Harga kedelai terus-menerus mengalami kenaikan. Hal itu turut mengancam keberlangsungan para pengrajin Tahu Tempe.
Menurut seorang pengrajin Tahu Tempe, harga kedelai terus naik per kilogramnya, dari Rp9.000 menyentuh angka Rp11.000 dan diprediksi pada puncaknya nanti, Mei 2022, akan mencapai Rp15.000. misalnya harga kedelai dari Rp11.000 menjadi Rp15.000 pengrajin Tahu Tempe akan mengalami kesulitan.
Hal itu bisa terjadi karena Tahu Tempe sudah tidak mungkin lagi ukurannya dikecilkan, sementara bila harga dinaikan, konsumen akan memilih belanja makanan lain. Bila harga tempe dinaikan Rp1.000, dari Rp8.000 jadi Rp9.000, dari Rp9.000 jadi Rp10.000 itu tidak mungkin. Dari pada beli tempe Rp10.000 lebih baik konsumen memilih opsi lain, telur misalnya. Hal Ini yang bisa bikin (pengrajin Tahu Tempe) gulung tikar.
Posisi pengrajin Tahu Tempe saat ini bagai makan buah simalakama. Apabila jual tempe murah akan rugi, sementara jual mahal, banyak saingan, akan ditinggalkan konsumen.
Bahkan, menurut Pengrajin Tahu Tempe, tidak perlu harga Kedelai sampai Rp15.000 per kilogram, harga Rp14.000 saja membuat para pengrajin Tempe kolaps. Karena itu, mereka berharap pemerintah bisa menekan harga.
Ada beberapa solusi untuk mengatasi tingginya harga Kedelai, diantaranya:
Pertama, dengan menanam kedelai sendiri. Meski punya tantangan yang sulit, namun budidaya Kedelai sendiri patut untuk dicoba diimplementasikan.
Political Economic and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan Indonesia tidak memiliki teknologi se-canggih Amerika Serikat (AS) dan Brazil untuk memproduksi kedelai sendiri.
Menurutnya, akibat metode budidaya yang kalah canggih, imbasnya harga kedelai lokal lebih tinggi dari kedelai impor.
Sebagaimana yang terjadi selama ini, kedelai produksi sendiri harganya selalu kalah bersaing dengan kedelai impor.
Namun setidaknya, saat harga kedelai impor juga naik, kedelai lokal dapat menjadi pilihan pengrajin olahan Tempe dan Tahu. Jika konsisten, lama-lama konsumen juga akan terbiasa dengan harga tempe yang disesuaikan dengan harga bahan baku, yakni sedikit lebih tinggi dengan harga Tempe dan Tahu selama ini.
Solusi kedua, Pemerintah memberikan subsidi ke petani yang bersedia memproduksi kedelai. Subsidi juga dapat diberikan ke pengrajin tempe dan tahu. Bersamaan, pemerintah serius mengupayakan teknologi budidaya kedelai agar menyamai dengan teknologi di Amerika.
Dengan begitu, lama-lama kelak kita bisa menghindari dampak kalau harga komoditas internasional naik. Dua langkah tersebut jika konsisten dilaksanakan dapat menjadi solusi jangka panjang terhadap ketergantungan kita pada kedelai impor.
Sebagai informasi, kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton. Sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahunnya. Untuk mencukupi kebutuhan nasional, pemerintah kemudian melakukan impor.
Penulis: Adriana Winarti, Drs Andhi Dwi Nugroho, M.M. (Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta)