PAPWI Terus Layani Kebutuhan Transportasi Masyarakat Meski Hasil Sedikit

oleh -979 Dilihat
oleh
Angkutan sedang menunggu penumpag. Foto : Kandar
Angkutan sedang menunggu penumpag. Foto : Kandar
Angkutan sedang menunggu penumpag. Foto : Kandar

PALIYAN, (KH)— Paguyuban Angkutan Panggang – Wonosari (PAPWI) terus bertahan melayani jasa transportasi publik jalur Panggang-Wonosari, meski semakin hari semakin mengalami penurunan penghasilan karena berkurangnya jumlah penumpang angkutan umum.

Di sela bertugas mengatur waktu pemberangkatan armada minibus di shelter angkutan umum wilayah Paliyan, Ngadiyono mengutarakan, kondisi para penyedia jasa angkutan umum pada jalur tersebut bisa dibilang memprihatinkan. Pasalnya, dari 48 armada yang beroperasi melayani trayek tersebut kebanyakan mengeluhkan penghasilan mereka yang terus menurun. Mereka mengaku penghasilannya sangat berbeda jauh dari waktu sebelumnya.

Ngadiyono menganggap, semakin mudahnya layanan membeli sepeda motor bagi semua kalangan, ditambah lagi dengan daya beli masyarakat yang meningkat, serta tren memiliki sepeda motor bukan lagi hanya untuk orang kaya menjadi penyebab menurunnya jumlah penumpang angkutan umum jurusan Panggang – Wonosari.

“Masyarakat sangat mempertimbangkan waktu, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk bepergian,” imbuh Sigit, salah satu sopir angkutan yang sedang mangkal di Paliyan, Senin (13/4/2014).

Tentang trayek angkutan Panggang – Wonosasi, Ngadiyono menjelaskan, terdapat empat pemberhentian sementara (ngetem) angkutan Jalur Panggang-Wonosari, yaitu terminal induk selatan Pasar Wonosari, Paliyan, Trowono, dan Panggang. Para operator angkutan di jalur tersebut, menyepakati tiap armada berhenti selama 10 menit untuk menunggu penumpang, atau berangkat lagi setelah datangnya armada lain di tempat ngetem.

“Kalau belum disusul minibus yang di belakang bisa mencapai 25-30 menit. Berhenti selama itu susah dapat penumpang lima saja, kecuali pada jam-jam sekolah,” ungkap timer yang selalu membawa peluit ini.

Sigit membandingkan, kalau dahulu pada jam pulang sekolah, 6 armada bisa penuh dengan penumpang mayoritas pelajar dari Wonosari menuju Paliyan, Trowono, Saptosari, serta Panggaang. “Saat ini pelajar akan terangkut habis dengan dua atau tiga minibus saja,” tambahnya.

Meski kondisi demikian, paguyuban PAPWI terus berusaha bertahan melayani masyarakat. Paguyuban ini ternyata tak hanya sebatas urusan mengantarkan penumpang saja, pertemuan setiap malam tanggal 21 rutin diadakan, salah satunya membahas pengelolaan dana hasil pengumpulan setiap kali mini bus berhenti ngetem.

“Setiap pemberhentian, tiap armada memberikan Rp 1.000. Biasanya jika penumpang lumayan, secara sukarela ada yang Rp 2 hingga 3 ribu,” jelas Ngadiyono.

Dari dana yang terkumpul tersebut digunakan sebagai subsidi perpanjangan SIM anggota PAPWI, dan juga dana sosial kecelakaan jika terjadi. Meski agak repot, sopir-sopir jalur Panggang-Wonosari rela bekerja tanpa kernet sejak sekitar tahun 2012, karena tak bisa membayarnya.

“Bagaimana lagi, sudah tidak cukup kalau dibagi dengan kernet,” pungkas Sigit yang menjalani profesi sebagai sopir sejak 8 tahun lalu. (Kandar)

 

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar