TEPUS, (KH),– Tiga buah mobil terparkir di bibir pantai Sundak, kawasan wisata pantai wilayah Kapanewon Tepus, Gunungkidul. Sekilas hal itu merupakan pemandangan rutin dan biasa. Akan tetapi ternyata rombongan mobil ini merupakan rombongan traveler. Mereka sedang melakukan perjalanan keliling indonesia.
Mereka menamakan komunitasnya sebagai Camper Van Indonesia. Laiknya berkemah yang menggunakan tenda, mereka menyulap mobil yang dikendarai menjadi sebuah rumah berjalan. Interior mobil dirubah menjadi Karavan. Di dalamnya terlihat fasilitas dan ruang-ruang yang biasa ditemukan di dalam rumah, dari tempat tidur, dapur, sofa, ruang makan, hingga kamar mandi.
Camper Van Indonesia adalah sebuah komunitas traveler yang menjadi trend akhir-akhir ini. Traveler ala mereka sudah bukan sebagai hobi lagi, tapi sudah menjadi sebuah gaya hidup. Hal ini bisa dilihat dari durasi waktu mereka yang sangat lama dan jauh saat melakukan trip perjalanan.
Seperti yang diungkapkan oleh Anton (49), bersama istrinya Mimi (49), warga Tangerang, Jawa Barat. Dia dan istrinya sudah melakukan perjalanan ribuan kilometer keliling Indonesia selama hampir 11 bulan dengan menggunakan sebuah minibus bekas angkutan karyawan yang dia sulap menjadi sebuah rumah berjalan.
“Sejak muda hobi kami Traveling, Camping ataupun menjelajah tempat-tempat baru,” ujar Anton, Rabu (1/9/2021) saat ditemui di pantai Sundak, Kapanewon Tepus, Gunungkidul. Singgah di pantai Gunungkidul merupakan bagian dalam perjalananannya keliling Indonesia.
Anton kemudian banyak cerita tentang keputusannya dan istri untuk menjadi Campeter. Menggunakan mobil minibus modifikasinya menjadi sebuah rumah lalu dia bawa ke mana-mana.
Pensiunan Konsultan jasa keuangan ini mengaku benar-benar menikmati pilihan hidup yang dijalaninya bersama istri. Selama 11 bulan keliling Indonesia, sudah ratusan tempat yang mereka singgahi.
“Kita sudah ke Sumatra, Bangka, Belitung, Sulawesi, Lombok, Bali dan yang lainnya. Di setiap tempat baru yang kami kunjungi, kami menemukan banyak hal yang asyik dan menyenangkan,” lanjutnya.
Saat disinggung soal biaya selama perjalanan, Anton mengaku bahwa dia menggunakan uang tabungan yang dikumpulkannya selama bekerja dengan istrinya.
Saat dia memutuskan pensiun, kesenangannya dalam hal traveling bersama istri kemudian dia wujudkan total menjadi Campeter dan bergabung dengan komunitas Camper Van Indonesia.
“Saya memulai petualangan ini sejak tahun 2019, waktu itu saya putuskan untuk berhenti kerja dan menikmati hidup dengan melakukan perjalanan keliling Indonesia,” sambung Anton.
Dengan model rumah yang bisa dibawa ke mana-mana ini, menurut Anton ada banyak keuntungan, salah satunya adalah hobi traveling mereka menjadi lebih irit.
“Beda jika umpama kita liburan biasa seminggu di Bali, biaya makan di restoran dan menginap di hotel hitungannya lebih mahal. Tapi, dengan membawa rumah begini, biaya sehari-hari dapat lebih irit. Kalau soal makan dan tidur, kita di rumah juga belanja dan makan, sama seperti hidup di mobil, pengeluaran paling besar ya paling untuk beli solar,” lanjut Anton panjang lebar.
Menurut cerita Anton, di rumahnya di Bogor, dia memiliki dua orang anak. Yang besar sudah S3 dan bekerja, yang kecil baru selesai menempuh pendidikan S1.
“Prinsip keluarga kami, saya sebagai orang tua hanya akan memberikan warisan ilmu kepada anak-anak. Mereka mau sekolah setinggi apapun akan kami biayai, tapi kami tidak memberikan warisan yang berupa harta kepada anak anak,” ungkapnya.
Lanjutnya, kalau warisan harta bisa habis jika salah mengelola, tapi kalau warisan ilmu, itu tidak akan pernah habis. Bahkan bisa digunakan untuk mencari harta melebihi orang tuanya.
KH sempat diajak masuk ke rumah mobil mereka. Tampak Mimi istri Anton sedang menyiapkan makan siang, sembari membersihkan ruangan-ruangan di dalam rumah mobil.
“Mari makan siang, saya memasak menu sayur lodeh,” kata Mimi ramah mempersilahkan KH masuk ke rumah mobil mereka.
Wanita yang menginjak usia hampir setengah abad ini masih tampak segar dan cantik. Usai masak Mimi kemudian menyiapkan makan siang di meja makan sembari membereskan ruangan. Sesekali dia juga mengecek cucian yang berada di dalam mesin cuci. Sesekali menengok sayur asem yang masih berada di atas kompor. Kegiatan yang umum dilakukan oleh ibu rumah tangga yang beraktivitas di dalam rumah setiap hari.
“Saya juga jago nyopir lho, saat bapak capek dan butuh istirahat, saya yang nyopir Karavan,” terangnya sambil tertawa.
Mobil Minibus, bekas angkutan karyawan tahun 1993 yang dulunya dibeli Anton seharga Rp20 juta ini memang sudah didesain sedemikian rupa. Sehingga betul-betul sudah menjadi rumah. Kebutuhan akan air, baik untuk memasak, minum, mencuci, mandi, disuplay dari penampungan air berujud pipa besar yang ditempatkan diatas atap mobil.
Sementara untuk kebutuhan listrik, Anton menyiapkan dua buah Genset. Uniknya di depan bamper mobil bagian depan, Anton memasang sebuah baling baling cukup besar, yang terus berputar terkena angin pantai.
“Fungsi baling-baling ini untuk pengisian accu, jadi accu mobil tidak tekor saat digunakan untuk mengecash HP, atau memutar audio musik. Walaupun posisi mobil dalam keadaan berhenti tidak menyala mesinnya,” terang Anton lagi.
Anton mengaku, dia menghabiskan dana sekitar Rp200 juta untuk membuat rumah mobilnya. Dana yang lumayan banyak itu dipakai untuk mendekorasi dan merestorasi ruangan di dalam mobil, sehingga betul-betul mirip rumah.
Dia juga membawa sebuah motor trail. Motor diletakkan di bagian belakang mobil. Motor dia gunakan untuk menjelajah atau orientasi medan jalan, sebelum rumah mobilnya dibawa masuk ke suatu tempat yang terpencil.
“Kalau di jalan tol, baling-baling ini berputar sangat kencang, sehingga mobil pak Anton bisa terangkat dan terbang, berubah menjadi pesawat,” seloroh Umbu Tedi (29), yang disambut dengan tawa.
Umbu Tedi, pria berbadan besar yang berasal dari Bogor ini adalah salah satu rombongan Camper Van Indonesia yang ikut singgah di pantai Sundak. Umbu juga menyulap mobil Hi-Ace miliknya menjadi rumah berjalan seperti mobil Anton. Dalam perjalanan ini Umbu bersama istri dan dua anak-anaknya yang masih kecil.
“Kalau saya baru sekitar tiga minggu, meninggalkan rumah dan hidup di Karavan. Saya baru saja dari Bali,” terang Umbu.
Pria yang bekerja sebagai desainer Karoseri kendaraan ini membawa seluruh keluarganya. Anak pertamanya masih duduk di kelas tiga Sekolah Dasar, dan yang kecil masih TK. Sementara istrinya bekerja di sebuah perusahaan luar negeri tapi berbasis online.
“Selama perjalanan, saya dan istri masih bisa bekerja online, anak-anak juga sekolah sistem daring,” imbuh Umbu.
Anton dan Umbu menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan saat ini bukan sekedar hobi lagi. Tapi sudah sebagai pilihan hidup. Mereka mengaku, dari perjalanan yang mereka lakukan, diperoleh kepuasan batin yang luar biasa.
“Hidup harus dinikmati, kita mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Mengenal banyak ragam orang dan suku, serta pengalaman-pengalaman baru yang luar biasa,” terang Anton dan Umbu bergantian.
Terkait masa PPKM yang diterapkan di Indonesia, Anton dan Umbu mengaku bahwa dalam perjalanan, kadang memang mereka tidak bisa memasuki suatu kota atau tempat karena terhalang aturan.
“Saat ada penyekatan, ya kita manut saja. Mundur dulu, berkemah dulu, saat penyekatan bubar, baru kita masuk. Yang penting kita melengkapi diri dengan surat kesehatan dan taat prokes,” terang Anton sambil tertawa.
Menurut Anton dan Umbu, catatan dan dokumentasi perjalanan selalu mereka rekam dan dibagikan di grup media sosial mereka, yaitu grub FB Camper Van Indonesia. Group medsos komunitas tersebut beranggotakan sekitar 45 ribu yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dari grup itu mereka bisa saling berbagi informasi tempat yang baru saja dikunjungi juga bisa janjian, atau ketemu dengan anggota lain yang kebetulan sedang melakukan trip di tempat yang sama.
“Tempat-tempat di Indonesia itu sangat luar biasa, salah satu contohnya adalah Gunungkidul ini. Tapi kami masih punya satu keinginan, yaitu keliling dunia dengan mobil rumah kami dengan membawa nama Camper Van Indonesia,” pungkas Anton dan Umbu. (Edi Padmo)