Mantan Sekda Gunungkidul: Pembongkaran Patung Pengendang Kurang Hargai Bupati Terdahulu

oleh -6430 Dilihat
oleh
Pengendang
Peresmian patung Pengendang oleh Bupati Badingah pada 2019. (Istimewa)

GUNUNGKIDUL, (KH),— Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Gunungkidul, Budi Martono ikut berkomentar mengenai rencana penataan kawasan kota Wonosari, utamanya pada ruas salah satu pintu masuk ke pusat pemerintahan Gunungkidul.

Komentar lebih ditujukan pada rencana penggantian patung pengendang di Bundaran Siyono.
Budi Martono tidak mempersoalkan pemilihan icon yang akan didirikan berupa Tugu Tobong Gamping sebagai pengganti Patung Pengendang. Hanya saja dia menilai pemilihan tempat saja yang butuh dikaji ulang.

“Tobong Gamping dipilih tidak masalah, sebab punya hubungan sejarah dan perekonomian Gunungkidul. Hanya saja bagi saya perlu pertimbangan soal pemilihan tempatnya,” kata Budi saat dihubungi, Rabu, (13/4/2022).

Tobong Gamping, sambung Budi, punya makna filosofi, antara lain kerja keras dan gotong royong. Usaha tambang rakyat itu juga menjadi bagian dinamika masyarakat Gunungkidul bertahan hidup sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan.

“Kalau dibuat tiruan pakai semen, maknanya bagaimana. Icon yang sekaligus bisa sebagai edukasi sepertinya lebih baik dibangun seperti aselinya di kawasan Stone Garden atau taman batu di Mulo, Wonosari. Bisa juga di kawasan Jalan jalur Lintas Selatan (JJLS),” kata dia memberi opsi pertimbangan tempat.

Selain tugu Tobong Gamping ada banyak icon yang dapat dijadikan penanda dan lambang yang mewakili ciri khas Gunungkidul. Misalnya seputar pertanian, hasil bumi berupa ketela, belalang, sinden, dan lain-lain.

Perihal icon dengan tujuan tata kota Budi lebih cenderung memilih icon futuristik. Icon budaya dia sebut sudah banyak berdiri.

“Contoh yang futuristik misalnya bentuk yang kami gagas berupa globe di sebelah timur Pemkab, bentuknya globe harapannya ya Gunungkidul mendunia. Wujud nyatanya misalnya geopark diakui Unesco,” terang Budi.

Dia melempar tanya, mengenai pemilihan wujud icon itu melibatkan ahli atau usulan seseorang saja? Menurutnya ada banyak peluang yang bisa ditempuh Pemkab guna menentukan icon, bisa menggandeng seniman, budayawan atau dewan budaya, arsitek bahkan ahli di Institut Seni Indonesia (ISI).

Panjang lebar dia berpendapat, ketidaktepatan soal tempat pendirian Icon Tobong juga perlu dilihat dari aspek keselamatan lalu lintas. Titik Bundaran Siyono merupakan jalur padat. Perlu dipertimbangkan pula jangan sampai keberadaanya menggangu pandangan pengendara dari berbagai arah yang bertemu di titik itu.

“Sebelum dibangun patung Pengendang, dulu icon yang lebih dulu terbangun mendapat peringatan Polres soal keleluasaan pandangan pengendara. Maka setelah dibangun patung pengendang dibuat agak tinggi demi aspek keselamatan lalu lintas,” beber Budi.

Hal lain yang mesti dipertimbanhkan, tugu Pengendang belum lama dibangun. Sayang jika dibongkar. Setidaknya menghormati bupati terdahulu sekaligus menghargai CSR lembaga layanan keuangan yang membiayai pembuatannya.

“Kalau memang sudah diketok atau diputuskan, bisalah dialihkan tempatnya. Sayang patung Pengendang sudah diterima masyarakat, banyak apresiasinya serta maknanya. Itukan juga penghargaan buat alm Mas Manthous,” tegas Budi. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar