Langka, Pedagang Pasar Tradisional tak Punya Stok Minyak Goreng

oleh -
oleh
Seseorang sedang berbelanja di Pasar Argosari, Wonosari, Gunungkidul. (KH)
iklan dprd

GUNUNGKIDUL, (KH),– Pemerintah pusat menetapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng (Migor) kemasan. Kebijakan tersebut mengikat bagi swalayan dan toko modern.

Adapun ketentuan harganya, migor kemasan sederhana Rp13.500 per liter, kemasan premium senilai Rp14 ribu per liter, lalu migor curah Rp11.500 per liter. Tiap orang hanya diperbolehkan membeli maksimal 2 liter migor kemasan.

“Akibat kebijakan tersebut diantaranya berdampak pada ketersediaan migor di pasaran,” kata Kepala Seksi Distribusi, Bidang Perdagangan, Dinas Perdagangan (Disdag) Gunungkidul, Sigit Haryanto Senin, (21/02/2022).

Ungkap dia, harga minyak secara global sedang tinggi. Biaya produksi juga naik karena bahan baku sawit juga mahal. Dalam waktu bersamaan ada paksaan kebijakan satu harga dari pemerintah pusat. Otomatis produsen memilih mengurangi produksi dan distribusi.

iklan golkar idul fitri 2024

“Karena, baik produsen dan distributor tidak mau rugi. Keterbatasan stok migor ini ada di semua tingkatan,” terang Sigit.

Dia menambhakan, stok migor terkadang justru tersedia di pasar tradisional. Akan tetapi harganya jauh lebih tinggi. Jika memangbtersedia, harganya memcapai Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per liter sesuai merek serta kebijakan tiap penjual.

Salah satu pedagang pasar Argosari, Wonosari, Kunto mengeluhkan kelangkaan migor. Dia mengaku tak bisa mendapatkan migor dari distributor atau pedagang grosir.

“Sementara tidak jualan migor dulu. Nyarinya susah. Bahkan pakai syarat,” kata Kunto.

Syaratnya, jika ingin membeli migor satu karton migor, dia harus berbelanja satu karton tepung kemasan atau satu karung gula pasir.

Otomatis dia harus mengeluarkan uang belanja dagangan yang jauh lebih banyak jika ingin mendapatkan migor. Dengan skema belanja seperti itu, dia dan kebanyakan pedagang di pasar tradisional terbesar di Gunungkidul itu memilih tak menjual migor terlebih dahulu.

“Nggak tahu kenapa langka,” tukas dia. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar