Pihak UGM memberikan bibit pohon Nangka agar dikelola masyarakat. Dalam kerjasama itu ada MoU antara BUMDes Jatiayu dengan DLHK DIY selaku pemilik lahan.
“Sudah sejak 3 tahun lalu. Untuk menambah nilai manfaat atas kerjasama itu pengelola berniat menjadikan kawasan hutan sebagai rest area. Maka dibuatlah nama rest area Sekar Gama,” kata Pugut.
BUMDes membangun beberapa fasilitas. Namun karena tak optimal, secara swadaya kelompok pengelola lantas berusaha melengkapi satu demi satu.
Diterangkan, kelompok pengelola telah membangun sarana WC dan kamar mandi serta Mushola. Beberapa diantaranya mereka juga sudah membangun lapak. Disebutkan, ada 50 pendaftar yang masuk dalam anggota pengelola akan mendirikan lapak usaha guna mendukung fasilitas rest area.
”Baru 12 lapak yang berdiri dan membuka usaha menyediakan aneka pilihan kuliner. Ada tempat minum kopi semacam kafe, warung sate kelinci, warung mie ayam dan bakso, warung lesehan dengan berbagai menu, penjual es buah dan lain-lain,” rinci Pugut.
Sejak dibuka cukup banyak pengendara yang melintas di jalan Karangmojo-Semin menyempatkan mampir. Mereka sebagian besar merupakan wisatawan atau pelaku perjalanan yang berasal dari sektor timur Gunungkidul, seperti Sukoharjo Klaten, Solo dan sekitarnya.
Suasana sejuk, nyaman dan kawasan parkir yang luas menjadi daya tarik bagi para pengunjung. Sayangnya, pasca pandemi COVID-19 muncul yang diikuti berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka pengendalian virus, rest area Sekar Gama kembali sepi.
“Jarang sekali yang singgah dan jajan. Kami berharap pandemi berakhir kemudian usaha kami kembali hidup. Saat ini cukup jarang ada yang mampir karena memang kunjungan ke destinasi wisata sangat dibatasi,” terang Pugut.
Pugut dan anggota lain masih punya optimisme, bahwa kelak kondisi usaha akan membaik kembali dengan turunnya penularan COVID-19.
“Rencana ke depan akan kami tambahi fasilitas dengan konsep wisata alam dan permainan, ada flying fox, out bond, wahana bermain anak dan lain-lain,” tukas Pugut. (Kandar)