Panewu dan Lurah di Gunungkidul Kesulitan Terapkan Prokes Pengendalian COVID-19

oleh -540 Dilihat
oleh
sunaryanta
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta. (Foto: KH/ Edi Padmo)

WONOSARI, (KH),– Lonjakan kasus Covid19 di Gunungkidul membuat banyak pihak pusing tujuh keliling. Imbas yang paling dirasakan oleh masyarakat, selain melesunya ekonomi secara umum,  juga sangat berpengaruh pada kegiatan sosial dan budaya masyarakat.

Pembubaran hajatan seorang warga Kalurahan Karangasem, Kapanewon Paliyan,  Gunungkidul oleh Satpol PP dan petugas terkait kemarin masih menuai banyak tanggapan dari masyarakat.

Rata-rata publik menanyakan tentang masih bebasnya tempat wisata, dengan ribuan wisatawan yang mengunjungi Gunungkidul, sementara kegiatan sosial masyarakat dibatasi, dan sekolah juga belum pembelajaran tatap muka.

Bupati Gunungkidul, Sunaryanta dalam kesempatan rapat koordinasi menyikapi situasi ini, Senin (21/6/2021), menyatakan, masyarakat Gunungkidul diharapkan untuk tidak panik dan tetap mematuhi Prokes yang berlaku.

“Nanti sore kami akan rapat koordinasi dulu dengan Gubernur dan Pemprov DIY, hasilnya nanti akan menentukan sikap Pemkab Gunungkidul terhadap situasi sekarang ini,” terang Sunaryanta.

Rapat yang menghadirkan OPD, Forkompinda, Panewu dan perwakilan Lurah di Gunungkidul ini akan menjadi bahan bagi Bupati untuk menghadiri rapat di Pemprov DIY.

Dalam rapat koordinasi ini, sempat juga dibahas tentang polemik yang sempat berkembang di masyarakat, antara pembubaran hajatan yang berbanding terbalik dengan ramainya tempat wisata di Gunungkidul.

Sugito, Kabid Penegakan Hukum Satpol PP Gunungkidul menyampaikan bahwa pihaknya menghentikan hajatan di Karangasem, Kapanewon Paliyan, karena ada laporan bahwa hajatan yang diselenggarakan melanggar Prokes, yaitu dengan mengadakan penyajian makan secara prasmanan.

“Kami hanya sekedar menjalankan tugas dan penegakan aturan, jika ini dianggap berlebihan, kami mohon maaf,” terangnya.

Sugito melanjutkan, bahwa dalam rangka penegakan aturan, sangat diperlukan pelaksanaan PPKM Mikro yang berjalan baik dari tingkat RT, Padukahan dan Kalurahan.

Sementara itu, Panewu Wonosari, H Siswanto menyampaikan perihal banyak pertanyaan warga mengapa cuma hajatan yang selalu dijadikan klaster. Sementara tempat wisata yang selalu ramai dikunjungi ribuan wisatawan belum pernah muncul klaster penyebaran COVID-19.

“Kita dulu patuh terhadap Perbub 68 tentang pengaturan kegiatan sosial masyarakat di masa Pandemi, dari Sebelum Puasa dan setelah Lebaran banyak kegiatan Sosial yang semakin terbuka,” kata Siswanto.

Siswanto menambahkan, untuk situasi sekarang, pihaknya terus terang mengalami kesulitan untuk pembatasan kegiatan masyarakat.

“Jika semua ditertibkan maka giat pariwisata juga harus ditertibkan,” pintanya.

Hal senada disampaikan oleh Panewu Tanjungsari, Rakhmadian. Dia menambahkan,  sebetulnya hajatan yang diperbolehkan harus berada di zona hijau dan zona kuning, tapi dalam prakteknya ada banyak hal yang sulit untuk dicegah.

“Hajatan berada di zona Hijau dan zona Kuning, tetapi tamu yang datang dan yang “rewang“, banyak dari luar daerah, dan ini juga tidak bisa dicegah, dan kami juga kesulitan dalam hal ini,” terang Rakhmadian.

Untuk wilayahnya, Rakhmadian menyatakan bahwa di lokasi wisata pantai Drini, dari hasil tracing kemarin ada pedagang dan pelaku wisata yang positif.

“Ada yang mau dan ada yang tidak mau di tracing dan diswab, mereka takut jika pariwisata ditutup, maka ekonomi akan berhenti,” lanjutnya.

Rakhmadian juga menanyakan tentang kebingungan masyarakat terhadap standarisasi test di laboratorium.

“Banyak kasus yang terjadi di masyarakat, saat ditest positif, tapi ketika test mandiri di Rumah Sakit swasta hasilnya negatif,” ungkap dia.

Ketua Paguyuban Lurah Gunungkidul, Heri Yulianto juga menyatakan tentang sulitnya penegakan Perbub 68 di tingkat Kalurahan.

“Contoh pembubaran hajatan di Karangasem, Paliyan kemarin, mengapa pembubaran dilakukan ketika sudah hari ke tiga hajatan,” ketus Lurah Ngloro, Saptosari ini.

Lebih lanjut Heri menyatakan bahwa jika satu kegiatan akan distop, maka kegiatan lain yang menimbulkan kerumunan masa yang disinyalir bisa terjadi penularan COVID-19 juga harus distop.

“Pada hari Minggu sore kemarin, di Selter Girisekar ada 31 bus Pariwisata, yang semuanya plat luar daerah,” kata Heri menginformasikan ramainya tempat wisata.

Dalam wawancara dengan media di akhir acara, Bupati Gunungkidul menyatakan bahwa belum ada wacana tentang larangan hajatan atau penutupan tempat wisata.

“Sementara ini, hajatan masih bisa dilaksanakan, tapi harus dengan prokes yang berlaku, tempat wisata juga masih dibuka. Semua aspisrasi yang kita terima dalam rapat hari ini, akan kami jadikan bahan untuk rapat dengan Gubernur. Hasil rapat nanti akan menjadi landasan kami untuk pengambilan kebijakan selanjutnya,” pungkas Sunaryanta (Edi Padmo)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar