WONOSARI, (KH)— Mulai satu April nanti besaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan naik. Ini sesuai dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No 19 Tahun 2016, bahwa besaran iuran Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) BPJS Kesehatan mengalami kenaikan.
Kenaikan tersebut, diantaranya untuk kelas 1 semula dari Rp. 59.500 menjadi Rp. 80.000, untuk kelas 2 semula Rp. 42.500 menjadi Rp. 51.000, sedangkan untuk kelas 3 semula Rp. 25.500 menjadi Rp. 30.000.
Selain ditingkat pusat, kenaikannya iuran juga mendapat sorotan di daerah, karena dinilai memberatkan masyarakat. Salah satu pernyataan muncul dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gunungkidul Suharno. Ia mengatakan, karena hal tersebut merupakan kebijakan pusat sehingga mau tidak mau daerah harus melaksanakan, maka perlu diikuti adanya implementasi peningkatan pelayanan.
“Peningkatan pelayanan terhadap jaminan harus tidak ada permainan,” tegas dia, Senin, (21/3/2016). Misal, Suharno mencontohkan, orang mendapatkan perawatan medis di rumah sakit memakai jaminan, tetapi tetap harus bayar mahal dengan alasan obat diluar jaminan BPJS, dengan lugas ia menyebut hal tersebut tidak melayani masyarakat dengan baik.
Berbeda dengan apabila mendapat perawatan kelas VIP, sedangkan kategori kepesertaan BPJS hanya di kelas 1, lantas kemudian dihitung tambahan biaya sesuai kelas itu, menurutnya merupakan hal yang wajar.
“lha kalau obat harus ikut-ikutan bayar ini namanya memberatkan masyarakat, siapa yang bertanggungjawab dalam hal kebijakan ini? BPJS tidak boleh diam atau bobok manis,” pinta Suharno lugas.
Selain itu, lanjut dia, pihak rumah sakit tidak serta merta bersifat komersiil, tetapi harus mengedepankan pelayanan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang memiliki fasilitas tersebut. Pemerintah semestinya juga harus berani mengambil kebijakan seperti pada prosedur harus adanya rujukan puskesmas, tetapi pada hari yang sama puskesmas libur.
“kalau seperti itu bagaimana, proses juga jangan buat masyarakat bingung,” imbuhnya. Dengan adanya kenaikan, semestinya BPJS harus lebih ektra dalam bekerja. Tak cukup hanya dikantor saja, tetapi harus ada yang memantau langsung di lapangan.
Terpisah, saat dihubungi Ketua Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gunungkidul, sikap dan tanggapan Edi Suharismanto mengaku masih menunggu kebijakan pengurus pusat. Saat ini telah diupayakan advokasi untuk peningkatan pelayanan, lantas kemudian juga ada penyesuaian tarif dokter. (Kandar)