Urbanisasi Tinggi, Dana Desa Belum Mendorong Pertumbuhan Daerah

oleh -942 Dilihat
oleh
Sehabis perayaan Idul Fitri warga Gunungkidul berangkat merantau lagi. Dok: KH
Sehabis perayaan Idul Fitri warga Gunungkidul berangkat merantau lagi. Dok: KH
Sehabis perayaan Idul Fitri warga Gunungkidul berangkat merantau lagi. Dok: KH

WONOSARI, (KH)— Masih tingginya arus urbanisasi dari daerah pinggiran, sepertihalnya Gunungkidul menuju ibu kota atau kota besar, secara umum faktor utamanya adalah ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah.

Belum terciptanya pertumbuhan baru masih banyak terjadi di banyak daerah. Pemerintah Pusat melalui dana desa memiliki misi untuk mendorong kemandirian desa, “desa membangun”, salah satunya mengarah pada pertumbuhan ekonomi.

Disampaikan Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Gunungkidul, Rakhmadiyan Wijayanto, AP, M.Si, pemanfaatan yang mengarah ke hal tersebut salah satunya untuk membiayai pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“Ini salah satunya, BUMDes yang beroperasional secara baik dapat mengurangi urbanisasi,” katanya saat ditemui, Senin, (12/7/2016). Tetapi kenyataannya, mayoritas penggunaan dana desa di Gunungkidul masih diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur. Utamanya Jalan dan yang lain berupa jembatan.

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait tidak bisa memerintahkan atau mengintervensi penuh mengenai pemanfaatannya, karena hal tersebut merupakan kewenangan desa. “Hanya saja kita melalui berbagai kesempatan dalam rangka pembinaan telah menyampaikan untuk membentuk BUMDes, atau kegiatan lain berupa peningkatan SDM sehingga mendorong munculnya kemandirian masyarakat melalui wirausaha,” imbuh dia.

Lanjutnya, pembangunan fisik kecil pengaruhnya terhadap penyediaan lapangan pekerjaan yang sifatnya berkelanjutan, karena hanya sementara saja, ketika pekerjaan selesai maka tenaga kerja dengan sistem padat karya ikut berhenti.

Ia berharap agar desa yang belum memiliki, mulai merintis pembentukan BUMDes, pantauannya, dari 144 desa yang ada baru ada sekitar 50 desa memiliki BUMDes, itu pun belum semua berjalan dengan baik, diantaranya masih butuh dorongan agar keberadaannya berfungsi secara optimal.

“Dari semua desa baru sekitar 30 persen saja yang sudah terbentuk, upaya yang dapat kami lakukan hanya sebatas fasilitasi dan pembinaan,” sambung dia. Regulasi mengatur demikian, pemanfaatan merupakan hak masing-masing desa, ketika dalam Musrenbangdes disepakati penggunaan sebagian besar dana untuk pembangunan sarana fisik, sejauh tidak melanggar prosedur maka akan tetap berjalan.

Upaya dorongan lain, lebih jauh Rakhmadiyan mengutarakan, Pemkab telah membuat pedoman berupa Peraturan Bupati No. 17 Tahun 2016 tentang pedoman penggunaan dana desa, salah satunya adalah pembentukan dan penyertaan modal BUMDes.

Disana mengatur mengenai macam penggunaan dana desa yang tentu diselaraskan dan tidak menyalahi peraturan Menteri Desa dan Menteri Keuangan. “termasuk diantaranya jangan hanya dimanfaatkan untuk pembangunan fisik semata, dianjurkan pula untuk kegiatan peningkatan SDM,” tandasnya.

Ringkasnya, dana desa dapat dimanfaatkan oleh desa dalam meningkatkan pertumbuhan baru di daerah yang secara langsung dapat mengurangi urbanisasi minimal ada tiga hal, pembangunan infrastruktur sistem padat karya,  pembentukan BUMDes, dan kegiatan pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas kelompok masyarakat, termasuk kelompok pemuda, atau yang lain untuk membuat home industry dan sejenisnya.

Jika telah memiliki ketrampilan, maka diharapkan dapat mendirikan wirausaha. Munculnya wirausaha baru artinya dapat mengurangi warga lokal untuk pergi mencari pekerjaan, terlebih wirausaha tersebut membutuhkan karyawan.

Urai Rakhmadiyan, lagi-lagi hal ini kembali kepada keinginan desa, fakta secara umum masih fokus pada fisik, mereka (red, desa) masih belum begitu memperhatikan sektor non fisik, padahal hal ini sangat penting.

Padahal, ia menilai, dilihat dari sisi infrastruktur Gunungkidul sudah cukup baik, tetapi masyarakat masih menganggap perlu dan membutuhkan pembukaan jalan baru, perbaikan jalan, pembangunan talud dan lainnya.

Sebenarnya, besaran dana desa juga dinilai kecil, desa yang memiliki banyak rencana pembangunan kesulitan membagi ke beberapa alokasi kegiatan, kisaran dana antara Rp.600- 700 juta itu sulit di bagi untuk beberapa pos kegiatan.

Ditanya terkait hal ini, Agus Setiawan, Kades Baleharjo menyebutkan, ia berusaha memanfaatkan dana desa yang ada benar-benar terasa manfaatnya oleh masyarakat. Selain program fisik pihaknya berupaya menggunakannya untuk peningkatan SDM sesuai potensi dan peluang yang ada di wilayahnya.

“Seperti pelatihan daur ulang sampah menjadi produk bernilai ekonomis, pembuatan pupuk organik, dan lainnya, kita akui tahun 2015 kemarin kita juga fokus pembangunan fisik,” ungkap Agus. Tetapi, lanjutnya, pada 2016 ini, ia akan memaksimalkan peruntukannya pada sektor non fisik sesuai aturan penggunaannya.

Pendapat yang sama juga disampaikan Ketua DPRD Gunungkidul, Suharno, ia menyatakan bahwa dana desa belum mendorong ekonomi rakyat yang mampu membuka lapangan kerja. “Masih terkonsentrasi pada poles wajah pembangunan infrastruktur, baru indahnya fisik, belum indahnya ekonomi,” urai dia. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar