PKH Lantip Makarti Kedungpoh Kidul Menata Diri untuk Graduasi

oleh -
Praktik berkebun dan pembuatan wedang secang PKH Lantip Makarti Dusun Kedungpoh Kidul Nglipar. Foto: ist.

NGLIPAR (KH) – Kegiatan PKH (Program Keluarga Harapan) masih sering dipahami  secara sempit sebagai program bantuan sosial bagi-bagi duit buat keluarga pra-sejahtera. Yang paling mencolok adalah munculnya 2 kutub yang berlawanan. Masyarakat penerima bantuan dianggap sebagai klien, hamba, obyek, miskin, tidak punya daya, posisinya harus mengekor. Sebaliknya pemberi program dan fasilitatornya dianggap sebagai patron, tuan, subyek, kaya, paling mengerti problema, merasa diri harus menjadi panutan.

Desain program PKH oleh Kementerian Sosial sesungguhnya adalah sebuah proses pengembangan masyarakat (community development processing). Artinya, kerangka dasar program PKH adalah membangun masyarakat sebagai pelaku kehidupan atau subyek pembangunan itu sendiri, bukan sebagai pasien yang perlu diinfus terus-terusan. Hal ini tercermin dalam mars PKH yang sering dinyanyikan bersama saat memulai pertemuan belajar rutin secara berkelompok yang disebut FDS (Family Development Session).

“Satukan langkah menyongsong masa depan, berbekal niat dan kebersamaan, to help people and to help themselves, kita tanam dalam jiwa kita. PKH Program Keluarga Harapan, membangun keluarga sejahtera, rakyat cerdas rakyat sehat, kita bangun Indonesia hebat.” Itulah penggalan mars cermin ideal wajah PKH.

Program PKH sesungguhnya berperan strategis menjadi mesin perubahan masyarakat. Karena disamping ada penyaluran BLT (bantuan langsung tunai) untuk permakanan dan pendidikan kepada masing-masing KPM, juga disertai dengan personil pendamping dan perangkat lunak dalam proses pembelajaran rutin bersama secara berkelompok.

Salah satu kelompok PKH di Gunungkidul yang berupaya menepis pandangan sempit sekadar sebagai kelompok penerima duit bansos pemerintah adalah Kelompok PKH Lantip Makarti dari Dusun Kedungpoh Kidul, Desa Kedungpoh, Kapanewon Nglipar. Kelompok ini beranggotakan 28 KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Artinya terdapat 28 Keluarga atau Rumah Tangga yang menjadi penerima manfaat program. Apabila setiap rumah tangga terdiri dari  4 anggota keluarga, maka setidaknya terdapat 112 jiwa yang menjadi bagian dari penerima manfaat program dalam satu lingkup dusun atau padukuhan.

Kelompok PKH Lantip Makarti Kedungpoh Kidul diketuai oleh Sri Murni (37). Ibu muda ini sehari-hari bekerja mengurus rumah tangga, sementara suami bekerja sebagai buruh pabrik. Sri Murni cekatan mengkoordinasikan anggotanya dalam mengikuti keseluruhan kegiatan PKH di kelompoknya. Itu mulai dari penyaluran bantuan, pertemuan rutin belajar bersama, maupun kegiatan tambahan yang dilaksanakan secara berkelompok.

Fasilitator PKH Kedungpoh Kidul Danang Prasetya menerangkan, kegiatan bulanan yang dilakukan PKH Lantip Makarti adalah pertemuan rutin yang diisi oleh pendamping dengan materi sesuai pedoman Pertemuan Peningkatan Kapasitas Keluarga (P2K2). P2K2 itu pula yang sering disebut dengan kegiatan FDS (Family Development Session) atau sesi pembelajaran dan pengembangan keluarga yang dilaksanakan dalam kelompok. Dalam P2K2 dibahas tentang Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan Anak, Perlindungan Anak, Kesejahteraan Sosial.

“Kami pernah mengajak lembaga swadaya dan aktivis muda di Gunungkidul untuk ikut mengisi FDS di kelompok yang kami dampingi. Pernah belajar dan praktik pengembangan ekonomi produktif. Pernah pula kami menggandeng LSM Imaji untuk belajar bersama tentang kesehatan jiwa,” tutur Danang.

Untuk menghindari kejenuhan kegiatan pertemuan rutin bulanan sesuai pedoman P2K2, Danang juga melakukan identifikasi potensi dari kelompok untuk praktik kegiatan pemberdayaan. Ia dan warga dampingan sepakat menamai praktik kegiatan tersebut sebagai “ekstra kurikuler PKH”.

Berdasarkan penggalian potensi yang dilakukan bersama, kegiatan “ekskul PKH” yang disepakati adalah pembuatan kebun sayur dan pembuatan home industri wedang secang. Pembuatan kebun sayur dilakukan dengan pertimbangan semua anggota sudah terbiasa bercocok tanam dan didukung ada warga yang menyediakan lahan untuk kebun komunal. Pertimbangan lainnya adalah kemudahan mendapatkan air, karena Dusun Kedungpoh Kidul memang berada di dekat bantaran Kali Oya.

Praktik membuat kebun sayur komunal ini telah dimulai pada 1 September lalu.  Adanya praktik pemberdayaan melalui kebun sayur ini diharapkan akan diperoleh tambahan pendapatan untuk kelompok dan anggota. Dengan demikian pemanfaatan BLT dari PKH benar-benar bisa digunakan sesuai pos anggaran, karena pos kebutuhan lain bisa terbantu dari hasil pemberdayaan kelompok.

Praktik pembuatan kebun sayur ini pada tahun ini mendapat pinjaman lahan dari Lurah Kedongpoh, dan berkolaborasi dengan pembuatan tanaman obat keluarga yang dikelola PKK Dusun. Pada bulan September 2020 ini, kelompok sudah panen satu kali dan sudah mulai masuk penanaman kedua.

Ketua Kelompok PKH Lantip Makarti menambahkan, modal pembelian untuk 2x penanaman Rp60.000 untuk 4 jenis bibit sayuran. Dalam pelaksanaan kegiatan berkebun sayur, PKH Lantip Makarti juga mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari petugas Penyuluh Pertanian Kapanewon Nglipar.

Danang menambahkan, selain praktik berkebun, Kelompok PKH Lantip Makarti juga telah mempraktikan pembuatan produk sachetan Wedang Secang. Kegiatan ini produksi Wedang Secang telah lebih dahulu dilakukan sejak Juli 2020. Modal yang dikeluarkan kelompok untuk produk Wedang Secang ini sebesar Rp 800 ribu. Hasil dari praktik produksi Wedang Secang ini sangat menggembirakan. Total penjualan sampai dengan bulan Septermber ini telah mencapai Rp 3,2 juta.

Dinamika dan kemajuan kelompok PKH di wilayah Gunungkidul memang bervariasi. Hal ini tentunya bergantung kepada karakteristik kelompok dan anggota, potensi wilayahnya, dan yang paling mencolok adalah kreativitas fasilitator dan pengurus kelompok.

Sebagai fasilitator yang telah lebih dari 4 tahun mendampingi, Danang melihat dan merasakan perlunya “ekskul” tersebut. Selain untuk menghindari kejenuhan pelaksanaan “kurikulum PKH”, Danang melihat pentingnya mengajak anggota KPM untuk persiapan graduasi atau kelulusan dari kepesertaan PKH secara mandiri. Artinya, KPM PKH lepas dari program PKH karena sudah benar-benar mau dan mampu lepas secara mandiri. Jadi, bukan lepas dari menerima bantuan PKH karena faktor graduasi alami, yaitu sudah tidak memenuhi syarat komponen keluarga (balita, bumil, anak sekolah, dan lansia).

Kelompok PKH Lantip Makarti pada tahun 2018 mendapatkan tambahan 3 peserta. Tambahan peserta karena program perluasan PKH secara secara nasional. Sementara itu, telah terjadi graduasi alami sejak 2016 sebanyak 4 KPM.

“Arahan dari Kabupaten memang telah menargetkan sejumlah angka agar KPM PKH bisa graduasi mandiri. Tetapi kami melihat, target jumlah graduasi mandiri tersebut tidak begitu saja bisa langsung dieksekusi tanpa melihat kondisi kesiapan setiap KPM. Kami rindu untuk bisa mendorong keluarga penerima manfaat bisa melewati proses itu. Karena itulah kami bersama anggota KPM sepakat membuat program praktik “ekskul” berkebun dan produksi wedang secang. Harapannya satu, agar anggota mampu melewati graduasi mandiri dengan kegembiraan yang tumbuh dari dalam hati,” pungkas Danang. (Tugi).

 

 

 

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar