Memayu hayuning bawono adalah manusia senantiasa menjaga keselarasan (harmoni) antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan manusia dengan alam. Diluar diri manusia ada kekuatan lain yang bersifat supranatural datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Ada yang namanya sangkan paraning dumadi. Masih kata Bugiswanto, asal usul manusia dari Tuhan Yang Maha Esa akan kembali kepada-Nya.
“Maka dalam menghadapi segala sesuatu masalah akan memohon pertolongan dengan jalan mengadakan ritual atau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” terangnya.
Bugiswanto juga membeberkan berbagai macam dan bentuk upacaya adat. Ada yang bersifat kelompok dan individu. Contoh upacara adat yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat tertentu pada tempat-tempat tertentu dengan tatacara secara turun temurun diantaranya; bersih desa atau merti dusun, sedekah laut atau pisungsung, jaladri, gumbregan, selikuran, labuhan atau larangan, Nyadran dan lain sebagainya.
Kalau yang bersifat individu biasanya dilaksanakan karena menghadapi fase-fase kehidupan, upacara adat daur hidup atau siklus kehidupan Ia menjelaskan dengan detail, fase dalam kandungan seperti Ngebor- bori, Ngloroni, Neloni, Ngapati, Nglimani, Nganemi, Mitani atau tingkeban, Ngewoloni dan Nyangani. Fase kelahiran, mendem ari-ari, brokohan, sepasaran atau puputan, selapanan supitan, tarapan dan pernikahan.
“Kalau fase kematian ada Surtanah, Telung dino, Pitung dino, patang puluh dino, satus dino, setahun atau mendak pisan, rong tahun atau mendak pindo, sewu dino atau “entek’e geblage”,” tutur Bugiswanto.
Masih banyak lagi upacara-upacara adat yang dilakukan ditengah-tengah masyarakat khususnya di DIY. Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat adalah nilai ketuhanan, nilai mental dan moral, nilai etos kerja, nilai toleransi dan nilai gotong royong yang bisa dipetik.
Nilai Ketuhanan, semua adat baik yang bersifat kelompok maupun individu memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan keselamatan serta ucapan syukur segala sesuatu yang telah diberikannya.
Nilai Mental dan Moral, karena terbangun dari unsur kepercayaanya maka mendorong manusia untuk berbuat baik sebagai bekal kembali padanya (sangkan paraning dumadi).
Nilai Etos kerja, karena dari kepercayaanya Tuhan Yang Maha Esa memberi segala yang diminta oleh manusia namun harus dilakukan dengan bekerja dilandasi dengan berdo’a.
Nilai Toleransi, melalui upacara adat tidak membedakan berbagai agama, keyakinan serta status sosialnya.
Kemudian nilai Gotong Royong, dengan melaksanakan upacara adat terbangun gotong royong dengan tidak membedakan status sosialnya, pungkas Bugiswanto. (JNE)