Ciee, Lansia Gunungkidul Yang Lahir Sebelum Indonesia Merdeka Ini Menikah

oleh -9928 Dilihat
oleh
Pernikahan dua lansia Mitro Wiyono dan Sutinah di Desa Bendung, Semin, Gunungkidul. foto: ist.

SEMIN, (KH),– Asmara tak mengenal batas usia bukanlah mitos. Di Desa Bendung, Kecamatan Semin, Gunungkidul, sepasang lansia jatuh cinta satu sama lain. Hubungan tersebut lantas diikat melalui ikrar pernikahan.

Mitro Wiyono warga Dusun Widoro Lor berusia cukup lanjut. Penuturan Kabag Kesra Desa Bendung, Sukirno, mempelai pria, Mbah Mitro lahir tahun 1927 atau berusia sekitar 92 tahun. Sementara pasangannya, berasal dari tetangga dusun yakni Mbah Sutinah, usiannya mencapai 79 tahun. Jelas, keduanya telah lahir sebelum Indonesia merdeka.

“Cinta keduanya timbul ketika Mbah Sutinah sering minta kayu bakar kepada Mbah Mitro. Kebetulan Mbah Mitro tukang kayu,” ujar Sukirno, Jum’at, (28/6/2019).

Sukirno cukup tahu awal mula hubungan kakek dan nenek tersebut. Sebab ia merupakan tetangga Mitro Wiyono. Diceritakan, Mitro Wiyono merupakan kakek sebatang kara. Istrinya sudah lebih dulu meninggal dunia. Begitu pula dengan Sutinah, pasangan hidupnya juga telah tiada cukup lama. Lain dengan Mitro, Sutinah tinggal dengan anak angkat.

Rasa cinta yang dirasakan Mitro nampaknya begitu besar. Mitro bertekad bulat hendak mempersunting pujaan hatinya, Sutinah.

“Mbah Mitro datang ke rumah minta tolong agar saya menyampaikan kepada anak angkat Mbah Sutinah terkait niat hendak menikahi Mbah Sutinah,” terang Sukirno.

Awalnya Sukirno sempat ragu, sebab ada kemungkinan anak angkat Mbah Sutinah menolak. Namun permintaan Mitro Wiyono tersebut tetap disanggupi. Sukirno datang menemui anak angkat Mbah Sutinah. Ia mengaku bersyukur, sebab anak angkat Mbah Sutinah memperbolehkan. Sementara nenek Sutinah tak pikir panjang lagi, ia menerima lamaran dengan penuh bahagia.

Menjadi aparatur desa, Sukirno merasa bertanggungjawab untuk membantu mencari segala kelengkapan administrasi dan syarat-syarat pernikahan keduanya. Terlebih keduannya bukan dari keluarga yang berkecukupan.

“Mbah Mitro sempat khawatir mengenai pembiayaan-pembiayaan. Tetapi kami berunding dengan warga untuk memberikan dukungan. Saat hendak melangsungkan akad pernikahan, juga ada warga yang bersedia mengantar menggunakan mobil menuju Kantor Urusan Agama (KUA) Semin,” papar Sukirno.

Pernikahan keduannya bukanlah hal yang biasa. Banyak warga tertawa geli. Tidak sedikit ada yang iseng bercanda saat keduanya diantar ke KUA. Salah satu warga menakut-nakuti bahwa pernikahan akan gagal karena Mbah Sutinah tak mampu mengucapkan akad nikah.

“Saat diledek bahwa pengucapan akad nikah sulit sehingga memungkinkan pernikahan gagal, Mbah Sutinah sempat menangis. Rupanya tidak sadar diajak bercanda,” ucap Sukirno sembari tertawa.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar