KARANGMOJO, (KH),– Lapak sekaligus bangunan berbahan papan berukuran tak seberapa berada di sudut lahan. Lapak yang persis berada di pinggir jalan itu dimanfaatkan menggelar dagangan buah pepaya. Sementara di belakang pada lahan yang cukup luas aneka tanaman buah berjejer rapi. Demikian yang KH lihat saat mengunjungi kebun buah sehat di Kalurahan Ngawis, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul. Kebun tersebut di buat oleh Binol Jambo. (57).
Warga asal Sulawesi Utara ini berani merintis kebun buah di tanah Gunungkidul. Tak tanggung-tanggung, lahan pertama yang ia kembangkan luasnya mencapai 1,2 hektar. Ini proyek kebun pertama yang dimulai sekitar dua tahun lalu. Ia namankan kebun buah sehat karena sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida.
Saat ditemui di kebun miliknya belum lama ini ia berujar bahwa potensi kebun buah di Gunungkidul menjanjikan. “Kata siapa di Gunungkidul tak cocok untuk pengembangan buah?” tanya dia bermaksud menegaskan potensi tanah Gunungkidul punya keunggulan untuk pengembangan buah.
Berdasar pengamatannya kandungan kalium pada tanah di Gunungkiul cukup baik. Bagi buah, kandungan kalium dalam tanah itu mampu membuat rasa buah manis dan gurih.
Potensi tanah itu menjadi salah satu alasan dia kembali menyewa tanah di dua lokasi berbeda yang cukup luas untuk pengembangan buah.
Di lahan-lahan tersebut ia menanam pepaya, jeruk, jambu air, jambu biji, nangka, alpukat, anggur dan srikaya. Dalam tahap uji coba ia juga menanam puluhan nanas. Nanas yang ia tanam didatangkan dari Perancis. Ia yakin Nanas nanti juga cocok dikembangkan, sebab kondisi tanah di Gunungkidul memiliki karaktristik dengan daerah asalnya yang menjadi pengembangan nanas skala besar.
Adapun jumlah pohon buah yang ditanam saat ini mencapai hampir 10 ribu pohon. Untuk beberapa jenis buah terdiri dari beberapa varietas. Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan air di lahan kebun buah miliknya ia manfaatkan sumur bor. Agar efektif dalam penyiraman, Binol menerapkan sistem irigasi menggunakan selang khusus.
“Selama 2 tahun saya andalkan pupuk organik dan mikroba organik dari Jepang,” ujar lelaki yang belum lancar berbahasa jawa ini.
Setiap kali bertemu banyak orang, Binol selalu menyampaikan keberaniannya meninggalkan kebiasaan dan ketergantungan terhadap penggunaan pupuk kimia. Terhadap seluruh kebun buah miliknya ia hanya gunakan pupuk organik. Dari situlah memicu lahirnya jejaring dengan tokoh-tokoh di Gunungkidul yang memiliki spirit sama, yakni tidak tergantung pupuk kimia. Komunitas bernama Paguyuban Petani Pangan Sehat Gunungkidul kemudian terbentuk.
Binol ungkapkan, selama ini hasil panen ia jual di lapak yang berada di pinggir lahan pertama yang ia kembangkan. Selain itu panenan buah miliknya terserap oleh para pedagang buah. Jika saja ada buah yang belum terjual hingga membusuk, maka Binol akan memprosesnya menjadi pupuk organik. Menjual pupuk organik ini tak kalah menguntungkan dari hasil menjual buah.
“Salah satu impian saya, kelak di berbagai destinasi wisata akan kami buat kebun skala kecil sekaligus tempat menjual buah hasil panen tanah Gunungkidul,” harap Binol. (Kandar)