Menyusuri Gua Cokro Ponjong, Gua Dengan Hutan Stalagmit Dan Stalaktit

oleh -9749 Dilihat
oleh
Kegiatan Eksplorasi gua Cokro oleh Dinas Pariwisata Gunungkidul. KH/ Kandar.

PONJONG, (KH),– Di wilayah perbukitan karst di Gunungkidul banyak terdapat gua. Oleh masyarakat sekitar, keberadaannya dikembangkan menjadi destinasi wisata minat khusus. Salah satunya Gua Cokro. Gua vertikal ini berada di Padukuhan Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong.

Melalui kegiatan eksplorasi, akan banyak ditemui keunikan dan keindahan di dalam perut gua. Stalagmit dan stalaktit yang masih aktif masih banyak ditemui di dalam gua ini. Gua Cokro memiliki dua mulut. Jarak antar keduanya sekitar 8 meter.

Berdasar keterangan yang disampaikan Ketua Desa Wisata Umbulrejo, Nugroho Catur Wasono, pintu gua terbentuk dari reruntuhan atap gua. Untuk menikmati keindahannya, Jalan masuk satu-satunya melalui lintasan vertikal di mulut gua tersebut.

“Kedalaman gua sekitar 18 meter. Beberapa keunikan diantaranya ada ornamen kepala singa, ornamen tirai, ornamen ruang pengantin, ornamen keris, dan lain-lain,” terang Catur, Senin, (30/4/2018) disela kegiatan eksplorasi gua yang diinisiasi Dinas Pariwisata Gunungkidul.

Saat menyusuri, memang di beberapa titik ditemukan batu dengan ornamen mirip atau menyerupai benda atau makhluk sesuai nama yang disematkan. Dari titik turun, eksplorasi dapat dilakukan ke arah utara atau ke selatan. Ke arah utara panjang gua mencapai 300-an meter, sedangkan ke arah selatan berjarak sekitar 75 meter untuk sampai pada batas panjang gua. Keunikan lain, karena jumlahnya yang sangat banyak, gua ini terkenal dengan sebutan gua yang memiliki hutan stalagmit dan stalatktit.

Semenjak dirintis untuk wisata minat khusus caving/ susur gua pada tahun 2010, hingga saat ini tingkat kunjungan belum begitu memuaskan. Menurut Catur, dalam sebulan rata-rata ada 15 pengunjung yang berminat masuk ke dalam gua.

Jumlah pengunjung tersebut erat hubungannya dengan keberadaan gua sebagai destinasi wisata minat khusus. Sebagaimana diketahui, untuk masuk dibutuhkan keberanian. Sebab, pengunjung harus bergelantungan dengan tali saat masuk dan ke luar dari gua.

Bagi masyarakat yang berminat, pengelola Gua Cokro Pokdarwis Mekarst akan melakukan pemanduan. Pokdarwis dengan 17 anggota tersebut telah menyediakan pakaian khusus dan peralatan untuk turun menyusuri gua.

Dalam rangka pengenalan ke masyarakat luas, pada kegiatan eksplorasi, Dinas Pariwisata Gunungkidul mengajak sejumlah awak media. Ikut serta dalam kegiatan tersebut, Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi dan General Manager Geopark Gunungsewu, Budi Martono.

Pemandu menunjukkan Stalaktit yang masih aktif. KH/ Kandar.

Immawan Wahyudi berharap, Gua Cokro menjadi destinasi wisata dan konservasi. Sehingga dalam kegiatan susur gua jumlah pengunjung harus dibatasi. Prosedur tetap (Protap) mengenai batasan jumlah pengunjung pada kurun waktu tertentu harus dipatuhi.

“Mengenai jumlah batasan mestinya dimintakan pendapat ahli geologi. Gua Cokro merupakan anugerah tuhan di bumi Handayani, bagi yang datang agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak,” pintanya.

Menurut Immawan boleh saja dinikmati keindahannya dan keunikannya oleh masyarakat seluruh dunia, namun tetap tidak boleh dijadikan destinasi wisata dalam konteks wisata ‘bisnis’. Pihaknya tidak menampik bahwa pengelola memerlukan dana untuk operasional pengelolaan, akan tetapi perlindungan terhadap keutuhan gua harus diutamakan.

Sependapat dengan Immawan, Budi Martono menandaskan, gua merupakan geosite yang berada di jaringan geopark Gunungsewu yang harus mendapat perlakukan khusus.

“Geopark bukan mutlak wisata, wisata hanya merupakan bagian dari aspek Geopark. Geopark memiliki konsep bagaimana bumi tetap terjaga kemudian masyarakat dapat menerima manfaat,” urainya.

Sambung Budi, penyelenggaraan wisata di Gua Cokro harus mengedepankan unsur edukasi. Bagi yang datang dapat mempelajari bagaimana proses terjadinya, umurnya berapa dan lain sebagainya.

Budi juga menyampaikan, Gua Cokro sangat dikenal di dunia karena memiliki hutan stalaktit dan stalagmit. Gua ini juga memiliki jenis batuan yang sangat beragam. Akhir-akhir ini pihaknya sedang melakukan pemetaan terkait geosite yang perlu secara khusus dijaga dan dijadikan wisata edukasi.

Budi menyebutkan, dengan diakuinya jaringan geopark Gunungsewu oleh Unesco sejak tiga tahun lalu banyak wisatawan manca mulai melirik. Karena pada beberapa geosite cara memasukinya tergolong ekstrim maka dibutuhkan peralatan yang mumpuni dan Sumber Daya Manusia (SDM) pemandu yang telah tersertifikasi.

“Demikian juga penyelenggaraan wisata minat khusus di Gua Cokro harus mengedepankan keamanan dan keselamatan pengunjung. Wisatawan asing selalu memperhatikan standar keamanan pelayanan wisata minat khusus,” tukasnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar