Gunungkidul Kekurangan Dokter Spesialis, Penyebaran Memang Tak Merata

oleh -3954 Dilihat
oleh
Rakornas KKI di Yogyakarta, Senin, (17/6/2019). foto: ist.

YOGYAKARTA, (KH),– Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan, hingga saat ini hanya 11 propinsi di Indonesia yang memenuhi kriteria dari sisi jumlah rasio dan distribusi tenaga medis (dokter).

Ketua KKI, Bambang Supriyatno disela Rakornas KKI di Yogyakarta, Senin, (17/6/2019) mengungkapkan, bahwa penyebaran dokter memang tidak merata. Berdasar kriteria syarat dari Kemenkes persebaran hanya ada di 11 propinsi. Kekurangan dokter terjadi utamanya berada di daerah atau di wilayah terpencil. Kini, kata dia Kementerian Kesehatan terus berupaya memenuhi kebutuhan itu.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Kesehatan, Kuwat Sri Hudoyo berharap, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 31 Tahun 2019 tentang pendayagunaan dokter spesialis diharapkan dapat menanggulangi kekurangan dokter di rumah sakit di daerah maupun wilayah terpencil.

Menurutnya, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah untuk pemenuhan dokter di daerah yang tidak diminati, sehingga bisa merata. Saat ini tugas dokter dinilai lebih dinamis mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai standar profesi kedokteran saat memberikan pelayanan untuk masyarakat.

“Dokter akan menjadi ujung tombak penyelengaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” kata Kuwat Sri Hudoyo.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, dr Dewi Irawati menyebut bahwa jumlah dokter umum di Gunungkidul sudah memadai. hanya saja memang untuk dokter spesialis masih perlu ditambah.

Terpisah, Direktur RSUD Wonosari, dr Heru Sulistyowati Sp. A., merinci, kekurangan dokter spesialis diantaranya meliputi Spesialis rehabilitasi medis, spesialis patologi anatomi, Spesialis anak, spesialis penyakit dalam, spesialis radiologi, spesialis anestesi.

“Upaya pemenuhan dibuka formasi CPNS, namun tidak ada yang daftar karena terbentur syarat umur maksimal 35 tahun,” keluhnya.

Upaya lain yang ditempuh yakni mengajukan permohonan ke Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes lewat program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang saat ini diganti namanya menjadi Pendidikan Dokter Spesialis/ Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PDS/PDGS) untuk spesialis 4 besar dan Spesialis anestesi.

“Kami juga lakukan perjanjian kerja sama triparted dengan RSUP Dr Sardjito dan FK UGM,” pungkas Heru Sulistyowati. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar