“Saat ini hasilnya seolah yang penting sekedar bisa buka terus saja,” kata dia saat ditemui belum lama ini.
Menurutnya, selain pesatnya pertumbuhan kuliner di sejumlah sudut Kota Wonosari, keberadaan warung makan miliknya di dalam kompleks pasar sisi selatan ini memang memiliki peluang kecil dikunjungi pelanggan baru.
“Tak mudah diketahui apalagi mereka jarang masuk ke pasar,” ujar Titik.
Ia mengatakan, sebelumnya cukup banyak pemilik warung makan di tengah pasar. Namun saat ini hanya tersisa 6 lapak saja.
Diungkapkan, warung makan tersebut telah berdiri sejak 48 tahun lalu. Dengan usia selama itu, untuk ukuran sekup wilayah Wonosari, rumah makan ini terbilang legendaris. Menu tak banyak mengalami perubahan, sejak dahulu menyajikan sayur santan, brongkos, sayur bening, aneka lauk digoreng, sambal dan lain-lain. Menu pelengkap seperti soto juga disediakan.
“Buka pagi sampai sore,” imbuh Titik. Dirinya berharap jika masyarakat berbelanja ke pasar bersedia singgah di warungnya. Sensasi makan di dalam pasar boleh dikatakan berbeda. Makan sembari menyaksikan orang lalu lalang dan mendengar riuhnya para pembeli berbelanja dianggap oleh sebagian orang mengesankan.
Menurut Titik, pelanggan yang terkesan dengan rasa menu dan menyukai suasana pasar diyakini akan kembali makan di warungnya.
Sebagaimana pengakuan Widi, pelanggan yang telah rutin makan di warung makan tengah pasar ini. Setiap ke Wonosari, warga Sleman ini selalu menyempatkan mampir di warung makan tengah pasar. Selain Widi, pelanggan lokal diantaranya pegawai perbankan di seputar Wonosari juga menjadikan kuliner tengah pasar sebagai pilihan untuk memenuhi kebutuhan urusan perut. (Kandar)