Ngobrolin Kopi, Bersama Komunitas Kopi Gunungkidul

oleh -3205 Dilihat
oleh
Pegiat/ komunitas kopi di Gunungkidul.

WONOSARI, (KH),– Ada kegiatan yang berbeda di angkringan “Mriki Niki “, Purbosari, Wonosari, hari selasa (15/12/2020) kemarin. Sebuah acara digagas berupa diskusi bertajuk ‘Ngobrolin Kopi’.

Kegiatan diskusi yang bertema ‘Perjalanan Biji Kopi Dari Tanaman Hingga Menjadi Secangkir Kopi’ ini dilaksanakan Dari pukul 10.00 hingga pukul 15.00 WIB. Kegiatan yang di gagas oleh Gunungkidul Indie Coffee Community, sebuah komunitas kopi di Gunungkidul ini, sebetulnya sudah dibahas sejak 2 tahun yang lalu. Tetapi, karena masih dalam kondisi pandemi, kegiatan ini dibatasi hanya untuk 20 peserta saja.

Kebiasaan minum kopi, bagi sebagian masyarakat Gunungkidul merupakan kebiasaan yang dapat dikatakan cukup umum. Walau memang Kebiasaan ini memang tak se ngetrend seperti “wedangan” yang sudah melegenda bagi sebagian besar masyarakat. Tapi, minuman Kopi ini memiliki segmen penggemar tersendiri.

Amri, selaku host sekaligus ketua Gunungkidul Indie Coffee Community dan pemilik Ladan Kecil Brewery menyampaikan bahwa kegiatan diskusi ini memiliki dua tujuan.

“Acara ini sebagai bentuk aktivitas nyata dari komunitas kopi sekaligus sebagai ajang silaturahmi, dan yang kedua adalah sebagai media komunikasi antar pihak yang aktivitasnya erat dengan kopi di lingkup Gunungkidul,” ujarnya

Fahmi, salah satu pemateri menyampaikan bahwa keluarganya sudah menanam kopi sejak 20 tahun yang lalu. Hanya saja pengelolaannya masih belum serius dan sebatas untuk konsumsi pribadi.

Pemilik kedai Sadzilay Coffee Yang menanam kopi di daerah Kapanewon Playen ini menyampaikan bahwa bisnis kedai kopi di Gunungkidul mulai menunjukkan prospek yang cerah. “Beberapa tahun lalu kami melanjutkan menanam dengan mendatangkan 170 bibit kopi robusta Dari Temanggung, bisnis ini ke depan mempunyai prospek yang cerah,” terangnya.

Pemateri kedua, Edi Guano, pemilik Katamata Coffee & Roastery, menyampaikan mengenai sejarah kopi Di Gunungkidul. “Sejarah tentang kopi di Gunungkidul sudah ada sejak 1901, dan ini terdokumentasi Di Leiden University”. terangnya.

Menurut Edi di tahun 90an juga telah dilaksanakan penanaman kopi di beberapa daerah di Gunungkidul, salah satunya di daerah Kapanewon Patuk. Dalam pemaparannya Edi juga menyampaikan proses pasca panen kopi hingga roasting.

Rahmawan, owner dari Nadu Sarri menyampaikan tentang teknik roasting manual dan metode pencampuran kopi dengan bahan lainnya seperti madu dan rempah.

Materi tentang brewing, membahas dan membedah tentang metode V60. Metode ini adalah metode pour over paling banyak digunakan di kedai kopi manual brew sehingga dibahas secara detail di sesi ini. Bedah metode ini disampaikan oleh Belvi owner dari Garasi Bersama dan Imron owner dari Yukini Kopi.

Dengan semakin maraknya kedai Kopi di Gunungkidul maka dipandang perlu penyampaian materi tentang pengelolaan kedai kopi. Daniel selaku pemilik Dini Hari Kopi dan Buana Jati selaku pemilik Roetin Coffee, banyak membahas tentang manajemen pengelolaan usaha kedai kopi ini.

“Walau sama-sama kedai kopi, tapi pengelola harus memiliki target market yang berbeda sehingga metode pemasaran dan konsep usahanya juga berbeda meski sama-sama mengelola kedai kopi,” ujarnya.

Fenomena dan trend “ngopi” di masyarakat Gunungkidul, terutama generasi muda, akhir akhir ini memang mulai menjadi gaya tersendiri, dan ini dicium sebagai sebuah peluang bisnis menjanjikan bagi para pelaku bisnis per-kopian di Gunungkidul. [Edi Padmo]

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar