Kalurahan Siraman Menjadi Tempat Penanda Penarikan Pasukan Belanda dari Yogyakarta

oleh -3385 Dilihat
oleh
kundha kabudayan
Kepala Bidang (Kabid) Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman Kundha Kabudayan Gunungkidul, Sigit Pramudyanto. (KH/ Kandar)

WONOSARI, (KH),– Gunungkidul menjadi salah satu dari sekian wilayah yang pernah menjadi saksi beberapa peristiwa besar bagi Republik Indoesia (RI) dalam upaya mempertahankan kedaulatan.

Salah satu peristiwa penting era kemerdekaan yang pernah terjadi di Gunungkidul, tepatnya di Kalurahan Siraman yakni penarikan pasukan Belanda pasca Agresi Militer Belanda II.

Kepala Bidang (Kabid) Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman Kundha Kabudayan Gunungkidul, Sigit Pramudyanto mengungkapkan, penarikan pasukan Belanda yang upacara simbolisnya dilaksanakan di Siraman tersebut belum banyak diketahui publik.

Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta itu dilangsungkan pada tanggal 29 Juni 1949. Kemudian penarikan secara serentak setelah dimulai dari selatan lalu ke utara hingga keluar dari Yogyakarta.

“Indonesia diwakili Sultan HB IX selaku Menteri Negara dan Keamanan RI, lalu Belanda diwakili oleh Kolonel Dirk Reinhard Adelbert Van Langen,” kata Sigit saat ditemui Kamis, (20/5/2021).

Keterwakilan Raja Yogyakarta saat upacara penarikan pasukan Belanda itu juga atas mandat Presiden Soekarno. Gubernur DIY saat itu diberi wewenang atas penerimaan kembali kekuasaan sepenuhnya, baik sipil maupun militer atas Daerah Istimewa Yogyakarta dari tangan Belanda dan mengatur pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.

Sigit bersama tim dari Kundha Kabudayan megaku belum lama ini juga melakukan penelusuran. Ada pengakuan warga yang rumahnya memang pernah disinggahi Sultan HB IX pada tahun 1949. Singgahnya Sri Sultan HB IX tersebut diduga bertepatan dengan peristiwa penarikan pasukan Belanda.

Selain temuan lapangan, ada tiga literatur yang menyebutkan penarikan Belanda dilaksanakan di Siraman, diantaranya Buku Replika Sejarah Perjuangan Rakyat Yogyakarta, Buku Kedua (1987); Peranan Desa dalam Perjuangan Kemerdekaan, Studi Kasus Keterlibatan Beberapa Desa di DIY Periode 1945-1949 (1992).

“Serta Buku Keterlibatan Ulama di DIY Pada Masa Perang Kemerdekaan Periode 1945-1949 (2000),” ungkap Sigit.

Sebagaimana diketahui, serangan Agresi Militer Belanda II menyasar Yogyakarta termasuk Gunungkidul. Sebab, pada masa itu ibu kota Indonesia berada di Yogyakarta.

Peristiwa di Siraman selain penting juga dianggap punya skala nasional. Namun sayangnya, belum begitu populer. Seperti misalnya masuk dalam pelajaran sejarah di dunia pendidikan.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kundha Kabudayan Gunungkidul, Agus Kamtono mengaku tak mudah mencari data lengkap atas peristiwa bersejarah era kemerdekaan itu.

“Akan berkoordinasi dengan Pemda DIY Termasuk mencari bukti-bukti pendukung yang kuat,” katanya.

Pihaknya berharap, kelak ada perhatian dan pengakuan dari pemerintah atas peristiwa besar itu. Bahkan jika perlu dibuat penanda atau pendirian monumen peringatan di Siraman. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar