GUNUNGKIDUL, (KH),– Virus Covid-19 merebak di Indonesia hampir dua tahun lamanya. Berbagai kebiasaan dan budaya hidup yang baru diterapkan dalam rangka mengupayakan keselamatan.
Pukulan pandemi COVID-19 juga memberikan dampak pada semua aspek kehidupan termasuk dunia usaha. Bisnis atau usaha yang tak luput terkena dampak diantaranya jual beli ternak sapi.
Salah satu pedagang sapi atau akrab disebut ‘blantik’ di Gunungkidul, Sugiman Harjowiyono (52) menyebutkan, belakangan ini dirinya kesulitan mencari untung atas penjualan sapi.
“Daya beli jelas menurun akibat pandemi. Kalau pun ada yang hendak membeli sapi harganya minta turun atau menawar dengan harga rendah,” kata Sugiman Selasa, (14/9/2021).
Harga jual sapi belakangan ini tak dapat diandalkan mampu memberi keuntungan bagi dirinya. Sebab, jika dihitung, biaya pembelian atau belanja sapi sekaligus biaya operasional perawatan jumlahnya tidak sedikit. Harga jual tak selalu menutup biaya perawatan itu.
“Musim seperti sekarang, hijauan paka ternak cenderung naik. Diprparah diikuti pula kenaikan harga bahan campuran minum sapi berupa pollard,” ungkap dia.
Blantik di Gunungkidul lantas berusaha menyesuaikan diri. Sebagaimana diutarakan Sugiman, pedagang sapi punya cara bertahan agar tidak terus merugi karena pasar ternak sapi yang belum membaik.
Sementara ini, mereka memilih menyimpan modal terlebih dahulu. Mereka tak ingin tergesa-gesa membeli sapi dalam jumlah banyak. Kecuali, jika pedagang menemukan harga sapi yang prospektif jika dijual lagi, pedagang baru mempertimbangkan mengambil kesempatan itu.
“Selama ini jual beli sapi jenis Simental, Lemosin, Brahma serta Peranakan Ongole (PO) atau disebut sapi Jawa. Menyimpan modal sementara waktu lebih aman daripada rugi,” sambung Sugiman.
Sugiman berharap pandemi segera tertangani sehingga pasar jual beli sapi membaik.
Penulis :
Tyas Monica Sari Dan Ignatius Soni Kurniawan S.E,M.Sc. (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa)