Kepala BPIP ke Gunungkidul, Tegaskan ‘Salam Pancasila’ sebagai Salam Kebangsaan

oleh -2996 Dilihat
oleh
Pancasila
Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila melalui bedah buku di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Yogyakarta Sabtu, (15/4/2023).

GUNUNGKIDUL, (KH),– Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila melalui bedah buku di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAI) Yogyakarta Sabtu, (15/4/2023).

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi M.A., Ph.D., didampingi Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP RI, Prof. Dr. K.H. Agus Moh. Najib, M.Ag., hadir pada kesempatan tersebut.

Sosialisasi ideologi melalui bedah buku sebagai negasi bahwa ‘Salam Pancasila’ sebagai ‘Salam Kebangsaan’. Salam Pancasila merupakan pilihan tepat di ranah publik yang majemuk, mulai dari agama, suku dan ras.

“‘Salam Pancasila’ merupakan salam pemersatu. Dipakai tidak bermaksud mengganti salam keagamaan,” tegas Yudian Wahyudi.

Sebelumnya, salam yang dipopulerkan Megawati tersebut sempat menjadi kontroversi. Kepala BPIP diisukan akan mengganti Assalamu’alaikum dengan Salam Pancasila.

Sementara yang benar, kata Prof. Yudian, gagasan usulan penggunaan salam tersebut bertujuan untuk menjembatani dan menjadi titik temu bagi masyarakat tanpa melihat latar belakang apapun, diantaranya agama.

Prof. Yudian menambahkan, Pancasila sebagai ideologi tak terbantahkan peranannya. Pancasila mampu menyatukan berbagai suku bangsa dalam bingkai Indonesia.

“Puluhan suku bangsa bersatu setelah proklamasi kemerdekaan dan Pancasila menjadi dasarnya,” ujarnya.

Penulis buku ‘Salam Pancasila Sebagai Salam Kebangsaan: Memahami Pemikiran Kepala BPIP RI’, Khoirul Anam menegaskan, buku diterbitkan sebagai sarana penjelasan ke publik. Diantaranya menyangkut framing bahwa Kepala BPIP mengusulkan mengganti Assalamu ‘Alaikum dengan Salam Pancasila.

Simbolis pembagian buku ‘Salam Pancasila sebagai Salam Kebangsaan: Memahami Pemikiran Kepala BPIP RI’. (KH/ Kandar)

“Ada dua hal yang ingin dijelaskan secara gamblang ke publik. Pertama, Prof. Yudian Wahyudi mengatakan Salam Pancasila bukan untuk mengganti salam Assallamu Alaikum yang termasuk ibadah mahdoh, melainkan ibadah ghairu mahdoh. Salam Pancasila itu dalam hubungan kemanusiaan. Jika kita menyapa pemeluk agama lain dengan salam agama kita, maka itu membebani mereka. Demikian juga mengucapkan salam Om Swastiastu, kita dituduh masuk Hindu,” jelas dosen UIN Sunan Kalijaga ini.

Salam Pancasila, lanjutnya juga diharapkan mampu menjadi media menginternalisasikan nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, disamping untuk meminimalisir konflik agama dan menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme.

Buku yang ia tulis memiliki tebal 142 halaman. Terbit pada Juni 2022. Selain sebagai sarana sosialisasi ideologi, juga menjelaskan gamblang mengenai implentasi ‘Salam Pancasila’.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta sependapat, Salam Pancasila patut terus digelorakan dan disampaikan ke generasi penerus.

“Selanjutnya generasi dapat memaknai nilai-nilai pancasila dan demokrasi. Saya sangat berharap Salam Pancasila berikut pengamalannya dijalankan oleh generasi ke generasi.

Dalam sosialisasi tersebut dihadiri ratusan peserta. Mulai dari civitas STAI Yogyakarta, mahasiswa, Forkompinda, Ormas dan sejumlah tokoh masyarakat. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar