GIRISUBO,(KH)— Ratusan warga Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Gunungkidul melaksanakan upacara adat Ngalangi, Kamis, (30/4/2015). Acara yang dipusatkan di Pantai Wediombo ini melibatkan seluruh elemen masyarakat baik yang berpofesi sebagai petani maupun nelayan.
Acara dimulai dengan iring-iringan kesenian reog dan diikuti masyarakat yang semuanya mengenakan pakaian Jawa dan membawa sesajen. Mereka berkumpul bersama sebelum kemudian berjalan memasuki kasawan pantai dengan iringan tetabuhan bende dan dikuti gerakan oleh reog gagrak keprajuritan khas Gunungkidul.
Upacara Ngalangi digelar setahun sekali usai masyarakat melangsungkan panen padi. Sedekah ini dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan dan alam atas pemberian rejeki dan keselamatan.
Modin atau sesepuh adat setempat, Sudarso mengatakan, ada beberapa persyaratan yang wajib dilakukan sebelum acara tersebut dimulai. Yakni pengambilan ikan yang berada di Kedung Agung yang terletak di Pantai Jungwok atau pantai yang berada di sebalah timur Pantai Wediombo.
Setelah ikan berhasil didapat, kemudian ikan tersebut dibakar dan dijadikan uborampe (syarat) yang wajib ada dalam ritual. Acara kenduri kemudian dimulai setelah iring-iringan kirab yang membawa sejumlah sesaji tiba di pinggir pantai dan berkumpul menjadi satu di salah satu titik yang biasa digunakan untuk melaksanakan ritual.
“Ikan bakar yang ditangkap warga tidak boleh ketinggalan, sekecil apapun ikan yang didapat harus disertakan dalam ritual tersebut,” ujar Sudarso di sela acara.
Upacara sedekah laut Ngalangi, ungkap Sudarso sudah dimulai ratusan tahun lalu. Nama Ngalangi dalam bahasa Indonesia diartikan menghalangi. Konon, masyarakat setempat kala itu biasa mencari ikan dengan cara menghalang-halangi atau ngalangi dengan sulur (akar) pandan.
“Dulu proses mencari ikan tidak menggunakan jaring melainkan menggunakan akar pandan, cara ini kini sudah tidak dilakukan, tetapi ritualnya (ngalangi) tetap kita laksanakan,”paparnya.
Sudarso menjelaskan dalam acara tersebut setiap anggota keluarga diwajibkan membawa nasi yang dan lauk yang dimasak sendiri dirumah. Saat dibawa dalam ritual, makanan harus diletakkan dalam anyaman yang terbuat dari anyaman daun kelapa (panjang ilang).
Dari sejumlah makanan yang dibawa masyarakat, ada makanan yang wajib disajikan yakni sambal kelapa. “Apapun jenis makanan yang dibuat, sambal kelapa (sambal kambil) ini wajib ada,” ulasnya.
Setelah makanan didoakan, kemudian dibagikan kepada seluruh warga yang hadir. Ada yang dimakan di tempat, ada pula yang dibawa pulang. Saat kaum ibu mempersiapkan makanan, kaum pria bersiap untuk melaksanakan larungan sesajen dengan mengunakan kapal menuju ke tengah laut.
Sudarso mengungkapkan, syarat dalam sesajen yang dilarung cukup banyak, ada makanan, ingkung ayam, ada juga kain tipis warna hijau. Kain tersebut dipercaya sebagai persembahan kepada Ratu Kidul, seorang ratu yang dipercaya mempunyai kerajaan di pantai selatan.
“Kain klemir warna hijau wajib ada, kain ini kita sampaikan kepada Nyi Roro kidul,” terang dia.
Proses larungan sesaji dilakukan oleh kaum pria dengan bantuan Tim Search And Rescue (SAR). Setelah sampai di tengah laut, sejumlah sesajen yang diketakan dalam kotak yang dibentuk gunungan kemudian dihanyutkan kedalam laut.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Gunungkidul Eli Martono mengatakan, sudah ada beberapa acara ritual adat di yang digelar di Gunungkidul sudah dimasukkan dalam jadwal pertunjukan budaya.
Eli mengungkapkan, hingga saat ini sudah ada sekitar 15 event atrasi budaya di Gunungkidul yang masuk dalam agenda Disbudpar. “Atraksi budaya yang penyelenggaraanya tidak berubah-ubah, sudah kita masukan dalam calender of event,” katanya. (Juju)