Senen, Petani Gungkidul Berani Berspekulasi Tanam Porang Seluas 2,5 Hektar

oleh -7124 Dilihat
oleh
Senen, pembudidaya umbi Porang. (KH/Edi Padmo)

KARANGMOJO, (KH),– Porang (Amorphophallus Muelleri), adalah tanaman umbi-umbian yang sekerabat dengan Suweg dan Walur. Di Indonesia banyak tumbuh di hutan-hutan, dengan ketinggian tanah 0 sampai 700 Mdpl .Porang dapat tumbuh pada jenis tanah apa saja, bahkan sangat toleran untuk tumbuh baik di bawah naungan hingga 60 persen, atau di bawah naungan tumbuhan lain yang lebih besar. Mengulik dari data Pertanian.go.id, jenis tanaman Porang ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi, karena semua produk hasilnya untuk komoditas ekspor. Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia adalah negara negara tujuan ekspor Porang dari Indonesia. Hasil pertanian Porang saat ini masih dominan dari daerah Jawa Timur, dengan mengandalkan sistem pertanian hutan rakyat.

Beberapa waktu lalu, Gunungkidul sempat trend budidaya Porang. Gaung bahwa Porang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai produk pertanian impor sempat gayeng dan banyak yang ingin untuk berbudidaya. Dari trend dan kegayengan akan Porang ini sekarang hanya menyisakan beberapa petani yang betul-betul serius, mempelajari dan membudidayakan Porang ini sebagai usaha  produksi pertanian berskala besar. Adalah Senen (47), seorang petani dari Dusun Sumberejo, Kalurahan Karangmojo, Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, membudidayakan porang dan bekerja sama dengan PT. Gama Solution, Yogyakarta.

Senen berspekulasi membuka perkebunan Porang seluas 2,5 Ha di Karangmojo. “Sebetulnya proses penanaman saja belum selesai,” ujar Senen saat KH bertandang ke rumahnya suatu sore beberapa waktu lalu.

“Saya menyiapkan lahan sekitar 2,5 hektar, saat ini masih proses pembuatan gulan (bedengan), dan lubang tanam, baru selesai sekitar 1,5 hektar, lahan ini saya sewa, dan terpisah menjadi 3 lokasi,” lanjutnya.

Petani paruh baya, yang murah senyum dan humoris ini tampak sangat yakin dengan spekulasinya. Padahal dari ceritanya, proyek budidaya Porang ini modalnya sangat besar untuk sebuah usaha bidang pertanian.

Lahan penanaman porang milik Senen. (KH/ Edi Padmo)

“Saya hitung-hitung, dengan luasan 2,5 hektar ini, dari nol sampai nanti panen saya harus menyiapkan modal mencapai ratusan juta,” ujarnya dengan tersenyum. Spekulasi Senen tentu bukan tanpa alasan. Dari obrolan dengan KH, tampak sekali, jika Senen telah mempelajari segala hal ihwal tentang budidaya Porang ini  sampai sedetail mungkin.

Senen rinci menjelaskan, dia telah menyiapkan 108.760 lubang tanam di lahan 2,5 hektar sekaligus menyiapkan 330 kg benih untuk ratusan ribu lubang yang telah di siapkan tersebut. “Saya beli bibit dari Jawa timur, satu kilogram seharga 250 ribu. Saya menghabiskan 3,3 kwintal benih Porang, njenengan kalikan sendiri, berapa biaya untuk pembelian benih saja. Itu belum terhitung biaya sewa lahan, pembuatan pupuk, dan tenaga. Saat ini saya membayar 6 orang tenaga lapangan,” cerita Senen panjang lebar.

Dari yang sudah dipelajari Senen sebelum memutuskan untuk berspekulasi modal besar budidaya Porang, produk pertanian Porang ini bisa dipanen 3 bagian tumbuhannya, setelah tanaman berumur 6 bulan, munculah bunga, bunga Porang ini bisa dipanen dan dijual sebagai bahan obat, bagian kedua adalah buah (katak), buah akan muncul di usia tanaman 8 bulan, dan bagian ketiga atau intinya adalah umbi Porang yang berada di dalam tanah. Umbi ini untuk kualitas yang paling bagus di panen diusia 2 tahun. 1 lubang tanam Porang mampu menghasilkan 4 sampai 5 kg umbi Porang.

Untuk saat ini harga jual umbi basah berkisar Rp 18 ribu per kg. “Awal musim hujan ini saya mulai menanam, pada bulan Agustus nanti, Porang sudah bisa dipanen bunganya, 2 bulan kemudian bisa di panen buahnya, lalu tanaman Porang istilahnya tertidur, dan akan tumbuh lagi di awal musim hujan selanjutnya, jadi sebelum memanen Umbi Porang, saya bisa memanen bunga dan buahnya dua kali,” sambung Senen.

Disinggung soal perawatan dan pengolahan lahan, Senen menerangkan bahwa pemupukan Porang 70 persen memanfaatkan pupuk kompos, dan 30 persen lagi pupuk kimia. Setiap 1 hektar lahan, membutuhkan 30 ton pupuk kompos. Dengan estimasi setiap lubang tanam, membutuhkan sekitar setengah kilogram pupuk kompos. “Saya membuat sendiri pupuk komposnya, dari bahan pupuk kandang, kotoran ayam, dengan sistem fermentasi tetes tebu dan Em4,” terang dia.

Dengan bekal pengetahuan dan strategi budidaya Porang yang sudah komplit, Senen betul-betul yakin dengan apa yang sedang dilakukannya, bahkan dengan alokasi modal yang terhitung tidak kecil. “Ya namanya juga usaha, tentu apapun ada risikonya, biasanya masalah terbesar dari petani itu, ketika menanam apapun komoditas pertanian, bukan soal tidak bisa panen, tapi soal pemasaran hasil panen, makanya saya berani berspekulasi modal nanam Porang ini, karena saya bekerja sama dengan perusahaan, semua hasil panen akan di beli oleh PT,” ujarnya.

Bibit Porang yang hendak ditanam Senen. (KH/ Edi Padmo)

Masih dari data penelitian yang di unggah oleh pertanian.go.id, umbi Porang ini mengandung zat Glucomaman. Porang akan di olah menjadi bentuk tepung yang mengandung serat alami, larut dalam air dan biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai pengental. Bisa juga digunakan sebagai bahan lem ramah lingkungan dan bahan pembuat komponen pesawat. Kebutuhan ekspor akan tepung Porang ini masih sangat terbuka peluangnya, sehingga budidaya Porang sebagai salah satu komoditas pertanian masih menjanjikan. Keberanian Senen membudidayakan Porang seluas 2,5 hektar ini patut di acungi jempol, sebagai petani Gunungkidul yang pandai membaca peluang, berinovasi, dan berani berspekulasi modal untuk usaha pertanian.

“Doakan proyek ini berhasil, semoga besok saya bisa mengajak petani-petani lain untuk bareng-bareng budidaya Porang, mungkin bisa menjadi sebuah alternatif usaha meningkatkan ekonomi petani,” harap Senen menutup obrolan dengan KH.

[Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar