Lewat Jalan Desa ini, Pengguna Mesti Bayar Pemeliharaan Jalan

oleh -
oleh
iklan dprd

TANJUNGSARI, kabarhandayani,– Banyak jalan alternatif menuju destinasi wisata pantai di Gunungkidul. Salah satunya adalah simpang 3 sebelah selatan Kantor Kepala Desa Kemadang yang berada di Padukuhan Tenggang Desa Kemadang. Selama musim libur lebaran minggu lalu, jalur jalan alternatif dengan status sebagai jalan desa ini banyak digunakan oleh para wisatawan.
Hasil penelusuran KH, jalur jalan desa ini memang tembus ke pertigaan jalan menuju Pantai Sepanjang. Wisatawan yang melalui jalur jalan desa ini memang tidak akan menemui pos Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) wisata pantai dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
Banyaknya kendaraan yang melewati jalan desa menuju pantai ini nampaknya memunculkan inisiatif warga untuk memungut sejumlah uang terhadap kendaraan yang lewat. Bahkan, pungutan terhadap kendaraan yang lewat ini telah disahkan pemerintah desa setempat melalui Peraturan Desa Kemadang Nomor 2 tahun 2009 tentang Pemeliharaan Jalan Desa.
Pos pemungutan terhadap pengendara ini terletak di Padukuhan Ngasem Desa Kemadang. Sejumlah warga menempati gardu ronda untuk menunggu kendaraan lewat. Sebuah portal atau palang jalan juga terlihat di lokasi tersebut. Saat KH berkunjung ke lokasi pungutan, palang jalan tersebut selalu pada posisi terbuka.
Jumlah pungutan yang dikenakan yang tertera pada karcis yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Kemadang tersebut yaitu Rp 10 ribu untuk sepeda motor dan Rp 20 ribu untuk kendaraan roda empat. Karcis untuk sepeda motor berwarna putih sedangkan karcis untuk kendaraan roda empat berwarna kuning. Pada karcis tersebut juga tertera tulisan tentang tentang Perdes yang mengatur pungutan ini.
Pungutan ini sangat jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tarif retribusi resmi di TPR. Terutama tarif mobil, di tempat ini setiap mobil hanya dipungut Rp 20 ribu. Berapa pun jumlah penumpang dalam mobil, bahkan mini bus sekalipun tetap dipungut Rp 20 ribu. Sedangkan di TPR resmi penghitungan tarif dihitung berdasarkan jumlah penumpang, di mana setiap penumpang dikenakan tarif Rp 10 ribu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh KH dari sejumlah warga yang melakukan pemungutan uang terhadap pengemudi kendaraan, pengelolaan pemungutan ini dikelola oleh warga yang melibatkan 3 Padukuhan, yaitu Padukuhan Nglaos, Padukuhan Ngasem, dan Padukuhan Pucung. Hal ini dilakukan karena jalan alternatif ini melalui 3 padukuhan tersebut.
“Sistemnya bergiliran jaganya, tiap padukuhan diambil 7 orang. Kalau hasilnya selama liburan ini ada sekitar Rp 2 juta,” jelas seorang pemungut.
Ia menambahkan, penghasilan yang didapatkan tidak menentu karena pemungutan ini dilakukan dengan alasan untuk pemeliharaan jalan. Namun ia juga mengakui mendapatkan sejumlah uang dari hasil pungutan ini.
Terkait hal ini, Sutono, Kepala Desa Kemadang mengakui telah mengesahkannya dengan Perdes. Ia menganggap hal ini bukan sebuah pelanggaran karena merupakan suatu kearifan lokal yang ditujukan untuk kesejahteraan warganya dan pemeliharaan jalan.
“Saya rasa tidak menyalahi aturan karena tidak ada yang dirugikan. Kalau lewat TPR kan pastinya juga bayar sedangkan lewat situ tidak bayar karena tidak ada TPR,” kata Sutono, Sabtu (2/8/2014).
Ia menambahkan, jalan yang dilalui jalur ini merupakan jalan kampung yang perawatannya dilakukan oleh warga setempat. Contoh pemeliharaan jalan dilakukan adalah pembersihan area jalan dari rumput penggangu serta perawatan cor blok.
Pungutan tersebut, menurut Sutono, bukan sebuah penarikan retribusi menuju destinasi wisata pantai, “Hanya untuk perawatan (jalan). Yang dikenai bukan hanya turis kok tapi kendaraan seperti truk pengangkut kayu yang lewat juga kena,” imbuhnya.
Terkait pembagian hasil pungutan, Sutono menyatakan belum ada aturan yang jelas. Selama ini belum dibuat semacam besaran atau prosentase pembagian hasil pungutan antara warga dengan Pemerintah Desa Kemadang,
“Yang ke desa juga ada, nanti kalau ada sisa upah pungut baru diberikan ke desa atau langsung untuk perbaikan jalan. Intinya banyak yang ke jalan,” katanya.
Terkait dengan adanya pungutan kepada pemakai jalan desa ini, KH belum mendapatkan pernyataan resmi dari satuan kerja terkait dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Namun, berdasarkan penelurusan referensi peraturan terkait, adanya inisiatif dari warga yang melakukan pungutan kepada pemakai jalan desa dengan dasar Perdes ini perlu penelaahan mendalam agar tidak menabrak logika dan langkah kontraproduktif dalam pembangunan industri pariwisata di Gunungkidul.
Mengingat bahwa jalan desa adalah bagian dari fasilitas publik, yang penyelenggaraannya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah sesuai UU Nomor 38 Tentang Jalan, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta peraturan lainnya yang terkait. (Maryanto/Jjw). 

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar