Tradisi Bersih Kali, Pengingat Apa yang Dijanjikan Harus Dipenuhi

oleh -6675 Dilihat
oleh
Nanggap Tayub pada tradisi bersih kali Gunungbang. Dok: Tugi.

KARANGMOJO, (KH) – Tradisi bersih kali pada beberapa desa atau dusun di wilayah Gunungkidul sampai saat ini masih terjaga dengan baik. Seperti di Dusun Gunungbang Desa Bejiharjo Kapanewon Karangmojo, masyarakat dusun tersebut masih setia “nguri-uri” tradisi turun-temurun tersebut. Hari Senin Pahing (16/5/22) 2022 lalu, telah digelar upacara kenduri bersih kali di Sumber Gunungbang. Sumber air yang dikenal masyarakat setempat sebagai Sendang Kyai Sejati.

“Untuk pertama kalinya setelah 2 tahun pandemi Covid, saat ini kami dapat menggelar tradisi bersih kali seperti sedia kala,” ujar Mbah Sandiyo, juru kunci Kali Gunungbang saat menyampaikan pengantar dimulainya acara “nanggap tayub” atau “nanggap ledhek” pada Senin (16/5/22) lalu.

Tradisi bersih kali Gunungbang Bejiharjo ini memiliki ciri khas tersendiri. Pertama, pelaksanaan bersih kali Gunungbang menjadi pertanda bakal digelarnya bersih kali di tempat lain, baik di Desa Bejiharjo dan di desa-desa lainnya di Gunungkidul. Kedua, acara nanggap tayub setelah upacara kenduri menjadi ciri khas yang pasti digelar pada tradisi bersih kali Gunungbang, sedangkan di dusun atau desa lainnya tayuban bukan menjadi “keharusan”.

Saat ini, ada sebagian masyarakat yang memandang ambigu dan negatif pada tayub atau ledhek. Bukankah nada sinis pun kadang terdengar pada ikon patung tayub yang ada di gedung megah Taman Budaya Gunungkidul di Siyono?

Ada yang menilai negatif karena tayub dipandang hanya sebagai seni pertunjukan yang menonjolkan sisi sensualitas para perempuan peraganya. Karena pandangan semacam ini, pertunjukan tayub atau ledhek dijauhi dan akibatnya semakin jarang dusun atau desa yang mau menggelar tayuban saat bersih kali.

Namun, beberapa dusun atau desa tercatat masih setia menggelar pertunjukan tayub atau ledhek pada tradisi bersih kali, seperti di Karangsari Semin, Tambakromo Ponjong, Gunungbang Karangmojo, dan lainnya. Di beberapa tempat lainnya ada yang menamai Tayub atau Ledhek sebagai Janggrung, seperti di Desa Sambirejo Semanu, dan beberapa desa di zone Pegunungan Sewu.

Masyarakat Dusun Gunungbang termasuk komunitas dusun yang masih setia menggelar tradisi bersih kali dengan ritual kenduri dan nanggap tayub. Ucap syukur kepada Sang Pemberi Kehidupan diikrarkan dalam bentuk kenduri dan dilanjutkan menggelar tayuban sebagai seni pertunjukan untuk dinikmati bersama. Pada saat sebelum tarian tayub digelar bakal disebutkan nama-nama warga yang mempunyai hajat dan melunasi hajatnya melalui membayar pertunjukan tayub.

Ketika menonton dan menikmati seni pertunjukan tayub saat bersih kali, maka dapat diamati dan dirasakan adanya suasana masyarakat yang menyatu, suasana menjadi guyub rukun tanpa sekat perbedaan. Tradisi yang diselenggarakan secara bersama-sama ini juga menyemai rasa saling menguatkan di antara anggota masyarakat, karena mereka bergotong-royong untuk menghadirkan pertunjukan yang menghibur.

Melalui tradisi bersih kali dengan nanggap tayub seperti tradisi di Gunungbang ini terlihat, bahwa berbagai urusan dalam ranah privat yang menjadi nazar anggota masyarakat bakal diproklamasikan kemerdekaan dalam ranah publik. Kemerdekaan itu ditandai dengan membayar tunai nanggap tayub untuk menjadi pertunjukan hiburan yang dinikmati masyarakat secara gratis.

Beragam ranah privat yang menjadi nazar menjadi gambaran aneka situasi dan kondisi masyarakat. Ada yang bernazar karena hasil panen pertaniannya bagus, sembuh dari sakit, anaknya lulus sekolah atau kuliah, anaknya telah bekerja, ternaknya sembuh dari sakit. Penyebutan jumlah rupiah nanggap tayub dari para warga tidak menjadikan adanya privilege bagi yang nanggap nilainya besar. Demikian pula tidak ada diskriminasi bagi warga yang bisa nanggap dengan nilai rupiah kecil.

Situasi seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat menghargai satu sama lain adalah karena rasa kemanusiaan sebagai sesama ciptaan, bukan karena kaya atau miskin atau atribut-atribut lainnya. Besar kecil nilai tanggapan tidak berpengaruh pada sah tidaknya pelunasan nazar. Yang menjadi penanda sah adalah membayar tunai pada hari itu juga. Karena itu, membayar tunai nanggap tayub menjadi pengingat bahwa setiap anggota masyarakat mesti menunaikan komitmen atau janji yang pernah terucap pada laku hidupnya.

Secara fisik, Kali Gunungbang adalah mata air yang terdapat di Dusun Gunungbang. Berada di sebelah timur laut tak jauh dari kawasan wisata Goa Pindul. Bagi masyarakat tradisional, Kali Gunungbang ini sangat dikenal karena ritual bersih kali di tempat ini menjadi patokan untuk dapat segera melakukan tradisi bersih kali di dusun lainnya. Artinya, digelarnya upacara bersih kali di tempat ini menjadi tanda segera dapat dimulainya bersih kali di tempat lain.

Secara hidrologis, Kali Gunungbang atau lebih tepatnya mata air di tempat ini terjadi karena keluarnya air dalam tanah melalui celah-celah batuan pada sebuah cekungan tanah. Cekungan tanah yang elevasinya rendah dibandingkan kawasan di sisi selatannya. Kawasan di sisi selatan ini merupakan daerah tangkapan air dan muncul mata air atau sungai pada beberapa lokasi, slah satunya di mata air Gunungbang ini. Adapun, area cekungan tanah di tempat ini semakin rendah ke arah utara dan berakhir di badan aliran Kali Oya sejarak sekitar 100 meter di sebelah utara Kali Gunungbang.

Secara tradisional dan menjadi cerita tutur masyarakat setempat, bahwa terjadinya Kali Gunungbang adalah karena kesaktian leluhur yang dikenal sebagai Mbah Kyai Sejati. Dari tongkat yang ditancapkan muncullah mata air yang dinamakan Sumur Lanang, kemudian tak jauh dari tempat tersebut muncul mata air lainnya yang diberi nama Sumur Wadon, dan sisa aliran air dari kedua sumur tersebut diberi nama Comberan.

Masyarakat Dusun Gunungbang pada jaman dahulu memanfaatkan sumber air ini sebagai sumber air baku rumah tangga. Mereka memanfaatkan sumber air komunal ini untuk keperluan air domestik dengan cara mengambil dan memikul air untuk dibawa ke rumah masing-masing. Perkembangan jaman dan meningkatnya sumber daya ekonomi masyarakat menjadikan masyarakat menjadi mampu untuk membuat sumur pribadi di masing-masing rumah tangga, sehingga pemanfaatan sumber air komunal ini menjadi berkurang.

Namun demikian, masyarakat Gunungbang masih memegang keyakinan dan tradisi, bahwa Kali Gunungbang menjadi “air kehidupan” yang menjadi sarana keberlangsungan hidup warga masyarakat dan bertumbuh kembang menjadi masyarakat dalam dunia modern sampai saat ini. Karena itulah, tradisi bersih kali masih tetap dijaga dan dilaksanakan sepenuh hati oleh warga masyarakat sampai dengan saat ini.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar