WONOSARI, (KH) — Tewasnya seorang pekerja yang tengah melakukan penggalian sebuah goa di Padukuhan Seropan, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, berbuntut panjang. Berbagai pendapat mencuat. Salah satunya dari pemerhati goa dan penjelajah dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Bagus Yulianto.
Bagus beranggapan informasi terkait pemanfaatan goa di bentang alam Gunungkidul belum dipahami masyarakat. Informasi yang di dalamnya termasuk cara pemanfaatan goa dan potensi terjadinya kecelakaan, apabila digali. Ia menjelaskan tahapan sebuah gua menjadi objek wisata, edukasi atau tujuan lainnya perlu diawali dengan pemetaan gua, perencanaan dan pemanfaatan.
“Dari pemetaan tersebut, warga bisa mengetahui potensi serta daya dukung gua, bahkan ancaman bahaya yang bisa muncul dari dalam gua. Sementara dalam perencanaan, dari hasil pemetaan, bisa diketahui langkah pemanfaatan seperti apa yang cocok di gua tadi. Apakah menjadi objek wisata seperti yang ada di Gua Pindul, atau konsep lainnya,” jelasnya.
Disamping itu, Bagus juga menyayangkan pemerintah daerah maupun provinsi yang dianggap belum memberikan informasi jelas kepada masyarakat tentang pemanfaatan potensi wisata tersebut. Ini yang kemudian menjadikan masuk ke sebuah Pokdarwis itu penting bagi orang yang akan mengembangkan gua menjadi objek wisata. Dari sana ada pendampingan, dan ada saran yang masuk dari pihak yang paham mengenai gua, agar pemanfaatan gua tidak malah menjadi musibah.
“Toh, ketika masuk ke Pokdarwis, atau berbarengan dengan Pokdarwis yang sudah ada, bukan berarti ada keinginan, lalu tidak bisa [diwujudkan],” terangnya.
Ia lebih lanjut memaparkan, bahwa merubah formasi gua, bukanlah tindakan yang dibenarkan. Bahkan mengambil batuan yang ada di dalam tubuh guapun, harus dipertimbangkan. Setiap gua memiliki struktur geologi yang khas.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Kabupaten Gunungkidul, Saryanto, menjelaskan, kawasan Bukit Ngembong yang sebelumnya memakan korban seorang pekerja yang juga warga setempat tersebut, belum masuk dalam pendataan destinasi wisata yang ditetapkan oleh Disbudpar Kabupaten Gunungkidul.
Kendati Goa berada di lahan milik pribadi perorangan, serta masih berada dalam ranah pengelolaan masyarakat setempat, namun belum ada penetapan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Padahal, terangnya, setiap satu objek wisata, ada satu Pokdarwis.
“Laporan ke kami (Disbudpar Kabupaten Gunungkidul), kalau akan membuat gua menjadi objek wisata, tapi dia (pemilik gua) tidak lapor. Langsung membuat sendiri. Jadi, itu akibatnya,” ungkapnya.
Saryanto beranggapan, dalam membangun objek wisata berbasis potensi alam, apalagi contohnya gua, memerlukan kajian dari para ahli, dan kajian dokumen lingkungan dari Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan. Tidak bergerak sendiri seperti yang dilakukan pemilik goa tersebut. (Maria Dwianjani)