WONOSARI, (KH) — Pesatnya perkembangan potensi wisata yang dimiliki Gunungkidul, kian menggugah semangat desa untuk mendukung program pembangunan daerah dengan mengembangkan potensi wisata. Pada Tahun 2017 mendatang, Desa Baleharjo, Kecamatan Wonosari, mengaku optimis mampu melaksanakan pembangunan pusat rekreasi terpadu di atas tanah kas desa seluas 8 hektare.
Kepala Desa Baleharjo, Agus Setyawan, menjelaskan, pusat rekreasi ini rencananya menjadi pusat rekreasi terbesar di Indonesia yang menggabungkan beberapa konsep tempat rekreasi di Indonesia, seperti Jatim Park di Jawa Timur. Dalam hal ini pihak desa menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dan telah melakukan komunikasi intensive dengan pemerintah derah. Dalam komunikasi tersebut, menurutnya pihak pemda mendukung konsep pembangunan, untuk kemudian meminta ijin dari Gubernur.
“Setelah mendapat dukungan dari Pemkab, kita kemudian meminta ijin kepada gubernur, karena menggunakan tanah kas desa, dan dengan adanya pihak ketiga harus dengan ijin dahulu. Nanti setelah mendapat ijin dari Gubernur, kemudian kita langsung mengurus segala ijin pembangunan di kabupaten. Saya yakin, ketika pemda sudah mendukung, provinsi akan lebih mendukung dengan menelurkan izin,” ucapnya, Sabtu (17/10).
Ia menjelaskan, pusat rekreasi ini disebut sebagai lokasi wisata alternatif untuk memecah padatnya wisatawan di kawasan pantai dan Pindul. Dengan adanya rencana pembangunan pusat rekreasi, pihak desa optimis proyek besar tersebut dapat menyerap sekitar 700 hingga 800 tenaga kerja yang merupakan warga Baleharjo dan sekitarnya. Tak hanya itu kerjasama ini. Menurut Agus, akan memberi sumbangan besar bagi kas desa hingga Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Ketika nanti sudah 20 tahun (biasanya masa kontrak), maka tempat rekreasi itu akn menjadi milik desa dengan syarat kemampuan SDM bisa mengelola tempat rekreasi tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Disbudpar Kabupaten Gunungkidul, Harry Sukmono, menjelaskan, rencana pembangunan lokasi itu bisa menjadi bentuk diversifikasi dan destinasi wisata baru Gunungkidul. Meski demikian, selain dari sisi pariwisata, harus dilihat pula apakah pembangunan sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Gunungkidul.Tidak hanya itu, diharapkan efek dari pembangunan lokasi wisata bisa memberikan efek domino bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar.
“Posisi kita [Disbudpar] sebagai pembina kegiatan wisata untuk proses penerbitan Tanda Daftar Usaha Pariwisata,” tuturnya.
Agus menjelaskan, ada sedikitnya empat pembangunan titik rekreasi di atas lahan 8 hektare tersebut, seperti wahana air yang berupa floating market bersampan, kolam pemancingan, panggung seni budaya, dan snorkling. Lalu, titik lainnya, yakni wahana petualangan yang berupa zona energi, zona listrik, zona air, dan zona dirgantara. Titik lainnya, yakni wahana outbond yang berupa go car, flying fox, taman burung, green house dan sebagainya. Sementara satu titik sisanya, merupakan lahan parkir yang cukup menampung bus pariwisata. (Maria Dwianjani)