Wisata Pantai Ditutup Karena Pandemi, Ibu-ibu dari Kemadang Ini Beralih Bisnis Jamu

oleh -2931 Dilihat
oleh
Kelompok ibu-ibu pelaku home industri jamu dari Karanglor Kemadang Tanjungsari. Dok: Ist/KH.

Sekelompok ibu-ibu dari Dusun Karanglor Desa Kemadang Tanjungsari saat ini sedang giat merintis home industri pembuatan jamu. Diluar perkiraan mereka, produk jamu yang coba-coba dipasarkan secara online ini ternyata banyak peminatnya. Usaha pembuatan jamu tersebut dilakukan, karena sebagian besar para ibu tersebut sudah menganggur dari berdagang di destinasi wisata Pantai Baron dan sekitarnya yang ditutup karena pandemi Covid-19.

Elizabeth Riyadi (40), warga Dusun Karanglor RT 01 RW 07 Desa Kemadang ini menceritakan, ide awal para ibu ini berbisnis jamu bermula dari tawaran dari Tim Sinergi Peduli Sesama Respon Covid-19 GK. Mereka menawarkan untuk pelatihan pembuatan jamu, sekaligus meminta memproduksi Jahe Instan untuk dibagikan kepada tenaga kesehatan, relawan dan keluarga ODP di Kecamatan Ngawen, Karangmojo dan Playen.

“Tawaran tersebut kemudian saya teruskan kepada ibu-ibu sekitar rumah tinggal kami. Lewat WAG RT, yang merespon awalnya hanya 2 orang. Lalu ketika pagi saya beli sayuran, ada beberapa ibu yang mengeluh minta dicarikan pekerjaan karena mereka sudah satu bulan tidak bisa berdagang di kawasan wisata pantai. Lalu saya ajak mereka untuk ikut pelatihan, dan nanti bersama-sama membuat jamu,” ungkap Elizabeth.

“Dan ternyata ada 4 orang yang merespon. Respon tersebut lalu saya sampaikan kepada Tim Sinergi, dan kemudian diadakan pelatihan yang difasilitasi oleh LSM CD Bethesda sebagai bagian dari Tim Sinergi Peduli Sesama,” lanjutnya.

Setelah mendapat pelatihan, para ibu tersebut memproduksi Jahe Instan pesanan Tim Sinergi untuk keperluan para tenaga kesehatan, relawan, dan keluarga di Playen, Karangmojo, dan Ngawen. Sambil memenuhi permintaan Tim Sinergi, Elizabeth mencoba menawarkan produk Jahe Instan lewat media sosial dengan sistem PO (pesanan), dan ternyata cukup banyak yang berminat.

Banyaknya peminat yang masuk inilah yang menyemangati Elizabeth dan kelompoknya untuk memproduksi jamu secara kontinyu guna memenuhi pesanan yang masuk. Ia juga kembali mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya sehingga bertambah menjadi 7 personil. Selain Jahe Instan, kelompok ini juga membuat produk Jahe Merah Instan, Temulawak Instan, dan Kunyit Instan.

“Semua produk dalam bentuk serbuk siap seduh dan kami kemas dalam sachet plastik. Bahan empon-empon kami peroleh langsung dari petani lokal. Apabila kehabisan kami belanja ke Pasar Wonosari. Peralatan untuk pembuatan jamu kami pergunakan perkakas stainless, sesuai dengan pelatihan cara pembuatan jamu yang benar dari CD Bethesda,” lanjut Elizabeth.

Semua produk jamu yang dihasilkan kelompok ini dijual dengan harga Rp 10.000,- per 5 sachet. Khusus untuk Jahe Merah Instan dijual Rp 12.000,- per 5 sachet, karena bahan baku jahe merah memang lebih mahal ketimbang empon-empon lainnya.

Dari rintisan usaha pembuatan jamu instan ini Elizabeth mengaku, bahwa para ibu-ibu yang terlibat merasakan manfaatnya berupa tambahan penghasilan dan mengurangi beban keluarga. Karena saat ini hampir semuanya mengganggur dari sebelumnya berdagang di tempat wisata pantai.

Manfaat lain yang diperoleh, semua anggota kelompok mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan pembuatan jamu. Para ibu anggota kelompok pembuat jamu ini ternyata juga telah sepakat untuk menyisihkan 5% dari keuntungannya untuk dana sosial.

Disamping mendapatkan pengetahuan cara pembuatan jamu yang baik dan benar, Elizabeth menceritakan bahwa ia dan anggotanya juga merasa senang karena dapat mendukung upaya pencegahan Covid-19 dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi jamu.

Dengan pemasaran yang baru mengandalkan medsos dan WA, pesanan produk jamu instan sampai saat masih terus mengalir. Selain memenuhi pesanan dari para peminat di Gunungkidul, ada pesanan dari Jogja Kota, Bantul. Sleman, Jakarta, Cikarang, Bali, dan Kalimantan.

“Kelompok ibu-ibu pembuat jamu saat ini ada 7 personil, Bu Winarti, Bu Sumarni, Bu Sri Rahayu, Bu Suprapti, Bu Suhartini, Bu Suyani, dan saya sendiri. Saat ini kami setiap hari kami memproduksi jamu. Apabila wisata pantai sudah kembali dibuka, kami mungkin nanti kami memproduksi tidak setiap hari, karena ada yang kembali berdagang kembali di wisata pantai. Sekira pesanan jamu instan berkembang, kami akan memikirkan keberlangsungan usaha ini dan akan mengurus P-IRTnya,” pungkas Elizabeth. (Kandar/Tg)

***

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar