Pameran seni rupa di Gunungkidul memang tidak gayeng seperti di kabupaten-kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. Utamanya Kota Yogyakarta sudah lama terkenal sebagai Pusat Seni Rupa Nasional. Berbagai macam akademi dan universitas seni ada di Yogya. Banyak pula seniman kondang menetap di Yogya. Walaupun sama-sama sebagai kabupaten-kota, tetapi hiruk-pikuk dan hingar-bingar Kota Yogyakarta sebagai pusat kesenian sangat lambat menular naik ke Gunungkidul. Sebaliknya, seniman asli Gunungkidul banyak pula yang memilih berkarir di Kota Yogya.
Hal itu memang realistis, mengingat apresiasi masyarakat Gunungkidul terhadap seni khususnya seni rupa bisa dikatakan masih tergolong minim. Berbeda dengan seni pertunjukan yang mampu menyedot antusiasme penonton Gunungkidul.
Sedikit mengingat ke belakang, Pameran Seni Rupa di Gunungkidul telah dirintis oleh Ikatan Perupa Gunungkidul (IPG) tahun 2012. Pameran dilaksanakan secara rutin dengan menggelar pameran tahunan bertajuk “Babad Seni”, berlangsung hingga Babad Seni #5. Pameran tahunan “Babad Seni” dilaksanakan di pusat kota kabupaten, yaitu Wonosari, belum merambah kecamatan-kapanewon. Dengan melihat pasang-surut dan dinamika kesenian Gunungkidul yang kompleks, tidak bisa dipungkiri bahwa Babad Seni tahunan oleh Ikatan Perupa Gunungkidul (IPG) adalah tonggak kebangkitan seni rupa Gunungkidul secara regional.
Berbarengan dengan predikat “keistimewaan” pada DI Yogyakarta yang semakin menguatkan sebutan “kota budaya”, ditambah booming wisata Gunungkidul yang lajunya sangat luar biasa, sedikit demi sedikit iklim seni rupa di Gunungkidul mulai aktif dan menunjukkan eksistensinya.
Akhir-akhir ini geliat seni budaya Gunungkidul mulai muncul di tingkat kapanewon-kapanewon. Sabtu (24 oktober 2020), sebuah pameran seni rupa dibuka di Kapanewon Nglipar berjudul “NGOLET”. Event seni rupa yang bertajuk “NGOLET” ini diinisiasi oleh Komunitas Nglipar Street Art (NSA). Pameran yang akan dihelat hingga 27 Oktober 2020 menampilkan puluhan karya para perupa Kapanewon Nglipar, baik karya dua dimensi maupun live mural dan karya instalasi 3 dimensi.
“Pesertanya 20-an seniman, meliputi perupa atau pelaku seni lain,” ujar Priya (24), salah satu peserta pameran. “Dibuka semalam, dan Alhamdulillah, respon pengunjung lumayan, kegiatan seperti ini baru pertama kali diadakan di sini,” lanjutnya kala ditemui Hari Minggu. “Kami mengambil tema “NGOLET”, dalam bahasa Jawa ngolet adalah gerakan meregangkan anggota tubuh sehabis tidur. Ini mengandung makna bahwa dengan pameran ini kami ingin mengajak seluruh masyarakat, baik itu pelaku seni atau yang lain, untuk segera bangun dan bangkit setelah kita tertidur cukup lama karena pandemi,” cerita Siti Agus Sutiana (20), ketua komunitas NSA. “Rencana berpameran sudah lama kami rancang, dan akhirnya terlaksana bertepatan dengan momen Hari Sumpah Pemuda. Semoga semangat Sumpah Pemuda mampu menggugah kita untuk segera bangkit setelah sekian lama dilanda Pandemi Covid 19,” lanjutnya.
Untuk memajang karya-karya mereka, Komunitas NSA menyulap Balai Kalurahan Kedungpoh menjadi ruang pamer, menggunakan setting dan display kain hitam. Di tengah tengah ruang pamer tampak sebuah karya seni berwujud dua batu nisan, figur orang yang sedang “ngolet“, dengan lukisan mural virus corona di atas kertas koran sebagai latar belakangnya. Tampak juga sebuah karya mural dari kardus bergambar seorang petani memanggul pacul dengan sebuah tulisan #tanam susah harga murah#. Ada juga sebuah karya instalasi dari Sanggar Pinggir Kalen yang menampilkan tempelan buku bertuliskan aksara Jawa karya anak-anak. Sanggar Pinggir Kalen memang intens menyediakan ruang pembelajaran budaya Jawa khususnya seni tari dan mengenalkan aksara Jawa kepada anak-anak. “Apa yang kami lakukan semata agar generasi kita, sebagai anak anak keturunan Jawa, tidak kehilangan keJawaan-nya,” ujar Gowang (45), pendiri sekaligus pengasuh Sanggar Pinggir Kalen.
Tri Marsudi (43), salah seorang perangkat Kalurahan Kedungpoh, mengatakan bahwa pihak Kalurahan ataupun Kapanewon sangat mendukung kegiatan seperti ini. “Pemerintah Kalurahan Kedongpoh menyediakan Balai Kalurahan untuk dipakai, mangga silahkan dipakai! Pak Panewu Nglipar, Bapak Sukamto, semalam juga menyempatkan diri untuk membuka pameran,” ujarnya. “Pak Panewu dalam sambutannya mengharapkan agar agenda semacam ini ke depan bisa dijadikan agenda rutin tahunan, dan mengundang seluruh elemen masyarakat Kapanewon Nglipar,” imbuhnya.
Ditanyai KH soal pembangunan Taman Budaya Gunungkidul yang sekarang masih dalam proses pengerjaan, Priya dan Siti, mewakili pelaku seni di Kapanewon Nglipar, mempunyai harapan agar Taman Budaya Gunungkidul pada nantinya mampu mengakomodasi para pelaku seni dari seluruh Gunungkidul. “Bukan hanya pelaku seni pertunjukan, tetapi seni rupa atau seni lain semoga bisa eksis di Taman Budaya Gunungkidul,” begini harap mereka.
Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan karena digelar dalam susana pandemi, Pameran “NGOLET” toh masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian, pameran “NGOLET” bisa menjadi sebuah “tanda” bahwa semangat para seniman dan perupa dari Kapanewon Nglipar beserta potensi yang dimilikinya sebenarnya sangat luar biasa. Mereka, dengan potensi yang mereka miliki itu, secara nyata telah berperan membangun kebudayaan Gunungkidul di bidang seni rupa dari zona sisi utara.
[KH/Edi Padmo]