GUNUNGKIDUL, (KH),– Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul, pada tahun 2021 tercatat ada 1444 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Situasi ini masih ditambah dengan adanya kasus repasung dan kasus bunuh diri yang selalu tercatat setiap tahunnya.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dinkes Gunungkidul, Musyanto mengatakan, hasil pendataan terbaru terdapat peningkatan jumlah ODGJ atau Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP).
“Saat ini tercatat ada 1612. Tren kenaikan ada pada anak usia remaja awal,” ungkap Musyanto disela penguatan Tim Pengendali Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Kabupaten Gunungkidul, Selasa (10/10/2023) di ruang rapat Handayani Setda Gunungkidul.
Melihat fakta itu, Dinkes dan TPKJM menggelar skrening ke sekolah dengan metode Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Yakni sebuah instrumen skrining perilaku singkat untuk anak dan remaja (3-17 tahun) guna diperoleh gambaran singkat dari perilaku yang berfokus pada kekuatan dan juga kesulitan remaja atau pelajar.
Project Manager Kesehatan Jiwa Masyarakat, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Siswaningtyas membenarkan. Berdasar pendampingan di lapangan, anak usia remaja menyumbang jumlah kasus ODGJ di Gunugkidul cukup tinggi.
Angka pastinya memang belum bias disebutkan. Hanya saja temuannya di lapangan makin bertambah.
“Antara lain mereka depresi dan Skizofrenia. Makanya selain kunjungan ke rumah kami juga melakukan pemberdayaan ke sekolah-sekolah,” tutur Siswaningtyas.
Adapun penyebab gangguan jiwa pada remaja beragam, mulai dari gaya hidup era sekarang, pengaruh dari luar, situasi di keluarga, tuntutan di sekolah yang kurang ramah pada pelajar dan aktivitas perundungan yang semacam jadi kebiasaan.
Dia merencanakan akan memberikan peningkatan kapasitas guru Bimbingan Konseling (BK) se- Gunungkidul sebagai bentuk respon situasi kesehatan jiwa di masyarakat belakangan ini.
“Unit Kesehatan Sekolah (UKS) itu perlu direvitalisasi, diantaranya dapat menjadi sarana konseling bagi pelajar,” sambung Siswaningtyas.
Lebih jauh dia menyampaikan, perhatian pemerintah terhadap persoalan kesehatan jiwa hingga saat ini masih sangat timpang jika dibandigkan dengan perhatian terhadap persoalan kesehatan fisik.
“Kesehatan jiwa belum menjadi skala prioritas, dianggap isu yang kurang penting. Namun, saat ini mobilisasi dukungan sudah mulai ada,” tuturnya.
Untuk itu, dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Jiwa Seduia, YAKKUM menggelar sarasehan dan edukasi aktor-aktor kunci dalam setiap tingkatan lembaga pemerintah sekaligus membentuk TPKJM. Tujuannya, agar mereka semakin paham mengenai persoalan kesehatan jiwa sehingga dalam penanganan kasus di tengah masyarakat akan semakin membaik. Selain kerjasama antara YAKKUM dan Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul, agenda tersebut terlaksana juga atas dukungan dari Australian Aid dan CBM. (Kandar)