Keuletan Menjadi Kunci Keberhasilan Pangadi Menjual Belalang Goreng

oleh -5921 Dilihat
oleh
Pangadi, penjual belalang warga Gadungsari, Wonosari yang sukses. KH/ Kandar
Pangadi, penjual belalang warga Gadungsari, Wonosari yang sukses. KH/ Kandar
Pangadi, penjual belalang warga Gadungsari, Wonosari yang sukses. KH/ Kandar

WONOSARI, (KH)— Meski dimulai dari usaha kecil-kecilan, apabila dijalani dengan penuh ketekunan dan keuletan pasti  akan berhasil. Dilandasi keyakinan, berani serta mampu bertahan dengan apa yang telah dirintis, pada akhirnya buah hasil dari kerja keras adalah hak setiap orang.

Seperti yang telah dijalani Pangadi (39), warga Gadungsari Wonosari ini. Meski awalnya dimulai dengan menjual belalang secara berkeliling dari rumah ke rumah, kini ia mampu menjadi penyuplai beberapa toko oleh-oleh di wilayah Gunungkidul.

Cerita Pangadi merintis usahanya dimulai tatkala ia masih bekerja menjadi tukang pembuat batu nisan. Waktu itu, ia juga berprofesi sebagai tukang bangunan sebagaimana bakat dan kemampuan yang dimilikinya.

“Keponakan kami biasa mencari belalang lantas dijual. Awalnya iseng saja, sekitar 2004 silam saya bersama istri membeli belalang itu untuk diolah lalu dijual,” ujar pria yang berasal dari Semanu ini, Selasa, (15/11/2016).

Namanya saja iseng, usaha itu tidak dimulai dengan permulaan berskala besar. Belalang goreng ia kemas dengan plastik lalu dijual keliling. Hari-hari pertama, istrinya, Suhartini (34), membawa puluhan kemasan plastik. Seperti pelaku wirausaha baru lainnya, ada perasaan minder dan malu merintis usaha dengan skala kecil.

Waktu itu, saat merintis usaha Pangadi sekedar membantu pengolahan. Ia juga bertugas mendatangi beberapa pencari belalang di wilayah Semanu untuk membeli belalang. Berharap hasil lebih besar, di sela pekerjaan bangunan longgar Pangadi ikut terjun menjual belalang di pinggir jalan. Keteguhan niat diuji waktu itu, sempat dalam seharian menjajakan belalang hanya satu kemasan saja yang laku. Begitu juga dengan istrinya, setelah berkeliling tak satu bungkus pun belalang terjual.

Pangadi ingat sekali masa sulit itu. Sewaktu menunggu pembeli, ia terbiasa hanya berbekal satu botol air minum saja. Satu hal yang menjadi keyakinan mereka berdua sehingga mampu bertahan. Pedomani Suhartini, apabila tidak laku di komplek yang satu, maka ia akan berpindah di komplek lainnya. Lantas bagi Pangadi, apabila tidak laku pada hari ini masih ada hari esok, begitu seterusnya.

Akhirnya, berkat keuletan dan upaya promosi tak kenal lelah, produknya merambah ke penjual angkringan di seputar Wonosari. Ia merasakan ada peningkatan hasil yang semakin membaik. Waktu itu produk belalang gorengnya diterima di 25 angkringan. Karena kebutuhan belalang goreng yang semakin tinggi membuatnya harus membeli dari sekitar 40-an pencari belalang.

“Hasil mulai kami rasakan. Dapat hasil sedikit kami sabar. Dagangan cepat habis kami bersyukur. Lantas upaya memperbesar pasar kami lakukan dengan menawarkan ke sejumlah toko oleh-oleh,” jelas bapak dua anak ini.

Hasil jualan yang semakin membaik, membuat Pangadi mampu membeli tanah untuk mendirikan rumah. Ia memang tidak ingin terus-terusan tinggal satu rumah dengan mertuanya. Pada tahun 2009 mereka memulai mendirikan rumah sendiri.

Seiring naiknya kunjungan wisatawan, permintaan belalang goreng di sejumlah toko oleh-oleh cukup membanggakan.

Agar biaya pembangunan rumah tidak mengganggu modal usaha, maka sebagian besar pengerjaan rumah berlantai dua itu dikerjakan sendiri bersama istrinya. Khusus pemasangan kusen dan daun pintu saja yang dikerjakan orang lain.

“Untuk pengerjaan cor dan beberapa pekerjaan lain yang membutuhkan tenaga banyak baru dibantu saudara dan gotong-royong tetangga. Istri saya sempat pendarahan saat bantu bangun rumah, saya tidak tahu kalau ternyata dia hamil,” kenang Pangadi.

Ia menuturkan, sebagian besar pekerjaan pembangunan rumah dari awal pemasangan pondasi hingga atapnya tertutup genteng hanya ditangani sendiri. Sehingga, proses pembangunan rumah memakan waktu cukup lama, yakni 1 tahun 4 bulan. Kerja keras Pangadi dan istrinya tergolong begitu luar biasa. Mereka membagi waktu antara mengolah, berkeliling menjual belalang dengan masih tetap bekerja mmenyelesaikan pembangunan rumahnya sendiri.

“Mengolah belalang biasa sampai jam 1 malam. Aktivitas pagi setelah subuh bikin batako, lalu siang kirim belalang. Memang melelahkan aktivitas waktu itu,” imbuh lelaki ramah ini. Meski kini menjadi orang yang tergolong sukses, sikap sombong tidak nampak pada diri Pangadi dan istrinya. Pangadi sadar bahwa ia dan istrinya berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi.

Usaha yang dijalankan Pangadi hingga kini terus berjalan. Sedikitnya 6 toko oleh-oleh bersedia menampung produk belalang goreng buatannya. Pasang surut dalam sebuah usaha adalah kewajaran. Permintaan belalang sedikit banyak dipengaruhi waktu-waktu tertentu, misalnya saja saat musim libur maka permintaan naik tajam.

“Dalam satu bulan bisa laku ratusan lusin. Pendapatan antara Rp 3 hingga Rp 5 juta lebih. Kita juga ajak sedikitnya 6 warga sekitar untuk membantu tenaga penggarap olahan belalang. Karena belalang Gunungkidul tidak mencukupi, kita datangkan dari Bantul dan Kulonprogo” tukas Pangadi.

Kini, Pangadi tinggal di rumah berlantai dua buatannya. Dari usaha jualan belalang goreng itu, mobil pribadi juga mampu ia miliki. Selain itu, membantu mencukupi kebutuhan orang tua menjadi salah satu impian mereka diawal merintis usaha, karena mereka yakin doa dari orang tua sangat berperan terhadap apa yang telah diraih saat ini. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar