WONOSARI, (KH)— Tanggal (10/10) merupakan Hari Kesehatan Jiwa se-dunia. Pada hari tersebut bagi mereka yang memiliki kepedulian, peran dari sisi pekerjaan, serta aktivis atau mahasiswa dengan basic studi terkait biasanya melakukan peringatan dengan berbagai kegiatan, dengan tujuan menyuarakan atau mengampanyekan hak-hak Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Agar stigma masyarakat yang cenderung diskriminatif terhadap penderita gangguan kejiwaan dan atau ODGJ tersebut berkurang bahkan hilang.
Tindakan, sikap atau langkah yang semestinya dilakukan terhadap penderita kenyataannya belum begitu diketahui masyarakat secara umum. Karena selain pihak berwenang yang membidangi kesehatan jiwa masyarakat atau keluarga juga memiliki andil dalam penanganannya.
Beberapa waktu lalu Psikiater RSUD Wonosari, dr. Ida Rochmawati, MSc., Sp.KJ (K), memaparkan seperti apa strategi dalam menangani ODGJ, utamanya mereka yang mendapat perlakukan pemasungan atau pengurungan.
Pemasungan sendiri dinilai telah melanggar hak-hak ODGJ. Menurut dr Ida, Strategi Bebas Pasung sama halnya dengan strategi perang.
Strategi Bebas Pasung, rinci Ida, unsur-unsurnya meliputi; Sasaran utama: pasien yang dipasung, medan perang: Keluarga, Masyarakat, dan Institusi. Lalu jumlah dan kualitas tentara meliputi; jumlah petugas, kemampuan petugas, keluarga pendukung dan tokoh masyarakat
“Persenjataan dan logistik itu ada tiga, yakni obat, akomodasi dan biaya hidup.Tiap-tiap anggota pasukan mesti mengerti perannya untuk melakukan sesuai tupoksi, bersinergi untuk tujuan yang sama,” katanya.
Perlunya juga panglima perang yang berwibawa, ia mampu memimpin menuju visi dan misi yang sejalan. Panglima dapat diartikan pemimpin suatu kelompok kerja.
Lanjut Ida, Elemen bebas pasung terdiri dari: Regulasi kebijakan, Pembiayaan, Rujukan, Ketersediaan obat, Kemampuan petugas dan Keberlangsungan pengobatan pasca pasung.
Hal-hal lain yang dibutuhkan dalam strategi dijabarkan, dimulai dari layanan kesehatan jiwa yang terbagi menjadi tiga;
- Layanan primer: Puskesmas, klinik, praktik tenaga kesehatan
- Layanan sekunder: RS tipe D dan C, praktik tenaga kesehatan spesialis
- Layanan tersier: RS tipe B dan A, praktik tenaga kesehatan spesialis, RSJ
Lebih lanjut disampaikan, tak kalah penting kaitannya dalam strategi penanganan pasung mengenai rujukan, definisi sistem rujukan kesehatan jiwa adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik secara parsial, vertikal maupun horizontal agar pasien mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa seoptimal mungkin.
Sistem Rujukan Berjenjang
- Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
- Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
- Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
- Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
- Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
- Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
- Terjadi keadaan gawat darurat psikiatri ataupun kondisi kegawat daruratan mengikuti ketentuan yang berlaku yakni bencana. Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
- Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
- Kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
- Pertimbangan geografis; dan
- Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Strategi Pembebasan Pasung sendiri dibagi menjadi tiga tahap;
- Pra aksi
- Aksi
- Paska aksi
Bagian-bagian pra aksi meliputi;
- Advokasi-komunikasi efektif
- Konsolidasi tim
- Negoisasi dengan tokoh masyarakat, tokoh keluarga.
- Pemetaan kebutuhan akomodasi, ketersediaan pengobatan, pendamping
- Kapan aksi dilakukan
Kegiatan aksi meliputi;
- Inform concern
- Dilakukan oleh tim
- Didampingi petugas kesehatan
- Konsolidasi dengan RSUD, RSU, RSJ
- Sesuai peran dan fungsi
Sedangkan hal-hal paska aksi yang harus diperhatikan diantaranya;
- Kesiapan keluarga
- Kesiapan masyarakat
- Kesiapan pendamping
- Kesiapan petugas kesehatan
- Kesiapan obat
(Kandar)