Gunungkidul Surplus Beras, Konsumsi Dinilai Boros

oleh -3080 Dilihat
oleh
Tanaman padi Gunungkidul. Foto: Kandar.
Tanaman padi Gunungkidul. Foto: Kandar.
Tanaman padi Gunungkidul. Foto: Kandar.

WONOSARI, (KH)– Berdasarkan data yang ada di Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2013 Kabupaten Gunungkidul surplus beras. Berdasar angka sementara, hasil produksi pada tahun 2014 ini mengalami peningkatan.

Hasil produksi beras pada tahun 2013 sebanyak 182.977 ton/ tahun di dapat dari 93.957 ton gabah padi sawah dan 195.563 ton gabah padi ladang. “Saat ini ada kenaikan sekitar 10%, untuk data riil angka sifatnya masih sementara,” kata Mujiyana, SP MA selaku Kabid Ketahanan Pangan ketika ditemui di kantornya, Selasa, (30/12).

Menurutnya, konsumsi di Gunungkidul dinilai boros pada sebagian warga dengan latar belakang tertentu. Jika dilihat berdasar kebutuhan konsumsi per mulut yang diperoleh pada hasil survei Pola Pangan Harapan (PPH) didapat angka 82,96 kg/kapita/tahun.

Survei tersebut merupakan sampel dari jumlah penduduk sebanyak 683.735 jiwa dengan responden masyarakat berbagai latar belakang pekerjaan dan tingkat perekonomian. Akan terlihat sangat boros, lanjut Mujiyana, ketika dilihat pada salah satu subyek, seperti konsumsi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

PNS mendapatkan jatah beras 10 kg/ bulan, maka dalam setahun didapat angka 120 kg/ tahun. Dia mengklaim jika kondisi konsumsi sebesar itu sangatlah boros. “Diluar negeri saja bisa ditekan dapat menyentuh angka 70 kg/tahun, mestinya perlu menjadi perhatian kita bersama,” ujarnya.

Mujiyana menambahkan, hal tersebut penting diperhatikan dengan adanya prediksi krisis pangan pada tahun 2030 mendatang, dengan melakukan pembiasaan konsumsi pangan lokal non beras, seperti jagung, dan ketela (tepung mocaf).

Dijelaskan Mujiyana, salah satu dari beberapa hal penyebab krisis pangan adalah dampak negatif dari majunya sektor pariwisata yang cukup signifikan akhir-akhir ini, ditengarai sebagai penyebab utama adalah laju pertumbuhan penduduk, kemudian disusul pola konsumsi juga pola pikir masyarakat. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar