikan gejala yang dialami ternak. Yakni timbul benjolan bulat-bulat atau nodul-nodul yang keras di kulit pada hampir seluruh bagian tubuh ternak.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Retno Widyastuti menyampaikan, sapi di Gunungkidul yang terserang LSD sudah cukup banyak. Update terakhir pada 26 April 2023 lalu saja jumlah yang terkena mencapai ratusan.
“Jumlah kumulatifnya 543 ekor, lalu kasus aktifnya 539 ekor,” rinci dia, Rabu, (3/5/2023).
Dia pun memprediksi, jumlah terbaru saat ini dipastikan lebih banyak dari data yang dihimpun pada jelang akhir bulan lalu tersebut.
Adapun jumlah kasus LSD terbanyak ada di Kapanewon Ngawen. Total ternak di Kapanewon Ngawen yang terkena LSD mencapi 220 ekor. Lantas terbanyak ke dua berada di Kapanewon Nglipar dengan jumlah ternak terkena LSD mencapai 81 ekor.
“Nanti akan di-upadate lagi. Yang dilaporkan ke kami sejumlah itu,” terang Retno.
Dia menambahkan, dari data ternak yang terkena LSD, 4 diantaranya dilaporkan mati.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Wibawanti menambahkan, pihaknya telah berusaha melakukan serangkaian upaya pencegahan.
“Dinas sudah melakukan sosialisasi. Termasuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ke peternak,” tuturnya.
Tak hanya itu, pemberian disinfektan berikut menjaga lalu lintas ternak di pasar hewan dan pengobatan ternak terkena LSD juga dilakukan.
Ketua Kelompok Ternak Ngudi Rejeki di Kalurahan Wareng, Ngadiyono mengungkapkan, ternak sapi milik anggotanya tergolong aman dari LSD.
“Sapi milik anggota kami hanya 1 yang tertular, tetapi di seluruh Kalurahan Wareng, Wonosari cukup banyak, paling 30-an ekor ada,” ungkap Ngadiyono melalui sambungan telepon.
Bagi peternak, dampak serius munculnya LSD dirasakan. Utamanya terkait anjloknya harga ternak usai terkena LSD.
“Jatuhnya bisa 40 persen jika dibanding harga ternak yang sehat. LSD sangat merugikan peternak,” keluhnya.
Ngadiyono berharap dinas terkait ambil tindakan pencegahan secara serius. Sebab, selama ini peternak di wilayahnya belum merasakan kehadiran pemerintah melalui dinas terkait.
“Peternak mengupayakan secara mandiri pengobatan ternak dengan meminta bantuan pengobatan ke dokter hewan,” tukasnya. (Kandar)