Pilihan Berbisnis di Bidang Pertanian

oleh -2150 Dilihat
oleh
Bisnis Pertanian Bawang Merah
Bisnis Pertanian Bawang Merah

Profesi petani yang dulu dianggap sebagai profesi pepetan, saat ini sedikit demi sedikit mulai bergeser. Wilayah agro pertanian dan pertanian dengan inovasi teknologi mulai memunculkan petani-petani inovatif. Terlepas dari banyaknya kendala di sektor ini, baik soal naik-turunnya harga hasil pertanian atau serangan hama yang bisa mengakibatkan gagal atau berkurangnya hasil panen, profesi petani mulai banyak dilakoni secara serius oleh masyarakat Gunungkidul. Pengertian petani wutun mulai tergeser orientasinya oleh pebisnis pertanian. Masyarakat petani mulai mempunyai orientasi bahwa bertani itu tidak melulu soal profesi pepetan, tetapi bisa dijadikan sebagai sebuah usaha bisnis.

Adalah Bu Tinah (50 tahun), warga Dusun Pampang, Kalurahan Pampang, Kapenewon Paliyan salah satunya. Suaminya seorangk dukuh. Waktu KH bertandang ke rumahnya, Bu Tinah sedang beraktifitas menjemur tembakau rajangan. Di halaman rumahnya yang luas, terdapat puluhan anjang (wadah) berjejer yang ia-gunakan untuk menjemur tembakau. “Panen tembakau tahun ini agak kurang bagus, Mas, banyak terserang penyakit orek-orek!” Bu Tinah membuka obrolan kami siang itu. “Saya dan suami tahun ini menanam 20.000 batang tembakau jenis Sadana, dengan modal sekitar 15 juta,” lanjutnya.

Menurut keterangan Bu Tinah, petani tembakau di Kalurahan Pampang bekerja sama dengan PT. Varietas tembakau ditentukan oleh PT dan hasil panennya nanti akan dibeli oleh PT. Ada dua jenis tembakau yang ditanam petani tembakau, dari dua PT yang berbeda, yaitu jenis Sadana dan jenis Grompol. “Jika hasil panen bagus dan harga pas bagus, dengan modal 15 juta, saya pernah dapat hasil sekitar 40 juta,” lanjut Bu Tinah sambil membalik rajangan tembakau dan mengganti anjangnya. “Tapi ya pernah juga hanya balik modal, kalau untung ya cuma sedikit jika tembakau terserang hama atau harga turun,” lanjutnya.

Walaupun seorang perempuan, Bu Tinah sangat cekatan dalam menangani hasil panen tembakaunya, mulai dari menyortir daun tembakau, merajangnya dengan mesin pencacah,  ngeler (meratakan) hasil rajangan di atas anjang, hingga mengepres rajangan tembakau kering dan membungkusnya ke dalam plastik plastik besar.

Sementara itu Pak Sukidi (56 tahun), tetangga Bu Tinah, menanam 15 ribu batang tembakau berjenis Sadana. Ia mengeluhkan, tahun ini tanaman tembakaunya terserang hama Tripp. “Daun menjadi kecoklatan, Mas. Kualitasnya jadi turun.  Otomatis harganya juga akan turun. Tembakau kualitas jelek di hargai 21 ribu per kilo, yang bagus 35 ribu per kilo rajangan kering,” terangnya. Menurut Pak Sukidi masa tanam tembakau 4 bulan. Setelah itu daun tembakau yang berada di bagian bawah tanaman bisa dipanen. Namanya tembakau kapalan.  Kualitas daun tembakau yang seperti ini belum bagus. Setelahnya, baru daun di atasnya yang berkualitas bagus. Setelah dipetik dan disortir, daun tembakau diimbu selama dua malam, kemudian dirajang dengan mesin, dikeringkan dengan cara dijemur, kemudian baru dibungkus dan siap untuk dijual.

Para petani tembakau Kalurahan Pampang bekerja sama dengan PT sudah sejak 2010. “Awalnya dulu modal dari PT, tapi sekarang petani harus modal sendiri. Hasilnya dibeli oleh PT semua,” terang Bu Tinah. Ia melanjutkan keterangan bahwa ada juga varietas tembakau lain selain Sadana, namanya tembakau Grompol. Tembakau Grompol dijual bukan dalam bentuk rajangan, tetapi daun. Daun tembakau dikeringkan langsung menggunakan open. Petani tidak harus ngrajang daun tembakau. Umur tembakau Grompol agak lama, sekitar 6 bulan baru panen. “Daunnya keringnya lama, Mas,” tambah Pak Sukidi.

Bawang Merah.[Foto:Padmo]
Bawang Merah.[Foto:Padmo]
Lain cerita dengan Bu Tinah dan Pak Sukidi, Suryadi (42 tahun) memilih untuk bertani sayur. “Belum lama ini saya ngebor air, Mas, sedalam 40 meter. Habis biaya 7,8 juta. Alhamdulillah biaya ngebor ini saya cukupi dengan hasil panen kacang panjang,” cerita Suryadi. Pria yang akrab disapa Suryo ini menanam setengah kilo benih kacang panjang. Sekali panen bisa menghasilkan 60 kg kacang panjang, dan panennya bisa puluhan kali lipat. “Kebetulan waktu itu harga kacang panjang pas bagus, Mas, setiap penjualan saya catat, saya total, dan saya mendapat uang 8,2 juta. Bisa saya gunakan untuk biaya ngebor,” lanjutnya.

KH dan Suryo mengingat peristiwa tahun lalu, yaitu kabar tentang Kalurahan Pampang memang menjadi viral di medsos. Atas inisiatif Karang Taruna, Kalurahan Pampang pernah mengadakan acara “panen petik langsung”. Acara dipromosikan melalui berbagai media sosial. Promosi lewat medsos terbukti sangat berhasil menarik pengunjung untuk datang. Waktu itu musim panen Semangka, dimana pengunjung memilih buah semangka secara langsung di ladang, kemudian menimbangkannya, dan membayarnya di tempat. “Waktu itu teman saya menanam 3500 batang semangka. Dengan acara “panen petik langsung” itu, dia mendapat hasil 28 juta,” cerita Suryo.

“Saat ini saya menanam 20 kilogram benih bawang merah, dan semoga bagus. Sekarang ini berumur 58 hari. Panen nanti saya perkirakan satu kilo benih bawang merah bisa menghasilkan 12 kilogram,” harapnya. Di lahan seluas sekitar 3000 meter persegi, Suryo menunjukkan keseriusannya dalam usaha pertanian bawang merah. Ada sebuah gazebo antik yang ia-gunakan untuk berisitirahat, dan sebuah bekas kandang sapi yang ia-gunakan untuk gudang. Ada tempat pemrosesan pupuk. Ada dapur kecil yang biasa digunakan untuk nggodhog wedang, serta menikmati teh atau kopi di sela aktifitas pertaniannya. Hal-hal ini memperkuat penampakan bahwa Suryo sangat yakin dan menikmati pilihannya menjadi petani.

Sisi bawah lahan pertaniannya berbatasan langsung dengan sebuah sungai kecil atau kalenan yang tampak kering kerontang. Beberapa lubang di kalenan itu, kurang lebih sedalam sekitar 1 meter, tampak merembeskan air. “Dulu di sini namanya belikan, Mas. Ketika musim kemarau banyak warga masyarakat yang membuat lubang semacam ini, menggunakannya untuk kepentingan sehari hari,” cerita Suryo. “Lubang berdiameter satu meter persegi ini, pernah saya coba sedot dengan pompa air. Baru sebentar kering. Namun air akan dengan cepat terisi kembali,” lanjutnya. Memang, di tepi kalenan sisi bawah lahan pertanian Suryo terdapat sebuah pohon resan berjenis Jambu Klampok. “Klampok ini tanaman bapak saya. Sayang besok akan ditebang untuk pelebaran jalan. Sebetulnya saya eman-eman. Besok misal jadi ditebang, akan saya ganti dengan dua pohon beringin,” pungkasnya.

Diiringi suara burung yang berkicauan, KH mengundurkan diri dari lahan pertanian milik para petani di Pampang, membawa serta sebuah kesan bahwa bisnis pertanian memang sangat layak untuk menjadi sebuah pilihan.

[KH/Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar