dr. Ida Rochmawati, Cara Bijak Menyikapi Kecanduan Internet dan Gadget Bagi Anak

oleh -7936 Dilihat
oleh
Ilustrasi kecanduan internet. Sumber: internet.

WONOSARI, (KH)— Smartphone/Tablet, merupakan alat yang muncul di Era Digital. Alat-alat tersebut, kini begitu dekat dengan kehidupan siswa dan anak sejak kecil. Namun, tahukah, aktifitas apa yang siswa/anak lakukan dengan alat-alat tersebut?, Seringkali kita tidak tahu atau tidak mau tahu. Tidak punya waktu dan sibuk, sering jadi alasannya. Game yang tidak baik dan konten Porno seringkali muncul tanpa disadari, di smartphone/ televisi/ tablet milik mereka.

Selaku guru/orang tua, mungkin baru sadar, jika siswa/anak sendiri tiba-tiba berubah sikapnya. Menjadi pemurung, senang menyendiri, tidak percaya diri, sering berbohong, dan sederet sikap-sikap kurang baik lainnya, muncul jika siswa/anak sampai pada tahap kecanduan terhadap apa yang ada di smartphone/televisi/tablet mereka.

Sebenarnya, Internet dan alat-alat tersebut, dengan pemahaman dan bimbingan yang tepat, bisa digunakan untuk menunjang proses belajar siswa/ anak. Sayangnya, kebijakan melarang smartphopne (HP cerdas) di lingkungan sekolah, ikut andil membonsai fungsi tersebut. Kemudian, siswa/anak bereksplorasi mandiri, bebas lepas tanpa pemahaman dan bimbingan yang tepat, sampai akhirnya pada tingkat kecanduan. Jika sudah seperti ini, lantas langkah bijak apa yang harus dilakukan, selaku guru atau orang tua, untuk menjaga agar siswa/anak tidak sampai kecanduan.

Berkaca dari fenomena di atas, Psikiater dr. Ida Rochmawati, Sp. KJ dalam sebuah Seminar yang diselenggarakan Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang mengulas pengaruh “Gadget dan Internet” beberapa waktu lalu berbagai ilmu, langkah bagaimana menyikapi anak yang kecanduan gadget. Ia mengajak melihat dengan perspektif yang bijak bukan sekedar mencari kesalahan tapi mencari penyebabnya, bukan sekedar “merampas” gadget tapi mencari substitusi dan solusi.

Dalam pembahasannya, dr Ida menjabarkan mengenai seluk beluk otak manusia, Otak memiliki semacam narkoba alami yakni neurotransmitter dopamin dan endorphin yang memberikan efek senang.

“Pengeluaran neurotransmitter tersebut distimulus bila seseorang melakukan hal yang berpestasi, menantang ataupun menyenangkan seperti menggunakan rokok, zat adiktif dan “bermain” gadget,” kata dia beberapa waktu lalu.

Sambung dia, Dengan bermain gadget, neurotransmitter tersebut bisa keluar dengan mudah tanpa harus berprestasi atau melakukan sesuatu yang menantang, akibatnya otak menjadi malas dan produktivitas berkurang.

Gadget dan Distress

Ia menilai, remaja sekarang banyak mengalami distress akibat stresor psikososial, orang tua dan guru sering melihat distress sebagai kenakalan ketika perilaku anak tidak sesuai dengan harapan dan norma etika pada umumnya.

“Mereka merasa tidak mengerti, tidak diterima dan merasa sendirian. Gadget seolah menjadi teman baik yang bisa mengerti dirinya, merasa diterima dan menjadi tempat melarikan diri dari realita yang menyakitkan,” urai dokter RSUD Wonosari dan RS PKU Muhammadiyah ini.

Disebutkan cirri-ciri anak atau pelajar yang mengalami kecanduan Gadget, diantaranya; 1. Gelisah bila tidak memegang gadget (termasuk ke kamar mandi, tidur dan sebagainya), 2. Dorongan untuk selalu memainkan perangkat gadget, 3. Menjadi lebih mudah marah bila dipisahkan dari gadget, 4. Rela melakukan apa saja demi gadget, 5. Menghabiskan sebagian besar harinya bersama gadget dari pada melakukan aktivitas yang produktif.

Bagaimana cara mengatasinya?

Berdasar dari tinjauan ilmu psikologi, beberapa hal ini dapat dilakukan untuk mengatasi kecanduan gadget, pertama cari penyebab bukan sekedar menyalahkan, lalu diskusikan jalan keluar bersama (keluarga, sekolah), buat kesepakatan bersama, berikan aktivitas pengganti.

“Dampingi, libatkan kelompok sebaya dan jika perlu meminta bantuan ahli,” ulasnya.
Perlu meminta bantuan ahli, ia merinci apabila kecanduan menyebabkan, gangguan emosional dan ledakan emosi, mengalami gangguan tidur, penurunan prestasi belajar yang nyata, fungsi peran dan social, serta erdampak pada gangguan fisik.

Instropeksi bagi semua pihak perlu dilakukan perlunya memperhatikan serius hal-hal berikut agar gadget tidak berpengaruh buruk bagi generasi muda, adanya teladan, kualitas waktu, sistem sosial yang bergeser, dekadensi moral, serta aspek religi tak boleh dikesampingkan. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar