PANGGANG, (KH),– Ritual tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjala 2021 di Padukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang, Gunungkidul berlangsung, Senin (25/10)- Selasa, (26/10/2021).
Ketua Dewan Budaya Gunungkidul, CB Supriyanto menyampaikan, meski masih berada dalam situasi Pandemi COVID-19, adat tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjala tetap berlangsung dengan penerapan protokol kesehatan (Prokes).
“Adat tradisi ini telah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda, sehingga atas amanat Undang-Undang adat tradisi harus tetap dilestarikan,” kata dia, Senin (25/10).
Kata CB Supriyanto, ada empat hal agar warisan budaya tersebut tetap lestari. Diantaranya yakni adanya perlindungan melalui peraturan pemerintah yang ditetapkan, adanya upaya pengembangan, diantaranya dibutuhkannya kemasan agar lebih menarik, kemdudian dimanfaatkan serta yang terakhir dibutuhkannya pembinaan.
Tahun ini dia melihat ada beberapa prosesi ritual yang terpaksa dilaksanakan berbeda dengan tahun sebelunnya. Salah satunya ritual sedekah labuh. Sebelumnya ritual sedekah labuh yang digelar sebelum ritual Pembukaan Cupu, dilakukan di beberapa titik dusun. Namun untuk tahun ini sedekah labuh dilaksanakan secara terpusat. Hal tersebut mengingat saat ini masih berada dalam situasi Pandemi COVID-19.
Lebih jauh disampaikan, Pembukaan Cupu, tepatnya kain pembungkusnya selalu dilakukan pembacaan atas gambar-gambar yang muncul pada tiap lembar kain. Selain mendeskripsikan wujud gambar, kondisi kain juga disampaikan ke hadirin dengan pengeras suara.
Dari setiap gambar yang muncul pada kain pembungkus cupu, penafsiran atas gambar itu diserahkan ke masing-masing orang. Pihak keluarga besar pemilik cupu juga tidak akan menafsirkan gambar yang muncul yang konon dapat menjadi lambang atau tanda itu. Namun perlu diketahui, gambar-gambar yang muncul, dahulu oleh masyarakat sekitar hanya dijadikan tanda pada bidang pertanian saja.
“Dulu hanya dipakai sebagai lambang atau tanda dalam kegiatan pertanian. Kalau sekarang dimaknai ke banyak hal termasuk politik dan lain-lainnya dipersilahkan,” kata CB Supriyanto.
Lurah Girisekar, Sutarpan menambahkan, perbedaan lain pada prosesi pembukaan cupu tahun ini yakni tak adanya makan sepiring berdua.
“Sebelumnya ada prosesi makan nasi uduk bersama diikuti siapapun yang hadir pada acara pembukaan cupu. Syaratnya, makan nasi uduk satu piring untuk berdua, tahun ini kebiasaan itu dihilangkan,” terang Tarpan.
Sebab, lanjutnya, makan nasi uduk sepiring untuk berdua tergolong melanggar prokes dan tidak sesuai aturan pemerintah dalam upaya pengendalian COVID-19.
Akibat pandemi pula, jumlah masyarakat yang hadir untuk menyaksikan pada tahun ini tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Sutarpan mengaku memang mengantisipasi dan meminimalisir kehadiran warga terutama dari luar Gunungkidul. (Kandar)