PLAYEN, (KH) — Salah satu penerima program bedah rumah yang dilaksanakan Ikatan Anak Rantau Gunungkidul (Ikaragil) bersama Baznas adalah seorang janda warga Kepil, Bandung, Playen. Ia merupakan warga miskin yang memiliki rumah sangat memprihatinkan. Selain tidak layak huni, rumah tersebut hampir roboh sehingga keberadaannya dapat membahayakan penghuni.
Disampaikan oleh tetanggannya, Wibawanti Wulandari, suami Lasiyem telah meninggal dunia Kira-kira 2,5 tahun lalu. Sebelum meninggal Ia berprofesi sebagai tukang becak di wilayah Yogyakarta. Penghasilan yang tidak seberapa harus terpotong biaya nglaju naik bus Wonosari-Yogyakarta. Tiap hari, berangkat setelah subuh, pulang menjelang malam.
“Untuk mencukupi kebutuhan saja sangat mepet, apalagi membetulkan rumah,” katanya kepada KH mendampingi Lasiyem. Permasalahan ekonomi lebih pelik lagi ketika tulang punggung keluarga itu tiada. Anak pertamanya telah berkeluarga, dan hasil yang diperolehnya dari bekerja tak mampu membantu menopang kebutuhan Ibu dan adiknya yang masih sekolah di salah satu SMK di Wonosari.
Rumah berdinding bambu itu semakin membahayakan, ketika salah satu tiang penyangganya patah. Keadaan yang sangat mendesak tersebut membuat warga sekitar berencana melakukan pembongkaran, namun belum ada solusi untuk material rehabnya.
Lantas, Wibawanti Wulandari yang berkantor di salah satu Dinas Pemkab Gunungkidul berusaha mencari bantuan dengan mencari informasi dan berkomunikasi kepada relasi. Akhirnya dengan pertimbangan setelah dilakukan survei oleh Ikaragil, disepakati rumah tersebut masuk kedalam prioritas mendapat dana dari Baznas untuk direhab.
“Saya lakukan komunikasi dengan Kepala Baznas Gunungkidul Subarno, kemudian dengan segera tim Ikaragil yang kebetulan mempunyai program bedah rumah, datang meninjau. Sepertinya menjadi rezeki Lasiyem setelah beberapa kali upaya gagal,” ucapnya bersyukur.
Pembina Ikaragil Yogya, Suwarno menyampaikan, khusus untuk rumah Lasiyem ada perbedaan mengenai bentuk dan ukuran rumah, karena ingin mempertahankan ukuran rumah lama yaitu 8×10 M². Jumlah material bangunan jika dipasang hanya mampu membuat setengahnya saja dari tinggi rumah keseluruhan atau sering disebut kotangan.
“Sebenarnya ukuran rumah program kami 4×6 M², tapi karena ada bantuan dari sanak saudaranya, maka rumah bisa dibuat berdinding tembok secara keseluruhan. Selain dari Baznas ada sebagian swadaya dari kerabat dan tetangganya,” jelasnya.
Saat proses pembangunan ditinjau oleh Baznas, Ikaragil dan Bupati, Senin, 20/10/2014, nampak wajah Lasiyem berseri, dengan lebih banyak menganggukan kepala dan sesekali senyum. Ungkapan syukur dan terimaksih berkali-kali dilontarkan olehnya kepada orang-orang yang yang amat berjasa kepada keluarganya.
“Terimakasih kepada semuanya yang telah memberi bantuan, sehingga rumah saya direhab, saya tinggal pikirkan biaya sekolah anak saya,” ucapnya singkat. (Kandar/Tty)