NGLIPAR, (KH),– Mata air Beji terletak di Padukuhan Pengkol, Kalurahan Pengkol, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul. Di dekat sumber air Beji ini berdiri kokoh sebuah pohon Resan Klumpit (Terminalia Edullis) yang tampak tua yang diperkirakan berusia ratusan tahun.
Keberadaan pohon inilah yang selama ini menjaga sumber air, sehingga tidak kering walau musim kemarau.
Sekitar 40 KK dari 4 RT di Padukuhan Pengkol menggunakan air dari mata air Beji untuk keperluan sehari hari. Di lokasi sumber tampak puluhan pralon sebagai jalur air milik penduduk. Pralon-pralon tersebut menjadi sarana warga yang mengakses air dari sumber air Beji.
Rabu (30/6/2021), salah seorang warga yang akan mengambil air di sumber Beji kaget. Dia melihat akar pohon Klumpit yang berada persis di atas mata air tampak berlubang.
Lubang yang ada memang sengaja dibuat dengan senjata tajam. Lebih kaget lagi saat mengetahui bahwa di lubang itu tercium aroma racun tanaman yang sengaja dituang.
Mendapati hal ini, warga segera melaporkan ke RT setempat, dan diteruskan ke Dukuh Pengkol. Oleh Dukuh Pengkol, laporan ini diteruskan ke Bhabinkamtibmas dan Babinsa Kalurahan Pengkol. Pemberitahuan kemudian segera sampai ke kantor ke Polsek Nglipar.
“Saya dapat laporan dari warga, karena sumber air ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat banyak, maka saya meneruskan laporan ke Kalurahan,” terang Yuli, Dukuh Pengkol, Kamis (1/7/2021).
Yuli melanjutkan, usai penyelidikan Polsek Nglipar dilakukan, seorang warga berinisial P berhasil diamankan. Warga ini mengaku sengaja melakukan tindakan melubangi dan memberi racun pada akar dan batang agar pohon mati. Ia berniat akan menebangnya untuk dijadikan blabak atau papan kayu.
“Katanya, keberadaan pohon ini mengganggu tanah milik Pakdenya, yang berada di samping sumber air, sehingga dia mau menebangnya,” lanjut Yuli.
Mengenai status tanah tempat pohon dan sumber air ini berada, menurut Yuli, statusnya adalah tanah Sultan Ground (SG). Status tanah tersebut sudah tercatat di peta kalurahan.
“Untuk proses selanjutnya saya kurang tahu, karena katanya P ini agak mengalami gangguan kejiwaan,” imbuh Yuli.
Karena banyak warga yang tidak terima dengan kejadian ini, aparat Polsek Nglipar dan Kalurahan Pengkol segera mendatangi tempat kejadian dan memasang police line di sekitar pohon.
Bersama warga, mereka segera berupaya membersihkan pohon dari racun, agar tidak tercampur ke sumber air.
“Puluhan KK menggunakan sumber air ini untuk minum dan kebutuhan sehari-hari. Jika sampai racun ini masuk ke air dan diminum warga, itu kan sangat berbahaya,” terang Budiyana (58), ketua RT yang dulu pernah menjabat sebagai Lurah Pengkol dengan nada gusar.
Kegusaran Budiyana dan warga yang lain memang beralasan. Bukan hanya risiko air yang dapat terkontaminasi racun sehingga membahayakan warga. Namun, racun tersebut dapat membuat pohon mati. Padahal pohon Resan tersebut berperan penting terhadap mata air. Warga meyakini pohon sebagai penjaga mata air. Apabila mati, warga takut mata air Beji akan kering atau turut mati.
“Jika mata air mati, kami akan kesulitan mengakses air, selama ratusan tahun, sumber Beji ini digunakan turun-temurun untuk kebutuhan pokok masyarakat,” imbuhnya.
Hal senada diungkapkan oleh Budi Wibowo (42), salah seorang anggota Komunitas Resan Gunungkidul. Komunitas tersebut terdiri dari orang-orang yang peduli terhadap kelelstarian sumber air.
“Keberadaan pohon Resan memang berfungsi sebagai penjaga mata air, akarnya yang kokoh dan masuk puluhan meter ke dalam tanah berfungsi untuk menjaga jalur air agar tidak menutup,” ungkapnya disela-sela kegiatan pembersihan dan penanaman kembali pohon di sekitar Sumber Air Beji, Kamis (1/7/2021), oleh komunitasnya.
Budi melanjutkan, bahwa sumber air tidak bisa lepas dari pohon penjaganya, yang oleh orang jawa disebut pohon Resan.
“Pohon Resan ini jenisnya bisa macam-macam, yang umum di sini biasanya Beringin, Gayam, Loa, Klumpit, Bulu, Bunut, Trembesi, Kepuh dan lain-lain. Jika pohon mati atau roboh, maka bisa dipastikan mata air akan tertutup dan mengering,” lanjutnya.
Menurut Budi, sebetulnya banyak wilayah di Gunungkidul yang mempunyai sumber sumber air alami. Hanya memang banyak yang keberadaanya saat ini tidak terawat.
“Hampir setiap desa mempunyai sumber sumber air. Jika masyarakat mau dan sadar merawat sumber air yang ada, maka dapat menjadi salah satu solusi permasalahan air di Gunungkidul,” imbuh Budi.
Hal senada diungkapkan oleh Purna Jayusman (45), seorang Guru yang aktif di kegiatan Komunitas Resan Gunungkidul.
“Kegiatan kami selain menanam pohon di banyak tempat di Gunungkidul, kami juga berupaya mengajak masyarakat untuk mencintai lingkungan masing-masing. Karena dengan menjaga lingkungan, ketersediaan air akan ikut terjaga,” kata Purna.
Menurut Purna, saat ini banyak masyarakat yang acuh dan tidak peduli terhadap sumber air ini dikarenakan kemudahan mereka mengakses air lewat jalur PAM.
“Dulu masyarakat menggantungkan kebutuhan air pada sumber-sumber air yang ada, baik berupa belik, sendang, sungai atau telaga. Tapi dengan perkembangan jaman dan keberadaan PAM, memudahkan mereka mengakaes air, sehingga banyak sumber-sumber air yang tidak terawat,” lanjut Purna.
Walaupun begitu, menurut Purna, jika keberadaan sumber-sumber air ini dirawat, tentu masih banyak fungsi yang bisa diambil oleh masyarakat.
“Jika terawat, airnya masih bisa digunakan untuk pertanian atau perikanan, juga bisa digunakan saat aliran PAM mengalami kendala. Untuk itu kami mengajak kepada semua untuk menjaga alam dan menjaga air. Sebab, kebutuhan air anak cucu kita besok, tergantung dari apa yang kita lakukan terhadap alam saat ini,” pungkasnya. (Edi Padmo)