Nasabah Susah Menolak Tawaran Super Mudah Bank Thangluk

oleh -
oleh
Poniyem saat ditemui di warungnya, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar
iklan dprd
Poniyem saat ditemui di warungnya, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar
Poniyem saat ditemui di warungnya, Baleharjo, Wonosari. KH/ Kandar

WONOSARI,(KH)— Penyedia jasa pinjaman uang dengan bunga tinggi seperti disebut rentenir, bank plecit atau bank thangluk sangat memanjakan para nasabahnya.

Hal itu diakui oleh mereka yang sebenarnya terpaksa menggunakan jasa pinjaman. Dibalik itu, dampak frustasi berkepanjangan mengancam lantaran bunga yang relatif tinggi dengan periode pembayaran angsuran yang cenderung pendek.

Seperti yang dikatakan Poniyem, pedagang kelontong skala kecil di Padukuhan Rejosari Desa Baleharjo Wonosari ini, gampangnya mendapatkan jasa pinjaman membuatnya tak kuasa menolak iming-iming uang pinjaman yang ditawarkan.

“Yang jelas kebutuhan mendesak terkadang memaksa mau tidak mau menerima tawaran pinjaman. Mudah sekali ya, cepat cair, persyaratan tidak ribet, nggak bolak-balik ke bank, tidak pakai agunan, dan nggak ada survei segala,” ujarnya, Kamis, (21/1/2016).

iklan golkar idul fitri 2024

Menilai tidak mudahnya persyaratan pengajuan pinjaman di bank secara umum menjadi salah satu faktor dirinya menggunakan jasa bank thangluk. Disamping itu, tidak terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank umum menghalanginya untuk mendapat dana pinjaman dengan bunga lebih rendah.

Meski dirasa memberatkan, dirinya juga menyadari bahwa itu sebagai konsekuensi atas aturan angsuran yang ditetapkan bank thangluk. Periode waktu angsuran yang relatif pendek, yakni harian, tiap hari pasaran, atau mingguan membuatnya seakan memaksa tidak berhenti memikirkannya.

Selain itu, keluhnya, rata-rata uang pinjaman selalu ada potongan. Pada dasarnya, dirinya meminjam untuk tambahan modal usaha warung kelontongnya, tetapi tidak menutup kemungkinan ketika ada kebutuhan lain yang mendesak. Entah tradisi nyumbang di hajatan tetangga atau kerabat, kebutuhan biaya sekolah anak dan lainnya sehingga penggunaan uang berbelok.

“Kebutuhan dana untuk keperluan lain membuat perputaran uang yang semestinya untuk modal jualan jadi melenceng, otomatis mengganggu kewajiban angsuran rutin,” katanya bernada pasrah.

Dirinya menyebutkan, tidak sedikit masyarakat menggunakan jasa pinjaman berasal lebih dari satu sumber. Ini terjadi lantaran mepetnya jarak waktu angsuran sehingga belum ada uang untuk membayar kepada salah satu sumber tersebut, sehingga lagi-lagi terpaksa meminjam dari sumber pinjaman baru.

“Lha bagaimana coba, benar-benar nggak ada uang untuk membayar angsuran. Seperti terjebak, solusi yang ada biasanya ya pinjam di tempat lain kan?” ujar Poniyem dalam kalimat pertanyaan yang menggambarkan rumitnya keadaan yang dihadapi.

Jangankan berfikir mengembangkan usaha, bertahan saja sepertinya susah, terkadang, imbuh dia, belum ada hasil sudah diminta.

Poniyem jujur mengakui, ketika bangun tidur, hampir selalu saja hutang menjadi pengisi pikiran pertama kali. Meski demikian, karena desakan ekonomi, masih banyak masyarakat yang menganggap keberadaan bank thangluk sebagai solusi perekonomian. Ia berpendapat, kondisi seperti ini kemungkinan menjadikan bisnis para penjual uang semakin hari makin berkembang pesat.

Dalam meminjam, Poniyem masih selektif memilih berdasar perilaku marketingnya. Ketika dalam penagihan menunjukkan sikap kasar dan cenderung melakukan pemaksaan saat dana belum tersedia, maka dirinya kapok lantas berganti dengan jasa layanan yang berbeda sumber.

Dirinya sedikit mencontohkan hitungan uang pinjaman, misalnya jumlah pinjaman sebesar Rp 500 ribu, apabila waktu angsuran harian maka besaran tiap angsuran sebanyak Rp 25 ribu sebanyak 24 kali, atau apabila waktu angsuran mingguan akan membayar Rp 50 ribu tiap seminggu sekali sebanyak 12 kali. Biasanya jumlah penerimaan dari pengajuan pinjaman tidak utuh atau ada potongan.

Dirinya membenarkan sulitnya terlepas dari belenggu bank thangluk atau rentenir. Bagaimanapun ia berharap untuk dapat berhenti dari jeratan pinjaman rentenir. “Entah kapan semoga bisa berhenti, lalu mengganti dengan jasa bank yang bulanan,” pungkasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar